Kamis, 25 April 2024 | 20:16
NEWS

Pendirian PDSI Sudah Disiapkan Lama, Pemberhentian Dokter Terawan Hanya Momentum

PDSI Bakal Usulkan Amandemen UU Praktik Kedokteran

Pendirian PDSI Sudah Disiapkan Lama, Pemberhentian Dokter Terawan Hanya Momentum
Deklarasi PDSI (Dok Suara.com)

ASKARA - Sekretaris Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), dr. Erfen Gustiawan Suwangto, Sp.KKLP, SH, MH (Kes) mengatakan, kelahiran PDSI menjadi yang organisasi kedokteran pertama yang muncul tanpa surat rekomendasi dari Ikatab Dokter Indonesia (IDI). 

Pasalnya, selama 70 tahun lebih sejak IDI berdiri, yakni pada 24 Oktober 1950 tak ada satu pun organisasi kedokteran yang muncul di luar IDI.  

Erfen Gustiawan menyebut, apa yang terjadi pada organisasinya seperti pemecah kebuntuan alias pecah telur. 

“Selama ini perkumpulan dokter itu banyak, namun semuanya di bawah naungan IDI. Setelah 70 tahun baru PDSI yang muncul dan tidak di bawah IDI. Ini baru pertama dan pecah telur. Dulu Menkumhan tidak akan kasih izin organisasi dokter kalau tidak ada surat dari IDI,” katanya, melansir voi.id, Senin (20/6).

Erfen mengatakan, meski memproklamirkan diri sebagai wadah dan tempat berkumpulnya para dokter, namun kemunculkan PDSI bukan untuk menyaingi hegemoni IDI selama ini. 

Sebab, PDSI tidak menginginkan wewenang IDI yang dianggap terlalu besar selama ini. PDSI disebut hanya ingin memposisikan organisasi kedokteran seperti di mancanegara, misalnya Amerika Serikat. Organisasi kedokteran tidak tunggal dan para dokter bebas untuk ikut organisasi yang menurutnya cocok.

Erfen juga menampik kehadiran PDSI termasuk dalam barisan sakit hati akibat Dokter Terawan Agus Putranto, mantan Menteri Kesehatan yang diberhentikan secara permanen dari keanggotaan IDI. 

Menurut Erfen, hal itu hanya jadi momentum saja dan sebagai upaya untuk melawan dominasi IDI sudah dilakukan sejak tahun 2017. 

“Jadi jauh sebelum ada kisruh terkait Dokter Terawan. Kami memohon ke MK supaya Koligium Kedokteran yaitu perhimpunan spesialis itu independen dari IDI,” ujarnya.

Sebagai organisasi kedokteran baru, PDSI tidak memasang target banyak. Salah satunya mengusulkan amandemen UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 

Berikut wawancaranya dengan Erfen Gustiawan Suwangto yang dilansir dari voi.id: 

Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) belum lama ini dideklarasikan, apa yang melandasi lahirnya PDSI ini?

Yang melandasi berdirinya PDIS adalah kemerdekaan berserikat berkumpul semua sudah dijamin di pasal 28 undang-undang Dasar 1945. Dari situ kemudian Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia mengeluarkan SK untuk kami (PDSI). Jadi dasar lahirnya PDSI itu adalah undang-undang Dasar 45 dan SK Kemenkumham. Dengan badan hukum perkumpulan, status PDSI sama dengan IDI yang juga terdaftar sebagai ormas. Jadi kalau disandingkan PDSI setara dengan IDI.

Apa visi dan misi pendirian PDSI ini?

Visi kami adalah pelopor reformasi kedokteran di Indonesia. Sedangkan misinya adalah yang pertama itu mengayomi rakyat Indonesia dan juga anggota kami para dokter. 

Yang kedua meningkatkan kesejahteraan rakyat dan anggota kami. Dan yang ketiga itu adalah membawa Indonesia itu untuk dunia. Kita bukan hanya pemain di tingkat lokal dan nasional, tapi kita juga ingin bekerjasama kemudian mengembangkan diri di ranah global.

Siapa saja yang menjadi pendiri PDSI ini?

Pendiri termasuk saya ada 10 orang. Pertama tentu Ketua Umum PDSI, Brigjen TNI (Purn) dr Jajang Edi Priyatno Sp.B., MARS. Lalu yang duduk sebagai Wakil Ketua; Prof. dr. Deby Susanti Pada Vinski, M. Sc, Ph.D. Sedangkan duduk sebagai Sekum saya sendiri; dr. Erfan Gustiawan, Sp.KKLP, SH, MH (Kes). 

