Sabtu, 20 April 2024 | 12:05
OPINI

Kisah Kue ‘O Dat Ding” Atau Odading

Kisah Kue ‘O Dat Ding” Atau Odading
Kue Odading

Nama Kue Odading diserap dari bahasa Belanda “O Dat Ding!”. Konon ada serdadu Belanda yang sudah berhari-hari tidak makan. Akibat kesasar di hutan Priangan petani memberi ia buah.

Ia mengucap syukur karena girang dengan ucapan God Zij Dank sehingga akhirnya buah tersebut diberi nama Gedang (papaya).

Di Bandung ada tempat bernama Cibarengkok kata ini diserap dari nama pemilik sebelumnya. Orang Belanda yang bernama Van Bruinkops lafal Sunda jadi Barengkok.

Sedangkan kata Swan dari bahasa Inggris dalam bahasa Sunda jadi Soang. Begitu juga dongeng lainnya.

Anak dari seorang nyonya Belanda menangis merengek-rengek ingin dibelikan kue yang biasa dibelikan pengasuhnya.

Karena ia tidak tahu nama kue tersebut, ia menyuruh pembantunya mengambil kue yang biasa diberikan kepada anaknya.

Ketika diperlihatkan kepada si Nyonya Belanda. Ia berkomentar dalam bahasa Belanda O Dat Ding (oh barang itu). Maka sejak itu kueh tersebut diberi nama Odading.

Namun hal yang tercantum diatas ini sekedar dongeng. Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Melayu. Bahasa yang telah dicampur aduk dari berbagai macam bahasa Sansekerta, Portugis, Tionghoa, Belanda, Inggris dsb-nya.

Marco Polo adalah orang Eropa pertama yang mendarat di Asia Tenggara. Oleh sebab itu kamus pertama bahasa Melayu adalah kamus bahasa Melayu – Italy. Kamus ini disusun oleh Antonio Pigafetta yang berbangsa Itali pada tahun 1522.

Ketika Mang Ucup pertama kali tiba di Belanda merasa bingung. Kenyataannya kata Keju bukan diserap dari bahasa Belanda Kaas. Begitu juga dengan Mentega bukan diserap dari kata Belanda Boter. Maklum kedua kata tersebut diserap dari bahasa Portugis.

Orang Eropa yang pertama kali memperkenalkan Keju dan Mentega adalah orang Portugis. Dalam bahasa Portugis: keju = queijo, begitu juga dengan mentega = manteiga.

Mereka inilah yang pertama kalinya memperkenalkan budaya barat kepada bangsa Indonesia. Begitu juga dengan kata gereja = igreja, meja = mesa, kemeja = camisa dan sepatu = sapatu.

Bahasa Indonesia juga banyak menyerap kata-kata dari bahasa Tionghoa. Terutama dalam soal pangan seperti mie, bihun, bakpau, bacang, tauco, lobak, pecai, cincau, bakso. Bahkan kata “Sate" juga sebenarnya berasal dari kosa kata bahasa Tionghoa yang berarti "tiga tingkat".

Sedangkan "kecap" dalam bahasa Hokkian "kueciap" ini mengacu kepada saos tomat. Sedangkan "tahu" seperti yang kita kenal di Indonesia dalam bahasa Hokkian disebut "taoyu".

Bahasa Arab masuk pada tataran yang lebih luas terutama dalam bidang iptek dan kemasyarakatan. Lihat saja dalam sistem pemerintahan dikenal kata-kata: wakil, rakyat, majelis, musyawarah, mahkamah, hukum, hakim, wilayah, asas, pasal, ayat, dan lain-lain.

Dalam bidang iptek, di masa kecilnya Mang Ucup masih dipakai istilah ilmu alam, ilmu hayat, ilmu hewan, ilmu ukur, ilmu falak, aljabar, kimia, dan lain-lain. Sebelum akhirnya terdesak dengan biologi, zooologi, goniometri/stereometri, cosmologi, matematika, dan lain-lain.

Maklum Indonesia di jajah oleh Belanda sekitar 350 tahun. Maka dari itu andil paling besar yang paling berpengaruh dalam bahasa Indonesia adalah bahasa Belanda.

Menurut seorang ahli bahasa ada sekitar 5.000 kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Belanda. Namun tidak semua kata-kata lazim dan sering digunakan sebagai bahasa sehari-hari.

Rupanya karena orang Indonesia dahulu sukar mengucapkan lafal huruf W & F. Maka akhirnya dirubah menjadi huruf B. Misanya Waskom menjadi Baskom, Wekker = Beker, Winkel dirubah menjadi Binkel dan akhirnya menjadi Bengkel.

Untuk huruf F dan V diganti dengan P. Misanya Franco = Perangko, Fiets = Piet, Vol = Pol, Divan = Dipan, Vanille = Panili, Versnelling = Persneling, Voorschot = Persekot, Enveloppe = Emplop.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar