Rabu, 24 April 2024 | 17:55
NEWS

Amnesty International Indonesia Minta Polisi Hentikan Tindakan Represif

Amnesty International Indonesia Minta Polisi Hentikan Tindakan Represif
Sejumlah aparat kepolisian mengamankan aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Monas, Jakarta Pusat. (Askara/Dhika Alam Noor)

ASKARA - Amnesty International Indonesia mendesak pihak kepolisian menghentikan penggunaan kekuatan berlebih dalam menghadapi para pengunjuk rasa. 

Pihak berwenang Indonesia harus memastikan terwujudnya penghormatan penuh atas mulai meluasnya demonstrasi menyikapi pengesahan UU Omnibus Cipta Kerja.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, demontrasi merupakan pelaksanaan hak asasi manusia atas kemerdekaan berekspresi dan berkumpul secara damai. 

Pihak berwenang harus memperbolehkan setiap warga masyarakat, baik buruh, petani maupun mahasiswa dan pelajar Indonesia untuk berdemonstrasi secara bebas dan damai. 

"Aparat keamanan harus menahan diri untuk menggunakan kekuatan yang tidak perlu, berlebihan atau eksesif, apalagi jika sampai mengintimidasi demonstran," kata Usman Hamid, Kamis malam (8/10).

Amnesty International Indonesia menilai gas air mata, seperti senjata yang tidak mematikan lainnya, yaitu peluru karet, bisa menyebabkan cedera serius, dan beberapa kejadian, menyebabkan kematian. 

Ketika senjata semacam itu digunakan, harus sesuai dengan prinsip legalitas, prinsip keperluan dan prinsip proporsionalitas.

Berdasarkan laporan dari sejumlah lembaga bantuan hukum di berbagai kota, ratusan pengunjuk rasa ditangkap dan ditahan oleh aparat kepolisian. 

Di Serang, Banten, 14 orang ditahan. Kuasa hukum mengatakan bahwa pihak mereka kesulitan mengakses korban untuk memberikan pendampingan hukum.

Di kota yang sama pula, seorang mahasiswa Universitas Negeri Islam mengaku sempat mengalami sesak nafas setelah ditangkap dan diintimidasi polisi. 

Tiga mahasiswa lainnya sempat dibawa ke rumah sakit setelah terkena lontaran gas air mata. Seorang di antaranya bahkan mengalami gegar otak.

Di Semarang, Jawa Tengah, 50 pengunjuk rasa sempat ditangkap, dipaksa membuka baju dan dikumpulkan di kantor Gubernur. 

Laporan lembaga bantuan hukum setempat kepada Amnesty mengatakan bahwa para pengunjuk rasa ini dipukul dan ditangkap secara paksa.

Di Bandung, Jawa Barat, 75 orang ditangkap pada tanggal 7 Oktober. Di Minahasa, Sulawesi Utara, 17 pengunjuk rasa juga sempat ditahan walau kini telah dibebaskan.

"Aparat keamanan berkewajiban untuk menghormati hak untuk mengemukakan pendapat secara damai dan, bahkan jika kekerasan terjadi, hanya sedikit kekuatan yang perlu digunakan mengatasinya," cetus Usman.

 

Komentar