Sabtu, 20 April 2024 | 05:27
OPINI

Who Is The Real Mang Ucup? (Bag. 8)

Antara si Otong Sang Maling Sandal Jepit dan JR "Raja Komputer"

Antara si Otong Sang Maling Sandal Jepit dan JR
Ilustrasi

Apakah anda tahu bahwa kata Gusti, Tuhan dan Allah itu haram untuk disebut di dalam penjara? Karena penjara itu bukanlah rumah Tuhan.

JR berada dalam satu sel dengan si Otong (bukan nama sebenarnya). Ia di tangkap karena mencuri "sandal jepit" di Masjid. Apakah anda bisa membayangkan bagaimana perasaan saya pada saat tersebut.

Baru saja beberapa bulan yang lampau saya di nobatkan sebagai "Raja Komputer". Bahkan beberapa menit sebelumnya saya sedang makan bersama dengan seorang Dirjen. Namun dalam jangka waktu sekejap saja semuanya telah berbalik 180 derajat.

Tadi di Hilton sekarang di bui. Tadi bersama dengan Dirjen sekarang dengan maling sendal jepit. Apakah ini bukannya hal yang sangat menyedihkan? Mungkin, inilah yang dibilang ironi kehidupan. Saya merasa lapar, karena seharian belum makan. Beruntung beberapa menit kemudian kami diberi makan, tetapi setelah dibagi makanan tersebut. Nafsu makan bahkan rasa lapar saya hilang seketika itu juga. Kenapa?

Yang disebut piring, kenyataannya sudah tidak berbentuk piring lagi, karena piring makan tersebut terbuat dari kaleng. Selain kotor juga sudah karatan. Nasi yang diberikan selain sudah bau, warnanya juga kehijau-hijauan seperti penuh lendir.

Nasi tersebut dicampur dengan semacam sop sayuran yang bau dan yang lebih mirip dengan air got. Entah airnya yang sudah busuk entah sayurannya. Saya tidak tahan melihat dan mencium bau makanan tersebut sehingga tanpa bisa ditahan lagi saya muntah. Jangankan untuk manusia untuk Anjing sekalipun rasanya sudah tidak layak lagi untuk diberikan.

Namun setelah puasa sehari, akhirnya karena lapar dengan terpaksa saya makan juga makanan tersebut. Apa bedanya antara si Otong sang Maling sandal jepit dengan JR tidak ada. Satu-satunya yang membedakan kami adalah nasib yang saya alami, jauh lebih baik daripada nasib dia. Bahkan di dalam Sel itu kami semuanya sama ialah sama-sama NAPI tidak ada bedanya antara satu dengan yang lain!

Terkadang saya mendapatkan kiriman makanan. Nasi yang hanya sebungkus sekalipun, saya bagi dengan delapan rekan-rekan lainnya. Mereka bukan hanya sekedar sobat saja; mereka adalah saudara sependeritaan dengan saya. Pada saat makan siang tadi Hilton dilayani oleh waitress yang ramah, sekarang di bui di bentak! Di Hilton makanannya berlimpah ruah, sekarang hanya terdiri dari nasi dan sayuran yang sudah busuk dan bau.

Disinilah saya mulai sadar akan kesombongan maupun keangkuhan saya sebelumnya. Begitu sombong dan angkuhnya JR sehingga kalau sehari saja tidak makan di hotel bintang lima rasanya seperti ada yang kurang. Tapi sekarang di bui, saya mendambakan makanan dari abang becak. Walaupun mungkin hanya santapan sederhana dengan tahu dan tempe sekalipun. Tapi jauh lebih bersih dan layak daripada makanan di bui. Tak pernah terbayang di alam pikiran saya bahwa saya akan mengalami hidup seperti ini. Satu pelajaran yang sangat berharga sekali bagi saya.

Tengah malam saya dibangunkan, oleh bunyi deritan pintu teralis besi berat. Si Otong di tendang untuk dibangunkan dari tidurnya. Ia dibawa entah keruang mana. Beberapa saat kemudian saya mendengar jeritan, jeritan kesakitan, suaranya di campur aduk dengan bunyi pukulan dan tendangan sepatu. Ia mengaduh-aduh karena kesakitan dan berkali-kali ia memohon: "Ampun, Pak, Ampun, aduuu.uuuuh, ampun, ampun Gusti..."

