Jumat, 19 April 2024 | 13:25
NEWS

Setelah Tolak RUU HIP, Omnibus Law Tidak Boleh Lolos

Setelah Tolak RUU HIP, Omnibus Law Tidak Boleh Lolos
Ilustrasi omnibus law (suara.com)

ASKARA - Rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) telah menuai polemik dan mendapat sorotan berbagai pihak. Namun terdapat RUU yang perlu diwaspadai dan diawasi yakni RUU Cipta Kerja (Omnibus Law).

Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas menilai, dalam Omnibuslaw ada kekhawatiran yang tidak kalah hebatnya. Karena draf RUU tersebut menjauhkan dari semangat bangsa dalam mengelola perekonomian. 

"Draf (Omnibus Law) yang ada terlihat kecendrungan, untuk menggeser semangat dan praktik pengelolaan ekonomi di negeri ini," nilai Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas dalam keterangannya, Jumat (19/6).

Sebab semula yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dengan mengedepankan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Justru kini menjadi sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang mengedepankan kebebasan pasar. 

Sehingga sesuai dengan hukum alamnya yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan. Tentu yang paling kuat dan prima. 

"Itu adalah para pemilik modal atau para pemilik kapital. Terutama para pemilik modal besar. Sehingga ekonomi di negeri ini nantinya hanya akan berputar dan dikuasai segelintir orang kaya," kritiknya. 

Maka sebagian orang tidak berdaya, hidupnya sangat tergantung kepada belas kasihan dari mereka yang kaya dan superkaya tersebut. 

Menurut filosof Plato, rusaknya negeri ini jika dikuasai oleh orang-orang dengan perut. Tentu yang akan terjadi adalah banyaknya terjadi tindak kezhaliman dan  ketidakadilan hidup. 

Untuk itu, dalam menghadapi RUU Omnibus Law ini harus berusaha dan berjuang jangan sampai disahkan. Pasalnya akan membawa kerugian terhadap rakyat kecil. 

"Omnibus Law tidak boleh lolos menjadi undang-undang, tanpa disesuaikan terlebih dahulu dengan jiwa dan semangat dari  Pancasila dan uud 1945," cetus Anwar. 

Komentar