Jokowi Lebih Baik Langsung Saja Tanpa Bising di Ruang Publik
ASKARA - Pidato Presiden Joko Widodo yang marah akibat kinerja para menteri dan ancaman reshuffle dinilai sebagai upaya menutupi kelemahannya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mempertanyakan bahwa bagaimana mungkin kegagalan pemerintahan tertumpu pada kelemahan pembantu presiden.
"Bukankah presiden dan menteri itu diibaratkan satu kesatuan orkestra yang memainkan lagu dan musik secara bersama (kolektif kolegial). Sebetulnya ini bagian integrasi atau satu kesatuan," katanya kepada media, Selasa (30/6).
Menurut Pangi, tempo permainan harus sama. Tidak masuk akal jika tertumpu kesalahan dengan menyalahkan salah satunya aktor saja.
"Pada dasarnya bagian yang tak terpisahkan dalam mengerakkan keberhasilan roda pemerintahan yang sedang beliau pimpin,' ujarnya.
Mengenai kelemahan pemerintah Jokowi, item key performance indikator kegagalannya di tengah pandemi yaitu masalah bantuan sosial, ketenagakerjaan, sosial masyarakat, dan pengendalian penularan Covid-19.
Menurut Pangi, ketimbang jengkel di depan para menteri, jauh lebih berkelas jika Jokowi melakukan reshuffle senyap berbasis kinerja. Sebab bukan lagi waktunya reshuffle berbasis bagi-bagi kekuasaan.
"Reshuffle wajib berbasis key performance indicator yang terukur, bukan penilaian berdasarkan like or dislike, asumsi, berdasarkan penilaian klaim semata," jelasnya.
Seperti evaluasi kementerian dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) era Susilo Bambang Yudhoyono.
"Jauh lebih baik atau terhormat langsung saja reshuffle tanpa bising di ruang panggung publik. Presiden ceramah, ngomel di depan menteri sudah nggak menarik lagi dipertontonkan," tandas Pangi.
Komentar