Ada juga Wakil Sekretaris; Dr. dr. H. Dahlan Gunawan M.Kes, MH, MARS. Sebagai Bendahara Umum; dr. Firman Parulian Sitanggang, Sp.Rad (K) RI, M.Kes. Lalu Wakil Bendahara; dr. M. Arief El Habibie, MSM. Untuk Dewan Pelindung; Dr. dr. Siswanto Pabidang, SH, MM. Sedangkan Dewan Pengawas; Dr. dr Hendrik Sulo, M.Kes, Sp.Rad., dan dr. Timbul Tampubolon, SH, MKK.

Sejak kapan PDSI ini disiapkan, apakah setelah Dokter Terawan diberhentikan secara permanen oleh IDI?

Pendirian PDSI ini sudah disiapkan cukup lama, jadi peristiwa diberhentikannya Dokter Terawan dari IDI hanyalah momentum saja. Dengan beberapa guru besar saya sudah berapa kali ke Mahkamah Konstitusi (MK) mempersoalkan masalah IDI ini sejak 2017. Jadi jauh sebelum ada kisruh terkait Dokter Terawan.  

Kami memohon ke MK supaya Koligium Kedokteran yaitu perhimpunan spesialis itu independen dari IDI. Jadi kami sebenarnya belum pernah menggugat ketunggalan IDI (sebagai organisasi profesi kedokteran). 

Sehingga putusan MK terkait ketunggalan IDI juga belum pernah ada. Ini berbeda dengan berita yang beredar, kalau putusan MA menegaskan IDI itu wadah tunggal organisasi profesi kedokteran. Silakan dibaca ulang putusan MK soal ini.

MK waktu itu menolak permohonan kami bukan karena tidak setuju dengan kami. Namun MK bilang ini bisa diselesaikan secara internal tidak harus mengubah undang-undang. Dengan AD-ART, bahwa Koligium Spesialis Kedokteran bisa independen walaupun di bawah payung besar IDI. 

Ada satu gugatan kami yang dikabulkan MK, yaitu pengurus IDI dan pengurus organisasi profesi dokter tidak boleh merangkap jabatan di Konsil Kedokteran Indonesia.

Akhirnya setelah keputusan itu, Profesor Ilham Oetama Marsis berhentikan dari Konsil Indonesia oleh Presiden. Karena sebenarnya di luar negeri pun tidak pernah ada yang seperti ini. Konsil Kedokteran itu kan di bawah negara, dilantik oleh presiden. Jadi tidak ada wakil dari organisasi profesi. Karena dia regulator, masa yang diatur bisa masuk sebagai regulator juga. Ada konflik kepentingan di sana.  

MK juga anti monopolistik sama seperti PDSI. Ternyata pemberhentian itu dilawan oleh IDI meskipun berkali-kali kalah sampai tingkat Mahkamah Agung.

Apakah yang bergabung dengan PDSI ini dulunya anggota IDI?

Oh pasti itu, bahkan saya sendiri bukan hanya anggota tapi pengurus. Saya sempat masuk dalam Koligium Kedokteran, Majelis Etik Wilayah Jakarta. Jadi saya juga yang menangani berkasnya Dokter Terawan. Jadi jangan dikira kami di PDSI ini orang yang sakit hati, hubungan dengan anggota IDI yang lain masih berteman biasa. Di manca negara tidak ada keharusan seorang dokter masuk menjadi organisasi kedokteran.

Di American Medical Association, IDI-nya Amerika, hanya 20 persen dokter yang bergabung. Dan wewenang mereka tidak sebesar yang dimiliki IDI. Jadi mereka itu hanya seperti serikat pekerja dokter. Fokusnya membikin lembaga bantuan hukum, lembaga beasiswa, koperasi dn lain-lain, tidak seperti IDI yang mendapat wewenang dari negara. 

Oleh karena PDSI ini berbeda dengan IDI dan PDSI juga tidak memposisikan diri sebagai tandingan IDI. Karena kami nggak mau punya wewenang sebesar IDI.

Jadi kami ingin seperti di luar negeri, bahwa asosiasi profesi itu bukanlah suatu asosiasi yang seakan-akan bertindak sebagai “negara”. Mengurusi soal perizinan, rekomendasi praktek, sampai masalah apa boleh tidaknya metode tertentu dilakukan. Jadi kami bukan tandingan IDI karena wewenangnya berbeda. Kami memposisikan diri sebagai pelopor reformasi kedokteran di Indonesia.

Pihak IDI mengatakan mereka sebagai Organisasi Profesi sedangkan PDSI Ormas, tanggapan Anda?

Jangan salah IDI juga termasuk Ormas, saat kami melakukan gugatan ke MK, IDI sebagai pihak terkait. Kami mempermasalahkan legal standing dari IDI. Namun pihak IDI menegaskan kalau mereka sebagai organisasi profesi, tapi soal ini ditegur. Nah, gara-gara itu tahun 2020 ini kembali lagi IDI mendaftarkan diri sebagai ormas.

