Senin, 28 April 2025 | 12:06
NEWS

Azas Tigor Nainggolan: Subsidi KRL Berdasarkan NIK Bertentangan dengan Misi Mengurangi Kemacetan

Azas Tigor Nainggolan: Subsidi KRL Berdasarkan NIK Bertentangan dengan Misi Mengurangi Kemacetan
Komuter line (Dok Pixabay)

ASKARA - Kemacetan di Jakarta masih menjadi masalah besar yang belum terselesaikan hingga saat ini. Tingginya penggunaan kendaraan bermotor pribadi menjadi salah satu penyebab utama, di mana akses ke transportasi umum yang terbatas turut memperburuk situasi. Data menunjukkan bahwa kerugian akibat kemacetan di Jakarta dan sekitarnya mencapai sekitar Rp 180 triliun per tahun, dan angka ini telah berlangsung lebih dari satu dekade.

Dalam upaya memberikan solusi, pemerintah mewacanakan pemberian subsidi untuk layanan KRL Jabodetabek berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kebijakan ini bertujuan agar subsidi hanya diberikan kepada masyarakat miskin yang teridentifikasi melalui data NIK mereka. Sementara itu, pengguna KRL dari kalangan yang dianggap mampu harus membayar tarif tanpa subsidi.

Namun, Analis Kebijakan Transportasi dari FAKTA Indonesia, Azas Tigor Nainggolan, menilai bahwa penerapan subsidi berdasarkan NIK ini berpotensi merusak misi utama dalam mengurangi kemacetan. "Penerapan subsidi berdasarkan NIK ini jelas bertentangan dengan prinsip untuk memindahkan pengguna kendaraan bermotor pribadi ke transportasi publik massal," ungkap Tigor, Jumat (13/9).

Menurutnya, mayoritas pengguna kendaraan pribadi berasal dari kalangan yang dianggap mampu, dan mereka seharusnya mendapatkan insentif untuk beralih ke transportasi umum.

Tigor juga menjelaskan, kebijakan ini justru bisa membuat pengguna KRL yang tidak menerima subsidi merasa terbebani dengan tarif yang lebih mahal.

“Mereka yang dianggap mampu akan merasa lebih murah kembali menggunakan kendaraan pribadinya ketimbang membayar tarif KRL tanpa subsidi,” katanya.

Kondisi ini bisa memicu peningkatan jumlah kendaraan pribadi di jalan. Selain itu, ia menegaskan bahwa kebijakan ini dapat merusak upaya pengurangan kemacetan yang sudah berjalan selama ini.

"Jika pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini, pengguna kendaraan pribadi akan bertambah, dan kemacetan di Jakarta semakin parah," tambahnya.

Dampaknya, bukan hanya kemacetan yang semakin buruk, tetapi juga biaya sosial dan ekonomi yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, Azas Tigor Nainggolan mengimbau agar pemerintah segera mengevaluasi rencana ini. Ia menekankan bahwa kebijakan subsidi KRL yang berbasis NIK sebaiknya dibatalkan demi memastikan upaya pengalihan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum berjalan efektif.

 

 

Komentar