Sabtu, 20 April 2024 | 08:14
OPINI

Dari Gubuk Gedek Jadi Hotel Bersejarah

Dari Gubuk Gedek Jadi Hotel Bersejarah
Hotel Homann

Sekitar tahun 1870-an, di seluruh Kota Bandoeng hanya ada tujuh bangunan saja yang didirikan pakai tembok. Salah satunya adalah Hotel Homann. Maklum, pada saat itu Bandong (nama pertama sebelum Bandoeng) masih berupa een kleine berg kampoeng alias desa pegunungan yang kecil.

Hotel Homann yang pernah memiliki predikat sebagai hotel terbesar di Asia Tenggara, dan telah diakui sebagai landmark (identitas) Kota Bandung, pada saat itu masih berupa bangunandari gedek (bilik bambu). Karena namanya juga masih dileuweng (hutan), maka wajar saja apabila belum memiliki resepsionis penyambut tamu yang cantik seperti hotel-hotel pada saat ini.

Resepsionis satu-satunya yang ada di sana pada saat itu adalah seekor burung beo yang bisa mengucapkan kalimat: “Amat! Amat! Ada Tamu. Ujang, Ujang panggil Delman” . Amat adalah nama bellboy dari penginapan tersebut, sedangkan Ujang Kusen adalah teman bermain Sinyo Wiem putra keluarga Homann.

Pada umumnya orang menduga bahwa Hotel Homann itu milik orang Belanda, tetapi kenyataannya milik orang Jerman yang bernama A. Homann yang hijrah ke Bandung pada tahun 1870 dengan modal ala kadarnya alias pas-pasan.

Beberapa tahun kemudian, penginapan Homann berubah menjadi bangunan berdinding setengah tembok dan papan. Selanjutnya, penginapan milik keluarga Eropa ini direnovasi lagi hingga menjadi bangunan berdinding tembok seluruhnya.

Dengan dibukanya jalur kereta api dari Batavia ke Bandung pada 1884, terjadi perubahan besar terhadap kondisi sosial masyarakat di kota ini. Kehidupan pariwisata di Bandung pun semakin marak sejak itu.

Seiring dengan perkembangan tersebut, penginapan Homann akhirnya berkembang maju menjadi hotel besar dan baik. Sejak saat itu pula nama hotel ini diubah menjadi Grand Hotel Homann.

Perlu diketahui pula bahwa pada tahun 1910, nama Hotel Homann sudah ada di panduan wisata dunia: Guide to Preanger Regencies (Weltevreden). Bukan hanya para petinggi dari Belanda saja yang datang bermalam di Homann, bahkan Raja Thailand Chulalongkorn (Rama V) pernah bermalam di sana.

Rama V berkunjung ke Homann pada tahun 1896. Konon ketika Raja Rama V menginap di Homann pernah membuat heboh seluruh personal hotel. Masalahnya, pada malam hari di kamar yang disewa sang raja, tetap kosong dan sepi.

Ternyata sang raja malah pergi menyepi semalaman ke Curug Dago untuk mandi dan bersemedi di sana. Maklum, Curug Dago terkenal sebagai tempat yang sakral.

Kejadian lainnya yang membuat heboh personel Hotel Homann yaitu pada saat kehadiran Paduka Yang Mulia Sunan Solo, Paku Buwono X yang terkenal juga dengan nama Waskita Sakti Mandraguna. Pada saat itu, banyak penduduk Bandung terutama yang dari keturunan Jawa berdatangan dan duduk bersila semalam suntuk di atas trotoar hotel sambil memandangi balkon untuk ngalap berkah dari sang Sunan.

Beliau tidur di kamar 244. Kamar ini pula yang di kemudian hari selalu menjadi kamar pilihan apabila Presiden Soekarno bermalam di Homann. Bintang komedian Charlie Chaplin, bersama Mary Pickford, yang juga aktris tenar pada masanya pernah juga menjadi tamu di Hotel Homann.

Pada era ini, Hotel Homann dikelola oleh Fr JA van Es, seorang pakar perhotelan yang sebelumnya memiliki pengalaman mengelola Hotel Des Indes di Batavia. Di bawah pengelolaan Van Es, bangunan Hotel Homann diperluas dan dimodernisasi menjadi salah satu hotel paling terkemuka di Asia Tenggara. Renovasi besar-besaran yang dimulai sejak Februari 1937 ini melibatkan dua orang arsitek Belanda, yakni AF. Aalbers dan R. de Waal.

Sejak saat itu hingga kini, hotel tersebut memiliki warna luar abu-abu. Gedung baru yang kemudian dibangun diberi nama Savoy mengingatkan nama sebuah istana di Italia ataupun London Savoy Hotel. Tatkala peresmian Savoy Homann, van Es menyatakan: “Let Savoy Homann the second no one in the Far East” Biarlah Hotel Savoy Homann menjadi hotel kedua di Timur Jauh, tanpa ada yang lebih mengungguli.

Pada era pendudukan Jepang, Savoy Homann sempat menjadi asrama bagi para opsir Jepang. Pada tahun 1945, hotel ini diserahkan kepada Belanda dan difungsikan sebagai gedung Palang Merah Internasional. Semasa Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955, hotel ini menampung sejumlah tamu penting seperti Perdana Menteri Nehru dari India yang bermalam di kamar 144, dan Perdana Menteri Birma U Nu di kamar 344. Selain itu, Savoy Homann memiliki History Wall, yakni dinding yang memajang foto-foto KAA 1955 dan peringatan 50 tahun KAA pada 2005 lalu.

Pada masa remajanya Mang Ucup, hampir setiap weekend nongkrong di Hotel Savoy Homann untuk berdansa-ria di sana, sebab setiap weekend selalu ada live band yang memainkan lagu-lagu favorit kesenangan Mang Ucup. Setelah bernaung di bawah grup Bidakara pada bulan Januari 2000, nama Hotel Savoy Homann diubah menjadi “Savoy Homann Bidakara Hotel”.

Sebagai catatan penting, cerita di atas ini dituliskan berdasarkan catatan sejarah langsung dari keluarga A. Homann. Jadi, mengenai kisah burung beo dan sebagainya itu bukanlah sekadar khayalan ataupun hasil rekayasa dari Mang Ucup.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar