Jumat, 26 April 2024 | 19:55
NEWS

Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Kritik Penerapan Ganjil Genap, Ini Alasannya

Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Kritik Penerapan Ganjil Genap, Ini Alasannya
Ilustrasi ganjil genap (Dok Sindonews.com)

ASKARA - Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya mempertanyakan alasan Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta menerapkan aturan pembatasan kendaraan ganjil genap, Senin (3/8).

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho mengatakan, penyelesaian kemacetan di Jakarta selama masa PSBB transisi I dan II harus berangkat dari akar masalahnya.

"Pemberlakuan ganjil genap di tengah kenaikan angka Covid-19 yang terus naik di Jakarta merupakan keputusan yang tergesa-gesa dan tidak memiliki perspektif utuh tentang kebencanaan,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/8).

Pihaknya menengarai, tingginya angka pelaju dari wilayah penyangga Jakarta menyebabkan kemacetan di jam-jam sibuk dan penumpukan penumpang di transportasi publik. 

Khususnya Commuter Line yang disebabkan ketidakpatuhan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD juga perusahaan swasta dalam membatasi jumlah pegawainya yang harus masuk bekerja.

Memberlakukan ganjil genap tanpa didahului melakukan pengawasan dan penindakan terhadap instansi, lembaga dan perusahaan yang melanggar hanya mengalihkan para pelaju dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik.

"Kebijakan Dishub DKI yang memberlakukan ganjil genap pada hari ini jelas mendorong munculnya cluster transmisi Covid-19 ke transportasi publik," ungkap Teguh.

Dishub juga tidak tanggung-tanggung mewacanakan pemberlakukan ganjil genap tersebut mungkin saja diberlakukan 24 jam dan melibatkan pengguna kendaraan roda dua. 

"Kalau itu sampai terjadi sementara pengawasan dan penegakan aturan pembatasan kerja karyawan belum menunjukan hasil yang memadai, maka yang akan terjadi adalah penumpukan penumpang mengular di stasiun-stasiun Commuter Line," cetusnya. 

Ombudsman Jakarta Raya meyakini, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19 di Commuter Line. 

"Jujur saja, saat ini hanya Commuter Line yang masih mampu mengangkut pelaju dalam jumlah besar, angkutan lain seperti bus sudah tidak mungkin diandalkan," imbuhnya.  

Menurut Ombudsman, masalah utama dalam kepadatan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya adalah tingginya jumlah pelaju yang berangkat dan pulang dari tempat kerja. 

"Kami memperkirakan dengan total penggabungan angka pelaju pengguna Commuter Line, kendaraan pribadi roda empat dan roda dua, jumlah warga yang berangkat dan pulang dari tempat kerjanya diatas angka 75 persen," terang Teguh. 

Maka itu, yang harus dibatasi adalah jumlah pelaju yang berangkat dan pulang kerja ke Jakarta. 

"Itu hanya mungkin dilakukan jika Pemprov secara tegas membatasi jumlah pegawai dari Instansi Pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta yang bekerja di Jakarta," pungkasnya.

Komentar