Perkataan "Gusti" yang diucapkan oleh si Otong membuat oknum polisi tersebut menjadi semakin ganas dan bertambah sadis."Apa kamu berani menggunakan dan memanggil nama "Gusti"! Si Otong langsung di hajar lagi. Rupanya kalau di penjara kita tidak boleh mengucapkan perkataan "Tuhan", "Allah" maupun "Gusti". Di bui, kata yang sedemikian indahnya tersebut menjadi kata yang tidak patut dinyatakan dan haram untuk diucapkan.

Saya tidak tahan mendengar jeritan dan lengkingan suara si Otong terus menerus, saya berusaha untuk menutup telinga saya, tetapi toh tetap terdengar juga. Akhirnya terdengar suara orang jatuh, rupanya si Otong jatuh pingsan, karena di gebukin terus-menerus. Beberapa saat kemudian rupanya si Otong telah siuman kembali.

Tiba-tiba suara polisi tersebut; seakan-akan berubah nadanya menjadi lembut dan manis, sambil menawarkan: "Kamu haus? Kamu mau minum Fanta?". Entah di dorong oleh rasa takut, atau entah karena ia benar-benar haus, si Otong menjawab: "Ya, pak, terima kasih!" Saya mendengar seperti suara seperti orang muntah dan suara bentakan: "Hayo habiskan!".

Setelah si Otong balik kembali ke sel baru saya tahu bahwa ia telah dipaksa untuk minum air kencing. Karena warnanya yang kuning inilah sehingga disebut minuman Fanta! Bunyi suara orang di siksa dan di gebukin di penjara, sudah merupakan seperti suara rutin setiap malam. Seperti Warta Berita di RRI.

Mereka di siksa dengan berbagai macam cara, mulai di tendang dan di pukul dengan tangan, s/d di bakar oleh rokok maupun di strom. Strom kabel dililitkan ke alat kelamin, setelah itu arus listrik (strom) baru di salurkan. Ah anda tidak bisa membayangkan betapa nyeri dan sakitnya perasaan tersebut.

Apabila malam tiba, rasa takut pun tiba kembali ! Apalagi kalau sudah mendengar bunyi dari deritan pintu sel tralis besi di buka, "rrriiiii....iiiiittt". Rasanya hati seperti turut di tusuk, karena rasa takut mencekam di hati dan perasaan kami. Siksaan apa lagi yang akan diberikan kepada kami pada malam hari ini? Siapa lagi yang akan mendapatkan giliran pada malam hari ini? Bahkan kadang-kadang baru saja mendengar bunyi sepatu boot polisi yang mendatangi sel kami. Si Otong sudah kencing di celana karena ketakutan. Ia merasa ketakutan disiksa lagi! Rasa iba saya kepada si Otong sepuluh kali jauh lebih besar daripada rasa takut saya.

Saya pernah mengutarakan bahwa saya rela dan bersedia untuk mengganti seluruh kerugian dari orang tersebut. Bahkan saya rela dan ikhlas untuk mengganti sendal jepit tersebut dengan sepatu Bally, asal si Otong bisa dibebaskan. Dan ini bukan hanya sekedar sepatu Bally biasa, melainkan sepatu Bally dari kulit burung Kasuari dimana harganya sekitar 3.000 dollar AS. Namun jawabannya hanya bogem mentah alias pukulan yang saya terima, karena kesan mereka saya ini sombong dan ingin mencampuri urusan yang bukan urusan saya pribadi.

Pada suatu malam si Otong di ambil lagi dari sel, entah kenapa timbul pula rasa takut di dalam hati saya. Saya merasa takut, dan kesepian. Bahkan tubuh saya sampai menggigil gemetar oleh rasa takut. Perasaan ini mungkin timbul, karena hampir setiap hari saya mendengar jeritan orang yang disiksa. Rasa takut inilah yang pertama kali saya rasakan di dalam kehidupan saya. Saya takut bukan untuk diri saya sendiri, melainkan untuk si Otong. Entahlah!

Mang Ucup mendapatkan kiriman surat pendek dari Ema Anie (bunda). Isi surat tersebut hanya terdiri dari tiga kalimat saja. Namun telah membuat saya jadi guncang! Bahkan merasakan rasa sedih yang tiada taranya.

Apakah isi surat pendek dari Ema Anie yang begitu mengguncangkan hidupnya mang Ucup? Kenapa surat yg terdiri hanya dari tiga kalimat saja, bisa membuat mang Ucup merasakan sedih yang tiada taranya! Bacalah sambungannya!

PS:

Perlu saya tekankan disini apa yang saya alami di atas ini terjadi 40 tahun yang lampau.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar