Sabtu, 20 April 2024 | 20:59
OPINI

Who Is The Real Mang Ucup? (Bag.10)

Pertama Kali Bertemu Tuhan Saat di Bui

Pertama Kali Bertemu Tuhan Saat di Bui
Ilustrasi penjara

Artikel ini dipersembahkan untuk saudara Ign Rudy Wu.

Saya masih ingat ketika saya lagi kecil apabila saya merasa ketakutan, karena di luar gelap gulita dan kebenaran hujan deras di iringi oleh bunyi petir, Emak Ani selalu memeluk saya. Dalam pelukannya saya merasa nyaman, terlindungi, tentram dan damai. Sambil membelai-belai kepala saya, Mak Anie selalu menyanyikan lagu: "What A Friend We Have In Jesus”.

Mak Anie berkata kita tidak perlu takut, karena kita mempunyai sahabat yang setia. Dia akan yang selalu bersedia untuk melindungi dan membantu kita entah dalam keadaan apapun juga. Mak Anie sering menyanyikan juga lagu tersebut. Apabila Mak Anie sendiri sedang menghadapi problem atau lagi kesepian, karena ditinggal oleh ayah. Sekarang dalam keadaan takut dan kesepian seorang diri. Seakan-akan terdengar kembali secara sayup-sayup suara lembut dari Mak Anie. Ketika ia lagi menyanyikan lagu: "Yesus Sahabat Sejati (What we have a friend in Jesus)".

Saya sendiri tidak pernah menyanyikannya, tetapi saya hafal akan melodi dan beberapa dari teks lagu tersebut, yang bunyinya sebagai berikut: What a friend we have in Jesus Have we trials and temptations? Is there trouble anywhere? We should ever be discouraged; Take it to the Lord in prayer.Yesus sahabat sejati I Kalau datang percobaan, kesukaran dan duka I Jangan putus harapkan, serahkanlah dalam doa.

Tanpa saya sadar, berlinang air mata saya keluar. Entah kenapa walaupun usia saya saat itu sudah hampir setengah abad. Rasanya saya masih sangat mendambakan sekali kembali belaian kasih sayang dari Mak Anie. Cobalah renungkan apakah terkadang kita teringat dan mendambakan kembali belaian kasihnya Bunda kita?

Sambil menangis saya mulai berlutut. Puluhan tahun sudah saya tidak pernah berlutut untuk Tuhan, tetapi kenapa saya sekarang mau berlutut kepada-Nya? Mungkin, karena di dorong oleh rasa takut dan kesepian seorang diri di dalam sel yang kotor, gelap, dingin dan lembab. Mungkin juga karena baru sekarang inilah saya merasakan betapa lemahnya diri saya. Sebelumnya saya merasa selalu kuat dan tabah menghadapi segala macam cobaan maupun tempaan hidup, tetapi kenapa sekarang menjadi lemah?

Entahlah, saya sendiri tidak bisa menjawabnya! Setelah sekian puluh tahun saya jauh dari Tuhan baru sekarang inilah saya mulai berusaha untuk berdoa lagi. Namun tidak tahu bagaimana caranya. Saya berlutut dihadapan hadirat-Nya di dampingi oleh Jeger Hideung seorang Pembunuh dan Maling.

Sambil berlinangan air mata saya keluar, dengan suara yang serak. Saya berusaha untuk mencoba menyanyikan lagu."What a friend we have in Jesus" suara perlahan. Namun saya tidak hafal kata-katanya. Maka saya hanya bisa mengulang-ngulang bait pertama yang sama, yang saya hafal saat itu.

Entah berapa lama saya berdoa dan menangis, setelah itu saya melihat ke langit melalui tralis jendela sel tempat dimana saya di tahan. Saya melihat bintang di langit. Mungkin ini rasanya bintang tersebut kelihatan jauh lebih terang daripada biasanya. Memang harus diakui bahwa bintang akan kelihatan jauh lebih terang, apabila langit lebih gelap. Begitu pula dalam keadaan kegelapan kehidupan saya inilah baru saya bisa merasakan terang-Nya Tuhan! Maklum pada saat saya dalam keadaan senang dan memiliki duit yang berlimpah ruah, saya tidak butuh Tuhan, bahkan terpikirpun tidak !

