Tiga Nyawa Melayang, Isu Dialihkan: Polri Bagai Dibunuh Dua Kali

Oleh: Wianda Tika, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University
ASKARA - Kasus penembakan tiga anggota Polri oleh oknum TNI di Way Kanan, Lampung, pada 17 Maret 2025, menjadi sorotan utama publik. Peristiwa tragis ini seharusnya mendapat perhatian dan penyelesaian hukum yang tegas. Namun sayangnya, alih-alih mengedepankan transparansi dan keadilan, isu ini justru digiring ke arah yang mengaburkan fakta utama.
Pernyataan Kepala Penerangan Kodam II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, yang menyebut adanya permintaan dana dari Kapolsek Negara Batin kepada oknum TNI, telah menggeser fokus publik. Isu tersebut dengan cepat menyebar di media sosial, meskipun hingga kini belum ada bukti valid yang menguatkan klaim tersebut. Informasi yang beredar lebih banyak bersifat spekulatif daripada berdasarkan fakta hukum.
Pergulatan antara Fakta dan Spekulasi
Fakta utama dalam kasus ini adalah hilangnya nyawa tiga anggota kepolisian akibat tindakan kriminal oleh oknum TNI. Namun, dengan munculnya isu aliran dana, fokus publik mulai terpecah. Tindakan penembakan seolah tertutupi oleh perdebatan mengenai isu lain yang belum jelas kebenarannya.
Fenomena ini menunjukkan betapa mudahnya sebuah kasus serius dikaburkan oleh narasi baru yang tak berdasar. Dalam kondisi seperti ini, sangat penting bagi masyarakat untuk bersikap kritis dan tidak terjebak dalam opini yang tidak memiliki pijakan yang jelas.
Lebih mengherankan lagi, pernyataan yang dikeluarkan pihak TNI justru terkesan menyudutkan institusinya sendiri—yang seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum dan kedisiplinan.
"Informasi dari sejumlah media sosial mengenai adanya setoran uang sabung ayam dari pihak TNI kepada kepolisian itu benar. Tetapi, berapa besar nilainya belum tahu pasti. Itu masih didalami oleh tim investigasi, termasuk siapa saja yang menerima setoran tersebut yang diyakini ada beberapa oknum menerimanya,” ujar Kepala Penerangan Kodam II/Sriwijaya.
Pernyataan ini justru membuka pertanyaan baru: apakah praktik perjudian memang sudah berlangsung lama dan melibatkan aparat? Jika iya, mengapa baru sekarang diungkap, dan itu pun setelah terjadinya penembakan?
Narasi yang Memperkeruh
Mengalihkan isu ke dugaan permintaan dana tanpa bukti kuat hanya akan melahirkan spekulasi liar dan memperkeruh suasana. Framing yang berkembang di media sosial sangat memprihatinkan: tiga nyawa melayang, namun yang lebih banyak dibahas adalah isu aliran dana yang belum tentu benar.
Kemanusiaan seharusnya menjadi prioritas. Dugaan suap memang perlu diselidiki lebih lanjut, namun jangan sampai hal itu menutupi tragedi utama yang terjadi. Tidak ada hal yang bisa menggantikan nyawa manusia.
Ironisnya, proses hukum terhadap pelaku juga berjalan lambat. Status pelaku yang awalnya hanya saksi baru berubah menjadi tersangka setelah tekanan publik. Hal ini menimbulkan kecurigaan: apakah ada upaya melindungi pelaku hanya karena berasal dari institusi tertentu?
Keadilan yang lambat adalah bentuk lain dari ketidakadilan. Narasi tak berdasar yang lebih mendapat perhatian ketimbang perjuangan keluarga korban adalah bentuk nyata dari ketimpangan dalam penegakan hukum.
Peran Media dan Masyarakat
Media massa memiliki peran penting. Alih-alih memburu isu viral yang belum terbukti, media harus menjadi garda terdepan dalam menyuarakan keadilan dan kemanusiaan. Masyarakat juga harus bijak dan kritis dalam menyerap informasi, tidak mudah terbawa arus opini tanpa dasar.
Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar dan transparan. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus segera mengusut tuntas kasus ini secara adil dan terbuka. Pelaku harus diproses sesuai hukum, dan keluarga korban harus mendapat keadilan yang sepadan.
Jika ada oknum lain yang terlibat dalam praktik perjudian atau aliran dana ilegal, mereka juga harus diusut tanpa pandang bulu. Kepercayaan publik terhadap Polri dan TNI akan sangat bergantung pada penanganan kasus ini.
Suara untuk Kemanusiaan
Keadilan tidak boleh memilih seragam. Tidak ada nyawa yang layak dikorbankan hanya karena konflik antarlembaga atau upaya menutupi kebenaran. Kepercayaan publik terhadap institusi negara sedang diuji. Jika kasus ini tidak ditangani secara serius dan transparan, luka kepercayaan itu akan semakin dalam.
Kasus ini bukan semata soal konflik dua institusi negara. Ini tentang nyawa yang melayang dalam tugas, tentang keluarga yang kehilangan, dan tentang rasa aman masyarakat terhadap aparat. Sudah seharusnya keadilan menjadi prioritas utama.
Jangan biarkan kebenaran terkubur oleh framing yang tidak bertanggung jawab.
Komentar