Kamis, 25 April 2024 | 07:55
NEWS

Pemberian Asimilasi Sarat Dugaan Pungli, Ini Jawaban Yasonna Laoly

Pemberian Asimilasi Sarat Dugaan Pungli, Ini Jawaban Yasonna Laoly
Menkumham Yasonna Laoly (Foto: Liputan6.com/JohanTallo)

ASKARA - Pemberian asimilasi dan integrasi kepada para ribuan narapidana, diduga sarat dengan pungutan liar (pungli). Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan bahwa siapapun oknum yang melakukan pungutan liar akan dipecat.  

Yasonna meminta masyarakat berani melaporkan oknum nakal tersebut langsung kepadanya atau jajaran di Ditjen Pemasyarakatan guna memudahkan proses penindakan, siapapun yang melaporkan akan dijamin datanya dirahasiakan.

"Instruksi saya jelas, terbukti pungli saya pecat. Instruksi ini sudah saya sampaikan secara langsung lewat video conference kepada seluruh Kakanwil, Kadivpas, Kalapas, dan Karutan," ujarnya, Kamis (16/4).

Kemenkumham, kata dia, telah melakukan investigasi dan menerjunkan tim ke daerah untuk menelusuri dugaan pungli tersebut, namun hasil investigasi ini masih nihil. 

"Namun investigasi belum menemukan adanya pungli. Kalau ada yang tahu, tolong laporkan. Supaya mudah, silakan sampaikan lewat pesan di Instagram dan Facebook fan page saya," tegasnya.

Sebelumnya, Yasonna juga sudah memberikan lima instruksi terkait pengeluaran warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi. 

Pertama, tidak boleh ada pungutan liar, karena prosesnya gratis. Kedua, proses pengeluaran warga binaan asimilasi dan integrasi tidak boleh dipersulit. Mereka yang menjalani program ini adalah warga binaan yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman, tidak menjalani subsider, bukan napi korupsi atau bandar narkoba atau kasus terorisme, berkelakuan baik selama dalam tahanan, dan ada jaminan dari keluarga.

"Instruksi ketiga adalah memastikan warga binaan memiliki rumah asimilasi yang jelas untuk memudahkan pengawasan dan program berjalan dengan baik," ungkap Yasonna Laoly.

Keempat, seluruh warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi tetap dibina dan diawasi berkala karena datanya lengkap hingga alamat tinggal. Pengawasan dilakukan dengan koordinasi Kepolisian serta Kejaksaan.

Selain itu instruksi yang kelima adalah, warga binaan harus diedukasi oleh petugas pemasyarakatan agar terhindar dari Covid-19.

Yasonna menuturkan, alasan memberikan asimilasi dan integrasi pada warga binaan itu adalah bentuk kemanusiaan, di mana menyelamatkan mereka dari ancaman penyebaran Covid-19. Terlebih hal ini dilakukan lantaran kondisi di dalam lapas dan rutan sudah kelebihan kapasitas sehingga sulit menerapkan protokoler pencegahan Covid-19.

"Ini karena kemanusiaan. Tidak ada yang bisa menjamin Covid-19 tidak masuk ke dalam lapas atau rutan, karena ada petugas yang punya aktivitas di luar dan kita tidak pernah tahu jika dia membawa virus itu ke dalam lapas," ujarnya.

Menurut Yasonna, kebijakan memberikan asimilasi dan integrasi kepada warga binaan di lapas serta rutan over kapasitas juga dilakukan atas rekomendasi PBB untuk seluruh dunia. 

Selain Indonesia, negara-negara lain juga membebaskan napi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam lapas, seperti halnya di Amerika Serikat, California membebaskan 3.500 napi, New York City membebaskan 900 napi, Haris County 1.000 napi, Los Angeles 600 napi, serta Federal 2.000 napi.

Kemudan Italia membebaskan 3.000 napi, Inggris & Wales membebaskan 4.000 napi, Iran membebaskan 85.000 napi dan 10.000 tahanan politik, Bahrain membebaskan 1.500 napi, Israel 500 napi, Yunani 15.000 napi, Polandia 10.000 napi, Brazil 34.000 napi, Afganistan 10.000 napi, Tunisia 1.420 napi, Kanada 1.000 napi, dan Perancis membebaskan lebih dari 5.000 napi.

"Sekali lagi, ini karena alasan kemanusiaan karena kondisi di dalam lapas dan rutan sudah sangat kelebihan kapasitas dan kondisi di dalam lapas akan sangat mengerikan jika tidak melakukan pencegahan penyebaran Covid-19," tandas Yasonna. 

Untuk diketahui, sebelumnya Kemenkumham telah memberikan program asimilasi dan integrasi kepada 23 ribu narapidana, di mana mereka merupakan warga binaan pemasyarakatan yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman, sesuai Permenkumham 10 tahun 2020. 

Komentar