Kamis, 18 April 2024 | 08:41
NEWS

KontraS Laporkan 12 Temuan Awal Proses Investigasi Tragedi Kanjuruhan Malang

KontraS Laporkan 12 Temuan Awal Proses Investigasi Tragedi Kanjuruhan Malang
Penembakan gas air mata

ASKARA – Korban luka Tragedi Kanjuruhan Malang, bertambah menjadi 714 orang, termasuk korban meninggal dunia sebanyak 131 jiwa. Tragedi Kanjuruhan terjadi usai laga sepakbola yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya pada 1 Oktober lalu.

Sebanyak 131 orang meninggal akibat berdesakan setelah polisi yang bertugas menembakkan gas air untuk membubarkan penonton. Para penonton yang tidak ikut kerusuhan pun ikut menjadi korban akibat tembakan gas air mata dari aparat.

KontraS menyampaikan laporan, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menemukan setidaknya 12 temuan awal selama proses investigasi. Pertama, tim menemukan fakta pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu

Kedua, ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, didasari pada keterangan saksi-saksi, sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain.

“Namun, direspon secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Karena hal inilah, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan untuk menolong suporter yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan, bukan untuk penyerangan,” tulis KontraS lewat akun Twitternya, @KontraS, dikutip Selasa (11/10).

Ketiga, lanjutnya, sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak.

Keempat, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang.

Kelima, kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian Tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di Tribun.

Keenam, saat ingin hendak keluar dgn kondisi akses evakuasi yg sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yg terkunci. Diperparah dgn masifnya penembakan gas air mata o/ aparat kepolisian mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa.

Ketujuh, setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak  aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.

“Diduga kuat kondisi pasca penembakan gas air mata di tribun adalah momen ketika banyak penonton yang merenggang nyawa. Disaat itu pula tidak didapat kondisi medik yang optimal untuk merespon kondisi kritis penonton yang terpapar asap gas air mata,” terang KontraS.

Kesembilan, pasca peristiwa, ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Tim menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.

Kesepuluh, tim menemukan fakta bahwa hingga saat ini tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.

Kesebelas, tim masih sedang melakukan pendalaman fakta, tim sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM dan InfoLPSK lalu menyampaikan sejumlah laporan. Tetapi tim belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban.

Kedua belas, tim menilai narasi temuan minuman alkohol & terminologi “kerusuhan” adalah penyampaian informasi yg menyesatkan. Yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil.

Lalu perihal adanya minuman alkohol juga informasi yang dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini. Sebab, tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion dikarenakan saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh Panpel dan aparat kepolisian.

“Tim menilai telah terjadi tindak kekerasan yg dilakukan secara sengaja & sistematis o/ aparat keamanan, dgn tidak hanya aktor lapangan saja, yang telah ditetapkan tersangka o/ aparat kepolisian. Tetapi ada aktor lain, dgn posisi lebih tinggi yg seharusnya ikut bertanggung jawab,” pungkasnya.

Komentar