Sabtu, 20 April 2024 | 14:27
OPINI

Bibit Bobot Bebet, Seberapa Pentingkah?

Bibit Bobot Bebet, Seberapa Pentingkah?
Ilustrasi Bibit Bobot Bebet (int)

Oleh: Sigit Jati Waluyo, content creator

Setiap kali membaca informasi tentang kasus-kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) atau bahkan perceraian kita mungkin bertanya-tanya. Mengapa itu bisa terjadi? Apakah karena salah menentukan kriteria calon pasangan? Bisa jadi. Pun pada masa sekarang ini mulai banyak orang menunda perkawinannya, tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebab. Mungkin karena alasan tantangan hidup yang kain berat, atau terlalu tinggi mensyaratkan kriteria calon pasangan.

Memilih jodoh, atau pasangan hidup bisa dikatakan gampang-gampang susah. Barangkali kita pernah mendengar ungkapan, “Bibit, Bobot, dan Bebet”. Ini merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman masyarakat Jawa dalam mencari jodoh atau pasangan hidup. Konon, prinsip “Bibit, Bobot, dan Bebet” menjadi salah satu rahasia kesuksesan yang diwariskan para leluhur dalam membangun rumah tangga.

Memang memilih jodoh bukanlah perkara mudah. Berjodoh bukan sekedar bersatunya dua sejoli, melainkan juga latar belakang keluarga dari kedua calon mempelali pun akan dlihat. Perjodohan dapat diibaratkan sebuah, “Timbangan”. Bagian timbangan yang satu merupakan “Calon mantu/ pasangan hidup” dan sisi lainnya berisi “Kriteria Bibit, Bobot, dan Bebet”, sebagaiamana dipaparkan berikut ini.

1. Bibit

Bibit dalam bahasa Jawa diartikan sebagai benih, asal-usul atau garis keturunan.  Faktor Biibit terkait faktor genetik atau yang lebih popular dengan sebutan Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Ribonucleic Acid (RNA). Jadi, Bibit dimaknai, bahwa calon pasangan harus jelas latar belakang siapa orangtuanya, apa profesinya, dan bagaimana perilakunya di masyarakat.

Meski tak harus keturunan bangsawan, kebanyakan orang tua lebih bangga jika anaknya dapat dipersunting oleh keluarga yang terhormat, atau terpandang. Jadi, Sang calon akan ditelisik darimana asalnya, dengan cara apa dan oleh siapa ia dididik. Sebab, karakter calon pasangan dapat dilihat dari orang tua yang membesarkannya. Seperti pepatah, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Dari Bibit yang baik akan diperoleh calon pasangan yang baik.

2. Bobot

Bobot secara harafiah berarti “berat” dan dimaknai sebagai tinggi-rendahnya kualitas diri/ pribadi seseorang. Kualitas pribadi dalam arti yang luas, secara lahir maupun batin. Seperti : wataknya, perilakunya sehari-hari, serta kecerdasan dan jenjang pendidikan yang dimiliki. Kriteria kualitas pribadi antara lain meliputi : agama, pendidikan, pekerjaan, karier dan perilaku. Tetapi, seiring kuatnya materialisme, kriteria Bobot pun memasukkan aspek ekonomi, yaitu pendapatan, dan kekayaan dari calon pasangan. Adapun pertimbangan Bobot yaitu :

•Jangkeping Warni (lengkapnya warna) yang berarti kesempurnaan fisik calon pasangan.

•Rahayu ing Manah (baik hati). Artinya mempunyai  hati yang baik (inner beauty).

•Ngertos Unggah-Ungguh. Mengerti tata krama atau sopan santun. Bisa ditafsirkan tidak urakan, taat etika dan peraturan, bisa menempatkan diri, menghargai orang yang lebih tua, dan yang sebaya.

•Wasis. Berarti ulet atau memiliki etos kerja. Maknanya, calon pasangan haruslah rajin dan siap bekerja keras demi kemakmuran dan kesejahteraan keluarganya.

