Sabtu, 11 Mei 2024 | 13:24
NEWS

Pelaku Usaha Pariwisata di Yogyakarta Sayangkan Aturan Rapid Antigen yang Mendadak

Pelaku Usaha Pariwisata di Yogyakarta Sayangkan Aturan Rapid Antigen yang Mendadak
Ilustrasi. (EMC)

ASKARA - Pelaku usaha di Kota Yogyakarta menyayangkan kebijakan pemerintah terkait kewajiban pelaku perjalanan melakukan rapid test antigen dengan hasil non reaktif untuk libur akhir tahun. Kebijakan tersebut dinilai ditetapkan secara mendadak.

"Bagaimanapun juga pelaku usaha sangat terkejut dan kecewa. Kebijakan tersebut mau tidak mau akan menurunkan jumlah wisatawan yang datang ke Yogyakarta pada libur akhir tahun," kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Yogyakarta Aji Karnanto, Selasa (22/12).

Menurutnya, banyak pelaku usaha terutama di bidang jasa pariwisata yang sudah terlanjur senang dengan datangnya libur akhir tahun karena akan banyak wisatawan yang datang sehingga bisnis yang lesu selama pandemi bisa sedikit membaik.

Tidak sedikit pelaku usaha jasa pariwisata sudah mengeluarkan banyak biaya untuk mempersiapkan datangnya libur akhir tahun, seperti belanja bahan makanan.

Namun demikian pelaku usaha harus kembali gigit jari karena pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang mendadak terkait kewajiban pelaku perjalanan harus mengantongi hasil non reaktif dari rapid test antigen.

"Kalau rapid test antibodi saya yakin wisatawan dari luar daerah sudah pasti membawanya. Namun, untuk rapid test antigen akan membuat wisatawan berpikir berkali-kali lipat untuk berwisata," ujar Aji.

Dia mengatakan, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengakses rapid test antigen bisa tiga kali lebih mahal jika dibanding rapid test antibodi. 

"Masa berlakunya pun hanya tiga kali 24 jam," kata Aji.

Selain itu, jumlah fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan rapid test antigen tidak terlalu banyak sehingga menyulitkan wisatawan untuk mengaksesnya.

"Dampak dari kebijakan rapid test antigen ini tidak hanya dirasakan oleh hotel saja tetapi juga oleh biro perjalanan, restoran, dan banyak sektor lain yang akan terdampak," jelas Aji.

Namun demikian, pelaku usaha tidak bisa berbuat banyak dengan kebijakan tersebut selain mengikuti aturan dari pemerintah sebagai upaya pencegahan meluasnya penularan Covid-19.

"Kami hanya berharap agar kebijakan-kebijakan seperti ini tidak dikeluarkan mendadak. Supaya teman-teman pelaku usaha juga lebih siap karena tidak ada yang tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir," jelas Aji.

Sementara itu, Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranawa Eryana mengatakan, pelaku usaha hotel dan restoran sudah bersungguh-sungguh menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

"Kami sudah susah payah melakukan verifikasi dan sertifikasi CHSE tetapi tiba-tiba ada kebijakan seperti ini. Tentu saja apa yang sudah kami lakukan sepertinya menjadi sia-sia," bebernya.

Deddy pun berharap, pemerintah menjaga komitmen bahwa upaya pemulihan ekonomi dijalankan bersama-sama secara seimbang dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

"Padahal, banyak pelaku usaha hotel yang berharap bisa sedikit menutup biaya operasional dengan libur panjang Desember ini. Ternyata harapan ini tidak akan terwujud," kata Deddy yang menyebut reservasi hotel pada libur tahun baru semakin berkurang menjadi sekitar lima persen. (ant) 

Komentar