Pengamanan Kejaksaan oleh TNI, Antara Simbol Perlindungan dan Sinyal Kekhawatiran

Oleh: M. Gufron Rum
Head of R&D Nusantara Foundation, Mahasiswa Pascasarjana Departemen Politik dan Pemerintahan UGM
ASKARA - Pengumuman mengenai pelibatan personel TNI dalam pengamanan institusi Kejaksaan di berbagai wilayah memunculkan perbincangan hangat yang tidak bisa dilepaskan dari konteks relasi antarlembaga negara serta batas konstitusional fungsi kekuasaan. Pertanyaannya bukan sekadar menyasar aspek teknis pengamanan, tetapi lebih pada sinyal politis apa yang sedang dikirimkan oleh negara: apakah ini bentuk dukungan terhadap lembaga penegak hukum, atau justru refleksi dari tekanan struktural yang tengah dihadapi Kejaksaan dalam menangani kasus-kasus berisiko tinggi?
Jika fenomena ini kita letakkan dalam lanskap penegakan hukum di Indonesia, masuk akal untuk menduga bahwa Kejaksaan sedang berada di titik krusial dalam menangani perkara-perkara yang bersinggungan dengan jejaring kuasa ekonomi dan politik. Dalam situasi seperti ini, kebutuhan akan perlindungan institusional tentu mengemuka. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa bentuk perlindungan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tidak mengaburkan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil atas militer.
TNI, sebagai institusi pertahanan negara, memiliki mandat yang jelas dalam urusan pertahanan dan kedaulatan, bukan dalam pengamanan urusan sipil yang menjadi ranah kepolisian dan lembaga penegak hukum lainnya. Keterlibatan TNI dalam pengamanan institusi sipil seharusnya dilakukan berdasarkan kerangka hukum yang ketat dan dengan pengawasan yang memadai. Tanpa itu, kita berisiko mengaburkan batas fungsi antarinstansi dan membuka ruang bagi tafsir kembalinya logika koersif dalam sistem sipil.
Memang benar bahwa Kejaksaan membutuhkan dukungan dalam menghadapi tekanan politis yang mungkin muncul dari proses pengungkapan kasus-kasus besar. Namun, alih-alih mengandalkan pendekatan militeristik, negara semestinya memperkuat mekanisme pengamanan berbasis sipil yang menjamin transparansi, akuntabilitas, dan legitimasi. Dukungan terhadap Kejaksaan harus dibingkai sebagai bagian dari penguatan institusi hukum, bukan dalam bentuk formasi yang menimbulkan kekhawatiran akan militerisasi ruang sipil.
Jika pelibatan TNI dilakukan tanpa penjelasan yang proporsional dan tanpa kerangka hukum yang presisi, publik dapat menafsirkan hal ini sebagai gejala tekanan atau ketegangan politik yang disamarkan dalam bentuk dukungan keamanan. Dalam konteks demokrasi pascareformasi, kehati-hatian dalam menjaga marwah pemisahan fungsi sipil dan militer menjadi prasyarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap penegakan hukum tidak terkikis oleh praktik-praktik simbolik yang justru mencederai prinsip tata kelola negara secara konstitusional.
Kita mendukung setiap upaya penegakan hukum yang dilakukan secara profesional dan independen oleh Kejaksaan. Namun, dukungan tersebut tidak boleh mengorbankan prinsip fundamental dalam kehidupan bernegara, bahwa kekuatan sipil harus tetap menjadi panglima dalam tata hukum dan demokrasi Indonesia.
Komentar