Jumat, 19 April 2024 | 19:22
OPINI

Kasus Penganiayaan Brutal dan Hati Nurani yang Mati

Kasus Penganiayaan Brutal dan Hati Nurani yang Mati
Rekonstruksi penganiayaan David (int)
Oleh: Sigit Jati Waluyo, Content creator
 
ASKARA - Belum lama ini kita menyaksikan kasus penganiayaan brutal oleh anak pejabat terhadap anak petinggi ormas, yang membuat korban koma dan belum pulih kesadarannya hingga kini karena cedera otak yang sangat parah. Kita ikut bersedih dan terluka, mengapa ada orang yang tega melakukan penganiayaan sebrutal itu. Kita kadang juga bertanya pada diri sendiri, mengapa ada saja kasus-kasus kejahatan yang melampaui batas-batas kemanusiaan ? Kasus itu menunjukkan, bahwa manusia seolah hilang kesadaran kemanusiaan, bahkan mati hati nuraninya.  
 
Kita menyaksikan pula banyak contoh kematian hati nurani di masyarakat, seperti: Kasus korupsi, suap-menyuap, dan pungutan liar yang merajalela, praktik riba atau bunga hutang yang mecekik, intoleransi beragama, pengerahan massa untuk memperjuangkan kepentingan, laporan palsu atau asal bapak senang kepada atasan, dan banyak bentuk kejahatan lainnya. Lalu di dikalangan kaum muda dan remaja, kematian hati nurani tampak dalam fenomena seperti: Pergaulan yang menjurus ke seks bebas, tawuran, kebiasaan menyontek, perundungan atau bullying, intoleransi, dan sebagainya.
 
Perilaku melampaui batas kemanusiaan dan melawan hati nurani sering dianggap sebagai perilaku seperti binatang. Ciri utama binatang adalah tidak memiliki kesadaran, bahwa dirinya adalah binatang. Misalnya, anjing tidak menyadari bahwa dirinya adalah anjing, dan binatang juga tidak memiliki hati nurani. Binatang memiliki naluri untuk lapar, seks, marah, menyerang dan membunuh. Sementara manusia memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah manusia, artinya makhluk yang berharga diri dan bermartabat. Manusia bisa berefleksi, merenung terhadap apa yang dilakukannya. Dia bisa merenung, apakah dampak dari sikap dan perilakunya melukai orang lain, merugikan orang lain, atau merusak nilai-nilai kehidupan. Lebih dari itu manusia memiliki hati nurani yang bisa menjadi pemandu untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menghindari yang buruk atau jahat. Itulah sebabnya, tatkala manusia melakukan kesalahan, kekeliruan, atau kejahatan maka diingatkan agar segera kembali pada hati nurani.
 
Barangkali kiat-kiat berikut bisa menjadi panduan untuk menjaga dan menguatkan kembali peran hati nurani dalam diri kita.
 
Kiat- 1: Memahami mengapa hati nurani mati
 
Setiap orang berpotensi memiliki hati nurani yang kotor itu. Hati nurani yang rusak atau kotor memicu manusia berperilaku merugikan, menghancurkan, bahkan mematikan. Seperti: permusuhan, perusakan, memutus tali pertemanan dan persudaraan, berkeinginan menguasai apa saja hingga mengakibatkan orang lain merugi, menderita, dan celaka, Itulah gejala menuju kematian hati nurani.
 
Ketumpulan dan kematian hati nurani dapat terjadi, antara lain karena: pertama, pendidikan dan standar nilai yang salah, baik di dalam keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Kedua, manusia menyerah terhadap tarikan ego, seperti emosi, ketakutan, nafsu, rasa benci, serta kurang berikhtiar untuk mencari dan menjaga nilai-nilai kebenaran. Ketiga, kebiasaan buruk yang dipupuk sedikit demi sedikit, seperti perilaku tidak jujur, culas, dan korupsi. Keempat, propaganda media. Media massa dan sosial mempunyai kekuatan yang dapat berdampak buruk seperti memanaskan suasana, menyebarkan informasi bohong dan sesat, mencitrakan yang buruk seolah-olah baik, atau sebaliknya yang baik dicitrakan buruk. Kelima, ketidakpercayaan akan kehadiran Tuhan, padahalan Tuhan adalah sumber kebaikan dan keluhuran. Keenam, tertutup kotoran dosa. Dan, karena penuh dengan dosa, yang keluar bukan suara hati nurani melainkan lontaran emosi-emosi yang negatif. Ketujuh, gangguan mental atau jiwa yang mempengaruhi emosi, pola pikir, dan perilaku.
 