Indonesia belum punya UU organisasi profesi, jadi tidak ada yang diakui sebagai organisasi profesi. Semua dimasukkan dalam katagori Ormas/Perkumpulan. Sejak mendaftarkan kembali ke Kemenkumham nama organisasi mereka bukan lagi IDI (Ikatan Dokter Indonesia), tetapi berubah menjadi Perkumpulan Ikatan Dokter Indonesia (PIDI). 

Jadi bagi kami mereka sudah tidak ada lagi di UU, karena yang tertulis di UU itu IDI bukan PIDI (nama saat ini). Teman-teman dokter tidak perlu takut gabung dengan PDSI, tidak ada yang berhak mencabut izin praktek, saya ini masih praktik.

Selama ini perkumpulan dokter itu banyak, bagaimana Anda mengamatinya?

Betul, selama ini perkumpulan dokter itu banyak, namun semuanya di bawah naungan IDI. Setelah 70 tahun baru PDSI yang muncul dan tidak di bawah IDI. Ini baru pertama dan pecah telur. Dulu Menkumhan tidak akan kasih izin organisasi dokter kalau tidak ada surat dari IDI.

Apakah keluarnya izin untuk PDSI karena faktor politis, karena ada Dokter Terawan dalam konteks ini?

Bagi kami nggak ya, jelas tidak ada aturan tertulis yang mengharuskan harus ada izin dari IDI untuk membuat organisasi. Selama ini hal itu terjadi karena kebiasaan, akhirnya jadi yurisprudensi. Tapi levelnya di bawah UU, dia tidak tertulis.

Dokter Terawan akhirnya bergabung juga dengan PDSI walau di awal tidak dimasukkan, di posisi apa?

Beliau memang sudah resmi bergabung dengan PDSI sebagai Dewan Pelindung PDSI.

Soal rekomendasi untuk izin praktek dokter, apa ada yang keluarkan selain dari IDI?

Ada kok, bisa saja tanpa rekomendasi dari IDI, bisa rekomendasi perhimpunannya. Itu bisa kok. Karena ada juga salah seorang sejawat kami yang tidak dikasih rekomendasi, akhirnya menjadi polemik. Makanya ini berbahaya, bisa saja rekomendasi ini tidak keluar karena faktor like and dislike. Mustinya harus ada alasan jelas soal tidak dikasih rekomendasi ini.

Jadi untuk standardisasi bagaimana, ini kan soal krusial, nyawa pasien?

Standar itu tetap dari Konsil Kedokteran dan Kementerian Kesehatan yang mengeluarkan. Kenapa harus standar ganda, nanti PDSI, IDI atau siapa pun organisasi kedokteran hanya memberikan usulan. 

Selama ini jujur saja untuk seminar kedokteran mengapa semua dikasih ke IDI? Konsil tinggal cap atau stemple saja, karena selama ini konsil itu terkooptasi oleh IDI. Selama ini secara UU wewenang IDI itu tidak banyak. Hanya karena izin praktik, Konsil pun mengurangi wewenangnya diam-diam. Padahal dia lembaga negara. 

Karena itu saat menjadi Menteri, Pak Terawan mengganti anggota Konsil yang merangkap itu. Dan IDI melakukan perlawanan. Jadi kami tidak ada urusan dengan standardisasi. Kami PDSI hanya memberikan masukan, itu pun kalau Kementerian Kesehatannya mau.

Apa yang PDSI lakukan ini ingin mengembalikan kepada kondisi ideal seperti di luar negeri, bahwa Konsil Kedokteran itu tidak boleh berasal dari organisasi profesi. Inilah sebenarnya mengapa PDSI muncul, apa yang terjadi selama ini sudah di luar batas toleransi. 

Ada lagi persoalan semustinya sudah muncul spesialisasi baru, namun terkendala di Mukhtamar IDI. Seperti diketahui forum muktamar itu politis, bisa saja ada dokter tertentu yang terganggu kalau muncul spesialisasi baru. Padahal hal spesialisasi itu dibutuhkan olen negara, di luar negeri sudah ada spesialisasi baru itu. 

Contoh konkret adalah Dr. Adib Khumaidi yang mengampuh spesialis Emergency, dia aja mati-matian untuk meluluskan spesialis ini. Bayangkan pengurus IDI saja mau merintis spesialisasi baru saja mental terus. Apalagi yang lain. Dokter Terawan itu hanya salah satu contoh. Artinya ada sesuatu yang harus diluruskan. IDI mencampurkan unsur politis dengan pendidikan.

Ke depan apa target PDSI?

Kami ingin mengusulkan amandemen UU Praktik Kedokteran. Revisi ini bukah hanya terkait organisasi, tetapi yang lebih komprehensif. Misalnya soal pendidikan kedokteran, bagaimana agar biayanya terjangkau oleh masyarakat biasa.

Komentar