Senin, 14 Juli 2025 | 22:32
NEWS

Hari Refrigerasi Dunia 2025 di Paris: Prof. Rokhmin Dahuri Sebut Rantai Dingin Solusi Ketahanan Pangan dan Kesehatan Global

Hari Refrigerasi Dunia 2025 di Paris: Prof. Rokhmin Dahuri Sebut Rantai Dingin Solusi Ketahanan Pangan dan Kesehatan Global
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MSi

ASKARA – Perubahan iklim global telah mulai mengubah ritme pertanian dan perikanan kita, mengganggu rantai pasokan global, dan membebani sistem layanan kesehatan. Kenaikan suhu global, peningkatan permukaan laut, pengasaman laut, peristiwa cuaca ekstrem, dan pola presipitasi yang berubah mengancam hasil panen, produktivitas ternak, dan ekosistem akuatik.

Dalam dunia yang makin panas dan rapuh, transformasi rantai dingin (The cold chains) perubahan iklim global bukan lagi ancaman masa depan, tetapi realitas hari ini yang memengaruhi pertanian, perikanan, hingga layanan kesehatan. Sistem produksi dan distribusi pangan saat ini menyumbang sepertiga emisi gas rumah kaca global, sekaligus jadi biang deforestasi, polusi, dan kerusakan lingkungan. 

Hal ini disampaikan Anggota DPR RI Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MSc saat menjadi pembicara utama di acara World Refrigeration Day 2025 di Paris, Rabu (18/6), bertema "Peran Kritis Solusi Refrigerasi dan Pompa Panas dalam Meningkatkan Kesejahteraan Manusia, Kesejahteraan Hewan, dan Keberlanjutan Iklim". 

Konferensi ini dihadiri oleh 200 orang peserta dari 60 negara dari kalangan ilmuwan, engineers, beberapa menteri, anggota DPR, pengusaha, dan masyarakat sipil. Sebagai pembicara antara lain Prof. Judit Evans, Gerald Cavalier, DR. Andy Pearson, Prof. Xianting Li dari China dan sebagainya.

Dalam Konferensi Dunia tentang Cold Chain System yang sangat prestisius ini, Prof. Rokhmin Dahuri menjadi salah satu 2 keynote speakers. Selain itu, juga sebagai salah satu panelist dalam Diskusi Panel I bersama Menteri LH  Pantai Gading, Nigeria, dan Sinegal juga salah satu Direktur dari Uni Eropa.

Lewat paparannya, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan bahwa dunia tengah menghadapi tekanan besar dari kenaikan suhu, cuaca ekstrem, hingga pengasaman laut yang mengancam hasil panen, produktivitas ternak, dan ekosistem laut. .

“Teknologi terus maju, tetapi akses terhadap pangan, vaksin, dan infrastruktur rantai dingin masih timpang. Ini ironi yang harus segera kita atasi,” tegas Prof Rokhmin Dahuri dalam pidatonya bertajuk "Pengembangan Sistem Rantai Dingin yang Berkelanjutan, Tangguh, dan Adil untuk Ketahanan Pangan dan Kesehatan yang Lebih Baik di Era Perubahan Iklim Global".  

Ia menekankan paradoksnya jelas, sementara teknologi dan inovasi terus maju, kesenjangan dalam akses terhadap pangan, vaksin, obat-obatan, dan infrastruktur rantai dingin tetap sangat mengakar, baik di dalam suatu negara maupun antara negara maju dan negara berkembang (miskin).  

Produksi dan distribusi pangan saat ini mewakili sekitar sepertiga dari emisi gas rumah kaca global, menggunakan sejumlah besar lahan, energi, dan air, serta bertanggung jawab atas degradasi lingkungan yang luas di seluruh dunia, mulai dari deforestasi dan perusakan habitat hingga polusi udara, tanah, air, dan laut.