Kiat- 2: Memahami peran hati nurani
 
Hati nurani atau batin adalah perasaan halus pemberian Tuhan, yang mengarahkan manusia untuk melakukan hal-hal yang baik dan menghindari yang jahat, serta menjadi pelita yang menerangi jalan kehidupan. Apakah setiap orang memiliki hati nurani ? Jelas, setiap orang memiliki hati nurani, terlepas apakah orang itu beragama atau tidak, mengakui keberadaan Tuhan atau tidak. Sebab Tuhan telah mengembuskan roh kebaikan dan menanamkan nilai-nilai kebaikan ke dalam diri manusia, agar dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Meskipun demikian, Tuhan memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk membuat pilihan-pilihan dalam menjalani hidupnya. Tentu diharapkan agar manusia melakukan kebebasan yang dimiliknya secara bertanggung-jawab agar membawa pengaruh positif dalam kehidupannya.
 
Perlu dipahami, bahwa hati nurani merupakan kesadaran moral yang timbul dan tumbuh dalam hati manusia. Ia bukan sekedar perasaan hati (emosi), melainkan kesadaran yang rasional. Hati nurani menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya, serta kewajiban moral untuk menjaga nilai-nilai luhur kehidupan.
 
Lebih dari itu, hati nurani dipandang sebagai salah satu wujud suara Tuhan untuk berkomunikasi dengan manusia. Hati nurani merupakan inti yang paling rahasia dalam diri manusia. Ia merupakan sanggar (tempat) suci, dimana manusia seorang diri bersama Tuhan, dimana pesan-Tuhan menggema dalam hati manusia. Oleh karenanya hati nurani menjadi kompas moral yang menuntun manusia menjadi pribadi yang berperilaku positif. Ia menjadi pedoman bersikap dan berperilaku dalam hidup sehari-hari. Pedoman untuk menilai apakah suatu tindakan itu baik atau buruk. Dan, suara hati nurani dapat didengar dengan cara: menenangkan pikiran, merenung, berdoa, tidak dalam keadaan tergesa gesa, kemudian merasakan apa yang terjadi di dalam dada.
 
Lalu, apakah hati nurani dapat salah ? Ada dua (2) jawaban: pertama, hati nurani tidak dapat salah karena suara hati nurani berasal dari Sang Baik, yaitu Tuhan sendiri. Kedua, hati nurani dapat salah sebab yang terjadi sebenarnya manusia melawan hati nurani. Jadi hati nurani itu tidak berfungsi atau mati karena manusia cenderung mengikuti jalan yang salah, yang jauh dari kebaikan dan kebenaran. 
 
Agar dapat berfungsi dengan baik hati nurani perlu terus dijaga, sebab hati nurani yang tidak diterangi bisa menyesatkan hidup manusia. Oleh karenanya kita harus dengan hati-hati menjaga agar hati nurani itu dipandu oleh prinsip-prinsip yang benar, yang bersifat mengajar, dan tidak mengandung prasangka atau dibengkokkan oleh cara berpikir yang menyesatkan, atau motivasi-motivasi yang tidak murni. Untuk itu komunikasi dengan Tuhan melalui ibadah dan doa, serta menghidupi ajaran Tuhan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik akan melatih dan menuntun perkembangan hati nurani secara sehat.
 
Kiat- 3: Berkeputusan atas dasar Hati Nurani 
 
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya banyak ditemui berbagai macam permasalahan yang menuntut manusia untuk menyelesaikannya. Mulai dari permasalahan yang konkret hingga permasalahan yang abstrak. Hati nurani yang sehat dapat mejadi penasihat dan pembimbing manusia dalam mengambil keputusan. 
 
Hati Nurani dapat berperan terutama saat manusia mau mengambil sebuah keputusan. Sebab, ia merupakan suatu kesadaran moral manusia dalam menghadapi situasi yang konkret. Artinya, saat menghadapi berbagai peristiwa dalam hidup, ada semacam suara dalam hati manusia untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan dan menuntut kita bagaimana merespon kejadian tersebut. Hati nurani juga menyadarkan manusia akan pentingnya membuat pertimbangan yang matang dan bijak sebelum melakukan sesuatu. Jadi, hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur. Sebagai hakim atau penasihat hati nurani dapat melakukan hal-hal berikut;
 
• Sebelum keputusan: Hati nurani akan menyuruh kalau perbuatan itu baik dan melarang kalau perbuatan itu buruk.
• Saat keputusan sedang dilaksanakan: Hati nurani akan terus mendorong agar perbuatan baik itu tetap di dilakukan dan mengarahkan jalan menghindar jika langkah keputusan itu buruk atau jahat.
• Setelah keputusan dibuat: Hati nurani akan "memuji" jika perbuatan itu baik dan sebaliknya hati nurani akan membuat manusia gelisah atau menyesal jika keputusan yang diambil merupakan perbuatan buruk atau jahat.
 
Sekian, semoga bermanfaat.
 

Komentar