Sabtu, 26 April 2025 | 03:08
NEWS

Pengaturan Jam Kerja Belum Diterapkan, Penumpang KRL Menumpuk

Pengaturan Jam Kerja Belum Diterapkan, Penumpang KRL Menumpuk
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto (Dok BNPB)

ASKARA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyoroti padatnya penumpang di Kereta Rel Listrik (KRL) pada pagi hari hingga tak berjarak (physical distancing). 

Dikatakan Yuri, dari satu moda transportasi, misalnya KRL, sebanyak 75 persen penumpang KRL merupakan para pekerja seperti ASN, pegawai BUMN, hingga pegawai swasta. Rata-rata pergerakan mereka hampir 45 persen terjadi di sekitar pukul 05.30 WIB sampai 06.30 WIB.

"Inilah yang kemudian akan sulit untuk kita bisa mempertahankan tentang physical distancing karena kapasitas yang dimiliki oleh moda transportasi tersebut yaitu KRL sudah maksimal disiapkan," ujar Yuri, di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Minggu (14/6).

Lantaran itu, risiko penularan Covid-19 rentan terjadi bersamaan saat waktu tersebut. Yuri menekankan terkait Surat Edaran No 8/2020 tentang Pengaturan Jam Kerja Pada Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman dari Covid-19 di Wilayah Jabodetabek.

Dalam SE tersebut telah diimbau agar dibagi dua tahap awal kerja, sehingga berimplikasi pada akhir jam kerja. "Kita berharap seluruh institusi yang memperkerjakan ASN, BUMN, maupun swasta akan menggunakan dua tahapan," harapnya.

Dua tahap atau gelombang jam kerja itu yakni pada pukul 07.00 WIB sampai dengan 07.30 WIB. "Diharapkan dengan delapan jam kerja maka akan mengakhiri pekerjaannya di jam 15.00-15.30," ujarnya. 

Lalu, gelombang kedua mulai bekerja pada pukul 10.00-10.30 WIB. Sehingga diharapkan akan mengakhiri jam kerja pada 18.00-18.30. "Upaya ini ditujukan agar terjadi keseimbangan antara kapasitas moda transportasi umum dengan jumlah penumpang. Agar protokol kesehatan, khususnya terkait physical distancing betul-betul bisa dijamin," katanya.

Pembagian ini, menurut Yuri, tidak akan menghilangkan kebijakan yang diberikan oleh semua institusi, baik itu institusi pemerintah, BUMN, maupun swasta untuk tetap mempekerjakan dari rumah bagi pegawainya yang memiliki risiko tinggi dan berdampak buruk bagi yang bersangkutan dari Covid-19.

"Misalnya pada pekerja/pegawai yang punya penyakit komorbid. Pegawai dengan hipertensi, diabetes, dengan penyakit kelainan paru obstruksi menahun, diharapkan masih tetap diberi kebijakan bekerja di rumah. Ini penting, karena kelompok ini rentan, begitu juga dengan pekerja lanjut usia. Diharapkan masih bekerja di rumah," tandasnya. 

Komentar