Dalam pidatonya, Guru Besar bidang Kelautan dan Perikanan IPB University itu menguraikan bagaimana teknologi rantai dingin tidak hanya memperpanjang masa simpan bahan pangan tetapi juga memastikan akses yang adil bagi petani dan nelayan kecil, terutama di negara berkembang. Sebagai infrastruktur krusial layaknya air dan listrik, rantai dingin harus mampu bertahan terhadap guncangan ekstrem akibat perubahan iklim. 

Untuk itu, ia menyerukan transformasi radikal dari sistem rantai dingin konvensional menuju model yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan sebagai solusi menghadapi tantangan iklim dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

“Rantai dingin harus kita tempatkan sejajar dengan infrastruktur vital seperti listrik dan air. Ia harus mampu bertahan dalam guncangan dan suhu ekstrem di masa depan,” tuturnya.

Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan pentingnya akses yang adil terhadap sistem rantai dingin global, terutama bagi miliaran petani dan nelayan kecil di negara berkembang. Mereka, katanya, adalah pilar utama sistem pangan dunia.

"Rantai dingin adalah tulang punggung diam peradaban modern. Ia menjaga mutu, keamanan, dan ketersediaan pangan dari lahan hingga meja makan, dari laboratorium hingga pasien," ujarnya.

Menurutnya, sistem rantai dingin yang efisien mampu menekan pembusukan, memperpanjang masa simpan, dan memastikan distribusi bahan pangan bergizi seperti ikan, daging, produk susu, buah, dan sayuran, sepanjang tahun.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pengendalian suhu dalam rantai dingin sangat krusial, tak hanya menjaga kualitas, tapi juga mencegah kontaminasi mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. “Gagal menjaga suhu bisa berarti bencana: produk rusak, konsumen sakit, dan kerugian ekonomi besar-besaran,” ujarnya.

Prof. Rokhmin Dahuri menekankan bahwa sistem refrigerasi dalam rantai pasok pangan harus menjadi prioritas kebijakan negara, bukan hanya sektor swasta. Investasi di bidang ini bukan semata urusan bisnis, tapi penentu keberlanjutan pangan dan kesehatan masyarakat di tengah krisis iklim global.

Penguatan Sistem Rantai Dingin Global

Prof. Rokhmin Dahuri menyoroti pentingnya penguatan sistem rantai dingin global demi mencegah kerugian pangan besar-besaran dan meningkatkan kesejahteraan petani serta nelayan kecil.

Dalam paparannya, ia mengungkapkan bahwa rantai dingin terbagi dalam tiga komponen utama: pra-pendinginan dan pembekuan, gudang dingin stasioner, dan transportasi berpendingin.

“Pendinginan sejak dari sumber dapat mempertahankan lebih banyak nutrisi, menambah masa simpan, mengurangi kehilangan pangan, dan meningkatkan pendapatan pelaku usaha pangan,” ujarnya.

Sayangnya, lemahnya infrastruktur rantai dingin di banyak negara berkembang menyebabkan kehilangan pangan global mencapai 526 juta ton per tahun, senilai USD 379 miliar, cukup untuk memberi makan 1 miliar orang. Sementara itu, 828 juta orang masih kelaparan, dan 600 juta orang jatuh sakit akibat makanan terkontaminasi.

Lebih tragis lagi, 79 persen dari 900 juta orang miskin ekstrem tinggal di desa dan menggantungkan hidup pada lahan pertanian kecil, tanpa akses teknologi pendingin.

“Tanpa rantai dingin yang adil dan terjangkau, petani dan nelayan kecil kehilangan potensi ekonomi besar karena hasil panen cepat rusak dan harus dijual murah,” tegas Rektor Universitas UMMI ini.

