Prof Rokhmin Dahuri: Teknologi Yang Kita Gunakan Saat Ini Masih Impor
ASKARA - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS mengatakan, negara dapat dikatakan makmur dalam indeks ekonomi jika pendapatan penduduknya perkapita tinggi.
Demikian disampaikan Prof Rokhmin saat menjadi narasumber pada Kuliah Umum Kewarganegaraan Wawasan Nusantara Sebagai Perwujudan Kesatuan Ekonomi yang di selenggarakan Universitas Tanjungpura Pontianak (UNTAN, Rabu (6/10/2021).
“Di tahun 2019 sudah masuk negara menengah pendapatan atas, karena situasi Covid-19 pada tahun ini 2021 pendapatan perkapita kita turun menjadi 3,870 itu membuat bangsa Indonesia turun menjadi negara berpendapatan menengah bawah,” ujar Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan (2020 - 2024) ini.
Pada kesempatan tersebut, Prof Rokhmin mengatakan, implikasi dari Rendahnya Kualitas SDM, Kapasitas Riset, Kreativitas, Inovasi, dan Entrepreneurship adalah proporsi ekspor produk manufaktur berteknologi dan bernilai tambah tinggi hanya 8,1%; selebihnya (91,9%) berupa komoditas (bahan mentah) atau SDA yang belum diolah.
“Sementara, Singapura mencapai 90%, Malaysia 52%, Vietnam 40%, dan Thailand 24% sebagaimana data UNCTAD dan UNDP, 2021,” tegas Prof Rokhmin dalam paparannya berjudul " Wawasan Nusantara Sebagai Dasar Pembangungan Nasional Untuk Mewujudkan Indonesia Maju, Adil, Makmur dan Berdaulat".
Menurutnya, jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga Indonesia, seperti China, Malaysia, Thailand berbanding jauh. “Kalau kita bandingkan dengan negara tetangga itu berbeda jauh,” sebut Prof Rokhmin.
Dewan Pakar ICMI itu membeberkan, perlu upaya Pembangunan dan Transformasi Struktur Ekonomi bangsa Indonesia menjadi negara maju mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain diantaranya dengan beberapa langkah kebijakan seperti mendorong dominasi sektor manufaktur dan sektor jasa.
“Dari dominasi eksploitasi SDA dan ekspor komoditas (sektor primer) dan buruh murah, ke dominasi sektor manufaktur (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier) yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable),” terangnya.
Selanjutnya yaitu modernisasi sektor primer dalam hal ini kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, dan ESDM) secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Revitalisasi industri manufakturing yang unggul sejak masa Orba: makanan dan minuman, Tekstil dan Produk Tekstil, Elektronik, Otomotif, dan lainnya,” tandas Menteri Kelautan dan Perikanan Periode Tahun 2001-2004 itu.
Hilirisasi (pengembangan industri manufakturing) SDA: (1) Kelautan dan Perikanan, (2) Kehutanan, dan (3) Pertanian (perkebunan, tanaman pangan, hortikultur, dan peternakan) serta Pengembangan industri manufakturing baru: EBT, bioteknologi, nanoteknologi, kemaritiman, Industry 4.0, dan lainnya.
“PDB (Pendapatan Domestik Bruto-red) yang selama ini secara dominan disumbangkan oleh konsumsi (56%) dan impor (20%) harus dibalik, yakni investasi dan ekspor harus menjadi kontributor yang lebih besar (> 70%),” tuturnya.
Tidak hanya itu, Prof Rohmin juga menyampaikan, negara dikatakan maju jika kapasitas teknologi di kelas 1 yakni Technology Innovator Countries. Dengan demikian, tegasnya, artinya 70 persen kebutuhan teknologi bangsa dihasilkan oleh putra- putri sendiri.
“Tetapi Indonesia baru kelas 3 technology adoptor countries artinya teknologi yang kita gunakan saat ini masih impor,” katanya.
“Seharusnya mahasiswa, dosen, Presiden, Kepala Daerah, Menteri, Rakyat untuk mencapai teknologi yang ketertinggalan,” sambung ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu
Masalahnya, kata dia, Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia belum memenuhi syarat untuk menjadi sebuah negara maju. “Karena kalau negara maju itu minimal 0,8 tetapi kita baru 0,718,” imbuhnya.
Prof Rokhmin menyimpulkan, bahwa pengangguran, kemiskinan, ketimpangan sosial-ekonomi, disparitas pembangunan antar wilayah dan ketidakadilan hukum merupakan akar berbagai permasalahan (root cause) dari kecemburuan sosial, demonstrasi anarkis, radikalisme, terorisme, dan gejala disintegrasi bangsa.
Hal itu, kata Prof Rokhmin, kecenderungan sosial, demonstrasi anarkis, radikalisme, terorisme dan gejala disintegrasi bangsa sebuah ancaman.
“Hal tersebut, erupakan ancaman serius bagi terwujudnya Indonesia yang bersatu, maju adil-makmur dan berdaulat (Indonesia Emas) 2045,” tutup Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu
Komentar