Tujuannya pokok dari kriteria bobot adalah memastikan, bahwa Sang calon mempelai pria telah siap meminang mempelai wanita. Artinya sanggup menafkahi, mengasihi, memimpin, mengayomi (melindungi), serta membangun rumah tangga.

3. Bebet

Bebet atau Bebed memiliki asal kata bebedan, atau cara berpakaian. Kebanyakan kita menilai orang lain dari caranya berbusana dan orang Jawa jaman dulu menilai, bahwa cara berpakaian menunjukkan kedudukan dan pangkat seseorang. Kriteria Bebet lebih terkait dengan persoalan status sosial dan ekonomi, atau secara sempit menitikberatkan derajat seseorang dari aspek ekonomi atau harta.

Bebet juga dapat dimaknai sebagai kemadirian, berdikari dan tidak lagi bergantung kepada orang tua. Namun diingatkan, “Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan lan kemareman”. Artinya, janganlah terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

Kesimpulan : Kriteria Bibit berkenaan dengan faktor genetika (DNA dan RNA), atau latar belakang keturunan calon pasangan. Bobot merupakan kualitas pribadi calon pasangan yang mencakup kepribadian, agama dan keimanan, ketrampilan, pendidikan, dan pencapaian lainnya. Sedangkan, Bebet menekankan status, kedududkan, derajat, atau pangkat yang membuat seseorang dihargai di masyarakat, yang kini lebih ditekankan ke aspek harta atau ekonomi dari calon pasangan.

Martabat Manusia

Dalam banyak catatan, mungkin sulit mendapatkan calon pasangan yang sungguh mampu memenuhi kriteria 100%. Realitanya tidak ada manusia yang sempurna. Sebab, setiap manusia memiliki kelemahan atau kekurangan, entah fisik, kepribadian, ataupun yang bersifat materi. Oleh karenanya kita mungkin perlu memasukan kriteria ‘saling-melengkapi’.

Jadi kekurangan satu kriteria pasangan bisa ditutupi oleh pasangannya. Meski demikian perlu ditegaskan, meski setiap manusia punya kekurangan/ kelemahan, tetapi manusia diciptakan Tuhan dengan nilai atau harga yang sama. Itulah yang disebut dengan martabat manusia.

Lalu, dari manakah sumber martabat manusia itu? Sumbernya tak lain adalah cinta kasih Tuhan (bukan piagam hak asasi manusia atau piagam Persatuan Bangsa Bangsa).  Cinta kasih diabstraksikan (disingkat dan dipadatkan) menjadi kemanusiaan yang adil dan beradab, namun ada pula yang memaknai sebagai penghargaan terhadap martabat manusia.

Cinta kasih itu bukan sekedar cinta kepada isteri, cinta kepada anak, cinta kepada sesama, atau makhluk hidup yang ada di alam semesta. Cinta kasih merupakan suatu penghormatan, atau pengakuan terhadap martabat manusia. Oleh karenanya cinta kasih menjadi fondasi dan hukum bagi kehidupan manusia di bumi ini.

Terakhir, Plautus (penulis naskah drama Romawi Kuno) pernah mengatakan, bahwa manusia adalah ‘homo homini socius’, manusia adalah teman bagi sesama manusia dan bukan, ‘homo homini lupus’, serigala bagi sesamanya. Serigala adalah hewan liar alias tak bisa ditundukkan. Serigala merupakan predator (pemangsa) yang sangat ditakuti oleh binatang yang lemah, seperti kambing dan domba.

Namun kodrat manusia bukanlah sebagai predator atau pemangsa seperti serigala, melainkan makhluk yang dicipatakan Tuhan untuk saling menghormati, mengasihi, menolong, melindungi dan membantu yang lemah, dan saling melengkapi atau menutupi kekurangan sesama, terlebih pasangan hidup kita. Intinya aspek cinta kasih Tuhan, yang kita amalkan sebagai cinta kasih kepada sesama manusia perlu mejadi kriteria khusus dalam memilih dan menentukan calon pasangan hidup. Sekian, semoga bermanfaat

 

Komentar