Namun sekarang di dalam sel di belakang teralis. Dibelakang tembok penjara yang tebal, dimana tidak seorang pun yang bisa masuk untuk menghibur saya. Terkecuali Tuhan, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan ini. Rasa takut dan rasa kesepian saya mulai pudar sedikit demi sedikit. Tidak ada tembok yang bagaimana tebalnya sekalipun juga, tidak ada tralis yang kuatnya sekalipun yang bisa memisahkan kasih Tuhan dari umat-Nya.

Mulai saat itulah, saya mulai belajar berdoa kepada Tuhan setiap hari. Dan memang benar apabila saya merasa takut dan merasa kesepian. Obat satu-satunya ialah berdoa dan menyanyikan lagu tersebut. Lagu inilah yang membantu saya untuk bisa tabah menghadapi rasa takut saya di dalam bui. Dengan perantaraan lagu inilah yang memberikan keyakinan kepada saya bahwa kita benar-benar mempunyai seorang sahabat sejati.

Bagi mereka yang ingin mengetahui, bagaimana melodi dari lagu “What we have a friend in Jesus” ini silahkan dengar lagi Ibu Pertiwi dimana melodinya diadopsi dari lagu ini. Bagi saya ini merupakan satu mukjizat! Mukjizat bukannya hanya berarti kesembuhan dari penyakit Kanker Stadium 4 ataupun mendadak menang hadiah sayembara satu juta dollar AS. Melainkan dimana Tuhan telah menemukan kembali domba-Nya yang terhilang.

Pada saat saya berada dalam bui, tidak ada pembimbing agama yang mampu mengkhotbahi saya. Maklum mana ada Pendeta di bui. Teman dalam satu sel saya hanya Maling dan Pembunuh saja. Namun anehnya si Jeger Hideung sang pembunuh yang memiliki badan dan penampilan seperti Mike Tyson inilah yang akhirnya bisa memberikan kasih sayang yabg tulus tanpa pamrih.

Bagi saya Tuhan telah mengirimkan seorang Malaikat dalam bentuk seorang Killer untuk melindungi bahkan menghibur saya saat itu. Disamping itu juga memberikan kepada saya perasaan kasih sayang kepada Mang Ucup bak seorang ibu yang mengasihi anaknya. Cobalah anda renungkan pada saat kita jatuh. Kebanyakan orang akan menjauhi diri kita. Kita ini di anggap bukan hanya sebagai sampah saja, bahkan sebagai penderita penyakit corona dan kusta yang menular, yang harus di jauhi dan dihindari. Namun kebalikannya pada saat kita bergelimang dalam uang rasanya ribuan orang yang ingin berkawan dengan saya. Bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun mengaku sebagai kerabat keluarga sendiri. Tetapi kebalikannya pada saat kita jatuh, kita merasa menjadi sebagai orang yang terhina.

Hal inilah yang dialami oleh diri saya sendiri. Walaupun demikian saya merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Maklum dari pengalaman masuk bui inilah akhirnya saya bisa menemukan Tuhan. Bagi saya ini merupakan satu mukjizat yang tak terhingga. Disamping itu bukan hanya sekedar bisa menemukan Tuhan saja, tetapi saya juga menjadi sadar sepenuhnya bahwa saya ini orang berdosa, bahkan seorang napi!

Seorang berdosa tidak kelihatan dosanya, namum sebagai seorang napi noda hitam ini tidak akan bisa di hapus lagi sampai ke liang lahat. Mang Ucup mohon maaf kepada saudara-saudara lainnya, apabila tulisan ini terkesan sebagai dakwah. Melainkan hanya sekedar dongeng mengenai kisah pengalaman hidupnya Mang Ucup.

Kepada para friends di FB setelah anda mengetahui bahwa Mang Ucup itu seorang napi. Mungkin ada yang merasa malu mempunyai friend seperti Mang Ucup silahkan segera dirubah saja status saya menjadi unfriend. Untuk ini saya bisa memaklumi sepenuhnya. Begitu juga kepada moderator di Group, apabila anda merasa kurang nyaman akan keberadaan Mang Ucup di Group ini silahkan di banded saja. Semoga kisah hidup Mang Ucup ini tidak membosankan pembacanya ataupun membuat pembacanya menjadi muak karenanya.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar