Jumat, 17 Mei 2024 | 15:20
NEWS

Pemerintah Jangan Paksakan New Normal di Pesantren Jika Tak Siap

Pemerintah Jangan Paksakan New Normal di Pesantren Jika Tak Siap
Ilustrasi pesantren (serikatnews.com)

ASKARA - Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren Indonesia menyoroti rencana pemerintah yang akan memberlakukan fase normal baru (new normal). Meski wabah Covid-19 masih melanda. 

Ketua RMI-PBNU, KH Abdul Ghofar Rozin mengatakan, jumlah dan pertumbuhan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi dan mengkhawatirkan. 

Persebarannya juga makin meluas. Sementara prasyarat untuk mencegah penularan Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing), semakin sulit diwujudkan.

"Keadaan demikian seharusnya membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan seperti PSBB dapat berjalan secara efektif," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (29/5).

Namun, justru yang dirasakan adalah pelonggaran terhadap PSBB dan pemerintah akan segera melaksanakan new normal. Hal ini sangat berisiko bagi makin luas dan besarnya persebaran Covid-19 termasuk dalam lembaga pendidikan.

"Terhadap pesantren, pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19," tutur Gus Rozin, disapanya. 

Namun, tiba-tiba pemerintah mendorong rencana terlaksana new mormal dalam kehidupan pesantren. Hal demikian tentu saja mengkhawatirkan. 

Alih-alih untuk menyelematkan pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19. 

Untuk itu RMI-PBNU menyatakan pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah untuk tiga hal. 

"Pertama kebijakan pemerintah yang kongkret dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah, dalam menjaga pesantren dari risiko penyebaran virus covid 19," ucapnya. 

Dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan.

"Terakhir dukungan sarana dan fasilitas pendidikan," cetusnya. Meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan (Syahriyah/SPP dan Kitab) bagi santri yang terdampak secara ekonomi.

Komentar