Kamis, 25 April 2024 | 05:27
OPINI

Kisah Pilu Di Hari Terakhirnya Bung Karno (Bag. 2 / 3)

Kisah Pilu Di Hari Terakhirnya Bung Karno (Bag. 2 / 3)
Narasumber Bung Karno dari Sahabat Saya Langsung, Maulwi Saelan (Kepala Ajudan Soekarno) dan Sudomo (mantan Pangkopkamtib)

Ketika salah seorang putrinya hendak menikah, dengan rasa malu dan terpaksa. Ia mohon bantuan dari salah seorang istrinya Yurike Sanger untuk mencarikan utangan Rp 2 juta. Maklum Sukarno tidak ingin distempel sebagai ayah yang gagal!

Yurike melihat Sukarno tanpa bisa ditahan lagi ia menangis dengan sangat pilu. Karena perbedaan nyata antara Sukarno sebelumnya yang gagah dan sekarang. Seorang tua renta dengan kaos oblong kumuh dan sandal usang. Orang tua dengan mata yang bengkak-bengkak dan kurus tak terurus.

Soeharto mendengar bahwa Bung Karno masih sering jalan keluar rumah yang menimbulkan rasa takut dan bencinya. Hal inilah yang mendorong bung Karno untuk diasingkan ke Wisma Yaso. Wisma yang jorok, bau, kotor dan tidak terawat. Bahkan apabila Bung Karno ingin jalan keluar sejenak saja. Langsung dihardik Maklum ia tidak boleh keluar dari ruangan!

Bayangkan saja seekor hewan saja masih diperkenankan untuk keluar sejenak. Nasibnya beliau ada jauh lebih buruk dan lebih mengenaskan daripada ketika menjadi tawanan Belanda di Bangka. Hal yang membuat ia menjadi sangat sedih bukannya karena penderitaan fisik. Namun perasaan menjadi tawanan oleh bangsa dan rakyatnya sendiri.

Sukarno menderita penyakit ginjal. Ginjal kirinya sudah tidak berfungsi sama sekali. Sedangkan ginjal kanan hanya berfungsi 25 persen. Selain itu ada penyempitan pembuluhan darah jantung. Ketika di rontgen ditemukan tulang rusuk yang retak. Ditambah lagi dengan radang sendi di bagian tangan dan pinggulnya.

Walaupun Sukarno sudah sakit parah. Boro-boro dibantu dengan alat pencucian darah. Beberapa butir sisa obat-obatan yang ia dimilikinya pun, diperintahkan harus segera dibuang. Dimana akhirnya beliau tidak memiliki obat sama sekali. Dokter yang biasa merawatnya pun telah diganti dengan seorang Dr. Hewan !

Maka tidaklah heran, di hari-hari terakhirnya Bung Karno seringkali berteriak kesakitan: “Sakit…ya Allah, Sakit sekali….” Bahkan tentara yang berjaga di depan kamarnya turut merasa iba. Namun atas perintah pimpinannya. Ia dilarang masuk !

Maka dari itulah, apabila teriakan dan gerangan rasa sakit yang sangat memilkukan hati ini terdengar. Sang Penjaga hanya bisa turut berdoa dalam hati, sambil menurunkan air matanya yang berlinang.

Pada saat beliau sedang menderita kesakitan maupun kesepian ini, teringat olehnya ibunda beliau, bunda Ida Ayu Nyoman Rai yang telah membesarkan beliau dengan penuh rasa kasih entah dalam keadaan apapun juga.

Hal yang serupa pernah saya alami sendiri, ketika saya berada dalam keadaan yang paling terpuruk seorang diri, entah kenapa saya teringat kepada Mak Anie (bunda Mang Ucup), karena saya yakin: “Di doa ibuku namaku disebut”.

Bersambung

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar