Sabtu, 20 April 2024 | 11:29
NEWS

Setelah 3 Bulan, Kasus Kekerasan Seksual di Gereja Depok Masuk Tahap P21

Setelah 3 Bulan, Kasus Kekerasan Seksual di Gereja Depok Masuk Tahap P21
Ilustrasi kekerasan seksual (Mediaindonesia.com)

ASKARA - Setelah tiga bulan dilaporkan ke Polres Depok, akhirnya berkas perkara kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak di Gereja Katolik Santo Herkulanus, Depok, dinyatakan lengkap atau memasuki tahap P21. 

Kuasa Hukum Korban, Azas Tigor Nainggolan mengatakan, hal itu merupakan sebuah harapan dan penantian yang melelahkan sekaligus menyedihkan. Pasalnya, pihaknya harus menunggu dalam waktu yang panjang dan baru tanggal 27 Agustus 2020 lalu kasus dinyatakan P21.

Padahal, kata Azas, awal pelaporan ke Polres Depok tanggal 24 Mei 2020 dan tersangkanya ditangkap 14 Juni 2020. 

"Apalagi kasus ini adalah kasus kekerasan terhadap anak yang korbannya banyak sekali. Sementara untuk kasus jaksa Pinangki yang korupsi dan pencucian uang bisa dalam waktu kurang satu bulan mulai disidangkan? Aneh yang pelaksanaan hukum di negeri ini? Kasus yang menimpa anak-anak lama sekali penanganannya. Sementara kasus jaksa koruptif seperti kasus jaksa Pinangki cepat sekali penanganannya," ujar Azas Tigor, melalui keterangan tertulis kepada redaksi, Rabu (9/9). 

"Katanya, semua warga negara sama di hadapan hukum? Tapi kok untuk melindungi anak-anak lama dan tidak berpihak pada korban? Hukum di Indonesia rupanya lebih berpihak pada kasus dan pelakunya yang segar, berduit dan cantik, mungkin ya? Kalau untuk kasus jaksa Pinangki, polisi-kejaksaan dan nanti pengadilan akan semangat menanganinya. Tapi tidak untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak," sambung Asaz Tigor. 

Berdasarkan pengalamannya, tambah Azas, dalam kasus kekerasan terhadap anak-anak, aparat penegak hukum malas bergerak dan bekerja minimalis. Padahal, seharusnya bekerja lebih profesional dan punya hati karena korbannya adalah anak-anak di bawah umur yang jumlahnya banyak sekali. 

"Kamilah para korban yang justru bekerja mengejar bukti dan saksi serta menggali mencari menginvestigasi korban yang lainnya. Jelas ini sangat menyiksa dan menyiksa anak-anak yang sudah menjadi korban," terangnya.

Hingga saat ini, penyidikan kasus kekerasan seksual pada anak-anak misdinar Gereja St Herkulanus Depok masih berlangsung namun lambat. 

"Saya mendapat kabar dari Ipda Tulus HandaniSH (Penyidik PPA Pores Depok) bahwa berkas pelaporan korban pada pihak kepolisian Polres Depok sudah P21 atau lengkap dan naik ke Kejaksaan Negeri Depok," katanya.

Keputusan P21 berkas laporan kekerasan terhadap anak-anak itu, kata Azas Tigor, sangat dinanti dan menjadi harapan untuk terwujudnya penanganan kasus kekerasan seksual terhadap yang lebih pro korban. 

Menurutnya, banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang tidak sampai pada penanganan hukum yang diakibatkan empat faktor. Pertama, pihak korban takut dan malu melaporkan ke polisi karena kemiskinan. Kedua, pihak korban kesulitan memenuhi syarat pelaporan yang mungkin tambah membuat trauma berat. Ketiga, pihak kepolisian dan aparat penegak hukum yang tidak pro korban. Keempat, tidak bekerjanya lembaga negara yang seharusnya menjadi pelindung hak anak di Indonesia, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang tidak profesional mandatnya sesuai UU Perlindungan Anak.

Setidaknya, empat latar belakang ini juga menyebabkan terus meningkatnya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Situasi ini menjadi bukti juga bahwa hukum tumpul dan membuat para pelaku terus melakukan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak secara aman dan terlindungi oleh hukum itu sendiri, kata Azas Tigor.  

Azas Tigor mengatakan, peningkatan kasus kekerasan seksual ini akibat dari hukum dan keadilan yang jauh sekali bagi para korban. "Semoga saja dengan adanya kesadaran dan perjuangan para korban membuat aparat hukum dan KPAI mau memperbaiki diri bekerja sesuai mandat UU masing-masingnya," harapnya.

Menurut rencana, tambah Azas Tigor, penyerahan Tersangka dan Bukti kepada Kejaksaan Negeri Depok akan dilakukan pada hari Kamis 10 September 2020 melalui zoom di kantor Polres Depok. 

Komentar