Sabtu, 20 April 2024 | 17:38
OPINI

Sejarah Kerbau Bule Milik Keraton Solo

Sejarah Kerbau Bule Milik Keraton Solo
KRH Gus Ripno Waluyo

Oleh: KRH Gus Ripno Waluyo, SE, SP.d, S.H, C.NSP, C.CL, C.MP *)

Menurut leluhur, disebutkan kerbau bule ini merupakan hadiah dari Kiai Hasan Beshari Tegalsari di Ponorogo yang diberikan kepada PB II. Hal ini dimaksudkan agar kerbau bule bisa digunakan sebagai pengawal dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet.

Sejarah Kerbau Bule Milik Keraton Solo, Ternyata Hewan Kesayangan PB II, cerita asal usul atau sejarah dari kerbau bule yang dikenal sebagai Kyai Slamet milik Keraton Solo di Jawa Tengah.

Keberadaan kerbau bule di Alun Alun Kidul Solo kerap mencuri perhatian publik. Apalagi bagi para wisatawan yang pertama kali datang ke Kota Bengawan.

Kerbau itu diperuntukkan sebagai cucuk lampah (pengawal) dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet. Saat Pakubuwono II mengungsi di Pondok Tegalsari Ponorogo dan terjadi pemberontakan pecinan yang membakar Istana Kartasura di tahun 1742. Kebo bule pun juga sering disebut Kebo Bule Kyai Slamet.

Jadi turun-temurun sejak Demak sampai Surakarta. Selain itu, kerbau ini juga diberi oleh Bupati Ponorogo pada saat berdirinya Surakarta dan terus dipelihara sampai sekarang," ujar dia.

Kerbau berwarna putih ini selalu berada pada barisan terdepan saat kirab pusaka malam 1 Sura. hal tersebut juga terkait dengan sejarah masa Demak.

"Karena kerbau saat itu telah dikorbankan sehingga wabah berakhir, maka setiap malam 1 Sura ikut dikirab bersama pusaka. Ini berarti doa agar selalu selamat."

Masyarakat pun menganggap Kebo Kyai Slamet sebagai kerbau keramat. Bahkan sesaat setelah kerbau lewat dalam kirab malam 1 Sura, sebagian masyarakat menyimpan kotoran kerbau untuk dibawa pulang. Terutama warga masyarakat yang hidup dari bercocok tanam, kotoran kerbau itu digunakan sebagai pupuk.

Diyakini tanaman mereka dapat tumbuh subur, Warna kulitnya yang putih dan kemerah-merahan membuat kerbau ini dijuluki sebagai “bule”.

Masyarakat Kota Solo mengenal kerbau ini dengan nama Kyai Slamet. Bagi sebagian warga Solo, kerbau milik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ini dianggap bukan sembarang kerbau karena memiliki unsur keramat dan bertuah.

Tujuan diselenggarakannya kirab kebo bule adalah untuk memohon berkah serta keselamatan pada Yang Maha Kuasa. Selain menjadi penanda datangnya tahun baru Jawa, kirab ini juga dilakukan untuk menyambut tahun baru Islam. kerbau yang digunakan dalam ritual ini bukan sembarang kerbau.

Upacara perayaan satu Suro dapat dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri, introspeksi dengan yang dilakukan setahun sebelumnya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tahun yang akan datang. penyematan gelar tersebut dilakukan karena dia berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam tanpa menghapus tradisi Jawa.

Pada 1633 Masehi, atau pada tahun Jawa 1555, Sultan Agung mengadakan selametan secara besar-besaran. Sebagai penghormatan pada leluhur, di malam itu juga semua benda pusaka harus dicuci, dibersihkan, seiring dengan kehidupan spiritual yang disucikan kembali. Dari sinilah orang Jawa meyakini bahwa malam 1 Suro adalah malam yang sakral.

Keistimewaan malam 1 Suro diyakini mampu mempengaruhi keberuntungan dan kesialan pada tahun mendatang. Sebab, bulan Suro juga sama dengan bulan Muharram dalam kalender Islam.

*) Spiritualis, Budayawan, Advokat Peradi Perjuangan

Komentar