Rabu, 08 Mei 2024 | 05:20
NEWS

Keterpurukan Penyewa dan Pelaku Usaha Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi

Keterpurukan Penyewa dan Pelaku Usaha Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi
Keterangan virtual APPBI dan HIPPINDO (Istimewa)

ASKARA - Pengusaha pusat belanja dan penyewa mengalami kemunduran pendapatan yang signifikan. Terlihat dari daya beli masyarakat di ritel yang terdapat di pusat belanja jauh menurun.

Bahkan, banyak pelaku usaha yang tidak sanggup menjalankan usahanya lagi akibat penurunan pendapatan karena daya beli yang minim, sehingga menimbulkan gelombang PHK yang cukup tinggi serta penurunan ekonomi.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indoensia), Alphonzus Widjaja memaparkan, sebagaimana dinyatakan oleh pemerintah bahwa pada akhir bulan September nanti Indonesia akan resmi dinyatakan mengalami resesi ekonomi. 

Para pelaku usaha dan khususnya Pusat Perbelanjaan Indonesia, kata Alphonzus, telah merasakan resesi ekonomi sejak beberapa bulan terakhir dimana tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan merosot tajam akibat pusat perbelanjaan tidak diperkenankan untuk beroperasi ataupun hanya diperkenankan beroperasi secara terbatas.

"(Akibat) kondisi usaha ini pusat perbelanjaan semakin bertambah buruk akibat daya beli masyarakat yang merosot sangat tajam. Awal bulan depan Pusat Perbelanjaan Indonesia harus memasuki masa resesi ekonomi dalam kondisi usaha yang sedang terpuruk," tutur Alphonzus, secara virtual, Senin (28/9).

Sebagai pelaku usaha di sektor perdagangan, kata Alphonzus, pihaknya sangat menanti uluran tangan pemerintah, dimana dari awal PSBB di bulan Maret hingga September 2020 belum mendapatkan stimulus/subsidi apapun.

Menurutnya, jika tidak mendapatkan uluran tangan dari pemerintah maka para pelaku usaha akan mulai bertumbangan, dimulai dengan penutupan gerai-gerai, dan pemutusan kerja karyawan secara massal. Hal ini tentu saja akan berdampak bukan hanya bagi karyawan yang di PHK namun bagi keluarganya juga.

"Sektor pendukung ritel terdiri dari berbagai ekosistem dari hilir ke hulu, mulai dari industri, produsen hingga jutaan UKM yang menjadi supplier maupun binaan ritel, vendor, pergudangan, logistik/ pengiriman, pusat perbelanjaan, dan lain-lainnya, apabila sektor ritel terdampak maka ekosistem didalamnya pun akan terdampak," ujar Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum HIPPINDO (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia).

Budihardjo menjelaskan, segitiga ekosistem yang terdiri dari pusat perbelanjaan, ritel dan penyewa, dan karyawan. Menurutnya, jika karyawan mendapat subsidi maka ritel dan penyewa akan terbantu sehingga dapat tetap membuka lapangan kerja dan toko di pusat perbelanjaan dapat kembali buka. Hal ini dapat kembali menggerakkan perekonomian dan menjaga sektor konsumsi rumah tangga. 

Budihardjo mengatakan, selama ini, pusat perbelanjaan beserta tenant/penyewa di dalamnya sudah menjalankan protokol Kesehatan dengan baik. Lantaran itu, pihaknya meminta agar semua kategori usaha yang ada di pusat perbelanjaan dapat dibuka semua termasuk arena permainan, bioskop, pusat kebugaran, restoran bisa melayani makan di tempat (dine in).

"Karena merupakan satu ekosistem di pusat perbelanjaan yang bila salah satunya berkurang (misalnya restoran hanya bisa take away) maka berakibat 'mati'-nya kategori usaha lain di dalam pusat perbelanjaan tersebut," jelas Budihardjo.

APPBI dan HIPPINDO berharap, pergerakan ekonomi masih bisa berjalan dengan tetap mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi segera. 

Komentar