Prof Rokhmin Dahuri: Komisi IV DPR RI Akan Mengawasi Regulasi HPP Gabah Untuk Melindungi Petani

ASKARA - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS menegaskan bahwa Komisi IV DPR RI akan melaksanakan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa regulasi-regulasi yang melindungi para petani diterapkan dengan baik.
Dengan pengawasan yang ketat, diharapkan regulasi ini akan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi petani dan ekonomi nasional. Beliau menekankan pentingnya keberlanjutan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk memastikan kesejahteraan petani.
"Kami pastinya dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Pertanian, Bapanas, dan Bulog pada Minggu depan akan merumuskan regulasi atau aturan bahwa HPP ini benar benar manfaat nya dirasakan oleh petani seluruh Indonesia," Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber di acara CNBC mengenai topik "Penyerapan Gabah dan HPP Gabah" pada 6 Februari 2025.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB University itu juga menekankan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan ini sangat penting, agar HPP gabah tidak hanya menjadi keputusan sesaat, tetapi menjadi kebijakan yang berkelanjutan dan menguntungkan petani dalam jangka panjang.
Ini adalah langkah strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional, di mana petani tidak hanya diharuskan untuk memproduksi lebih banyak, tetapi juga mendapatkan harga yang adil dan sesuai dengan kebutuhan ekonomi mereka.
Dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPR, diharapkan kebijakan ini akan selalu disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan, baik dari sisi harga, produksi, dan juga dukungan pemerintah yang terus ada bagi petani, agar Indonesia tidak hanya mengandalkan impor pangan, tetapi dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri secara mandiri.
Lebih lanjut, Prof Rokhmin Dahuri menekankan, Komisi IV mengapresiasi terhadap kebijakan pemerintah, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo. Dalam hal ini, kebijakan HPP Gabah menjadi salah satu instrumen yang sangat krusial untuk memastikan kesejahteraan petani, karena harga yang ditetapkan pemerintah dapat mencakup biaya produksi petani dan memberikan insentif untuk terus berproduksi.
"Maka kami pimpinan dan anggota komisi IV sangat mengapresiasi presiden Prabowo dan pemerintah saat ini untuk menetapkan HPP. Regulasi yang melindungi petani sangat penting untuk menjaga keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia," katanya.
Komisi IV DPR RI, kata Prof Rokhmin Dahuri mendapatkan informasi dari Kementerian Pertanian, Bulog dan Bapanas bahwa penetapan HPP sebesar Rp 6.500 untuk gabah sudah disurvey akan pasti lebih besar dari ongkos produksi. "Seharusnya sangat membantu para petani," ujarnya
Menurutnya, kebijakan HPP Gabah yang diambil oleh pemerintah ini merupakan langkah positif dalam memastikan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani, yang juga berperan dalam memperkuat ekonomi domestik.
"Kami pantau reaksi petani dari Sabang sampai Merauke, Maluku, Aceh, Jawa, Sulawesi, Kalimantan respon nya sangat positif dengan HPP ini. Karena selama ini petani kalau tidak ada panen harga padi dan beras melambung tinggi. Begitu panen raya mendadak sontak turun karena tidak ada penetapan harga dasar yang sekarang namanya HPP, sangat positif," tegas Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.
Terkait rantai pasok beras, Prof Rokhmin Dahuri mengungkapkan pada zaman Pak Harto yang mengantarkan Swasembada beras, kantor Bulog atau gudang Bulog tidak hanya di Jakarta atau Kota Provinsi, Kabupaten tapi juga harus menjangkau sentra produksi padi atau beras di seluruh tanah air.
"Pada rapat Minggu depan kami meminta Bulog dan Bapanas untuk menyajikan gudang dan kantor Bulog distribusi nya di seluruh Indonesia dimana saja, terutama di luar pulau Jawa belum ada di tingkat kecamatan akan kami dorong supaya diagendakan," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto secara tegas menekankan bahwa pemerintah telah menetapkan HPP untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Penegasan ini disampaikan Prabowo sebagai bentuk komitmen kuat pemerintah dalam melindungi kesejahteraan petani Indonesia.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Pertanian, Bapanas, dan Bulog minggu depan, perumusan regulasi atau aturan yang memastikan bahwa manfaat Harga Pembelian Pemerintah (HPP) benar-benar dirasakan oleh petani di seluruh Indonesia adalah prioritas utama.
"Penting sekali bahwa dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Pertanian, Bapanas, dan Bulog minggu depan, akan dirumuskan regulasi atau aturan yang memastikan bahwa manfaat HPP benar-benar dirasakan oleh petani di seluruh Indonesia," tegasnya.
Komisi IV DPR RI, melalui arahan yang telah diterbitkan, menegaskan bahwa swasembada pangan tidak hanya berarti memproduksi pangan lebih besar dari permintaan, tetapi juga mencakup kesejahteraan bagi para petani, nelayan, peternak, dan produsen pangan lainnya di Indonesia.
Prof Rokhmin Dahuri menekankan bahwa swasembada pangan memiliki tiga indikator utama: Pertama adalah memastikan bahwa produksi pangan nasional bisa lebih besar dari konsumsi, namun yang lebih penting lagi adalah indikator kinerja kedua menjaga kesejahteraan para produsen pangan, terutama petani dan nelayan.
Hal ini menjadi sangat krusial agar mereka tidak hanya bisa menghasilkan pangan, tetapi juga dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, dengan pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Indikator ketiga yang sangat ditekankan adalah bahwa semua produksi yang dihasilkan harus bersifat berkelanjutan. Ini berarti tidak hanya berfokus pada pencapaian angka produksi yang tinggi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan dalam jangka panjang, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi.
Diharapkan, pendekatan ini dapat memastikan bahwa ketahanan pangan nasional tidak hanya terpenuhi secara kuantitatif, tetapi juga berkualitas dan berkelanjutan, serta mendukung kesejahteraan semua pihak yang terlibat dalam sektor pangan.
"Dengan pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas, diharapkan hasil rapat ini akan memberikan solusi terbaik bagi para petani dan ketahanan pangan Indonesia," imbuh Ketua Umum MAI (Masyarakat Akuakultur Indonesia) itu.
Komentar