Prof. Rokhmin Dahuri bersama Dr. Yousr Allouche, Director of the International Institute of Refrigeration

1,5 Juta Jiwa Kehilangan Nyawa

Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001–2004 itu kembali menegaskan pentingnya membangun sistem rantai dingin yang terintegrasi di sektor pangan dan kesehatan, khususnya untuk negara berkembang. Menurutnya, jika dikembangkan optimal, rantai dingin dapat meningkatkan pendapatan petani dan nelayan miskin hingga 4–5 kali lipat. Hal ini terjadi melalui kombinasi pengurangan kehilangan pangan dan fasilitasi peralihan ke produk bernilai lebih tinggi serta pengolahan pangan yang bernilai tambah

Namun, di samping dampak sosial dan ekonomi, produksi pangan yang tidak mencapai pasar akibat rantai dingin yang tidak efisien atau tidak tersedia menyumbang sekitar 1GT CO₂e emisi gas rumah kaca, sekaligus mewakili pemborosan yang tidak perlu atas input pertanian yang digunakan untuk budidaya, seperti energi, lahan, air irigasi, dan pupuk, serta menjadi beban yang tidak berkelanjutan bagi sumber daya alam dunia. “Ini bukan sekadar isu ekonomi, tapi juga lingkungan dan kemanusiaan," terang Prof. Rokhmin Dahuri.

Dalam sektor kesehatan, rantai dingin memastikan vaksin, insulin, obat-obatan, dan produk kesehatan yang menyelamatkan nyawa mencapai pasien dalam bentuk yang tetap ampuh, terutama di daerah pedesaan atau terpencil. Sayangnya, minimnya infrastruktur pendingin berkontribusi terhadap lebih dari 1,5 juta kematian akibat kegagalan vaksinasi setiap tahun.

Pemanfaatan rantai dingin dalam sektor kesehatan untuk produk yang sensitif terhadap suhu, seperti vaksin dan obat-obatan, melibatkan komponen serupa dengan yang digunakan dalam sektor pangan, dari produsen hingga pasien yang menerima imunisasi atau pengobatan. “Tanpa sistem rantai dingin yang solid, semua proses, dari pabrik ke pasien, berisiko gagal. Itu berarti nyawa melayang, dan pembangunan mandek,” tambahnya.

Dengan kehilangan pangan tahunan mencapai 526 juta ton akibat kurangnya sistem refrigerasi yang memadai, ia mendorong perubahan paradigma menuju pendekatan berkelanjutan yang tangguh dan adil. Refrigerasi memainkan peran vital dalam mengurangi pembusukan, menjaga nutrisi, dan mencegah kontaminasi pangan, sekaligus berkontribusi terhadap ketahanan pangan global.

Dalam hal ini, pendinginan atau pembekuan dilakukan di fasilitas produksi, dilanjutkan dengan penyimpanan dingin, kemudian pengangkutan dalam kontainer berpendingin ke gudang dingin di pusat distribusi, sebelum akhirnya dikirim dalam transportasi berpendingin ke lemari pendingin di rumah sakit, fasilitas kesehatan, dan apotek. Beberapa jenis obat mungkin juga memerlukan tahap akhir penyimpanan di lemari pendingin domestik.  

Mempertahankan integritas menyeluruh dari rantai dingin yang digunakan dalam sektor pangan dan kesehatan adalah hal yang krusial, setiap gangguan dalam infrastruktur yang sepenuhnya terintegrasi dapat membahayakan seluruh sistem.  

Kurangnya fasilitas penyimpanan dingin yang memadai dan kendaraan transportasi berpendingin untuk mendukung rantai pasokan medis di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah saat ini berkontribusi pada lebih dari 1,5 juta kematian yang dapat dicegah dengan vaksin setiap tahun. 

"Selain menyebabkan kehilangan nyawa yang tragis, defisit infrastruktur ini juga menjadi hambatan besar dalam mencapai akses vaksin yang universal," ucap Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu

Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan, rantai dingin yang lemah bukan hanya soal pemborosan pangan, tapi juga menyumbang kerugian global hingga 34,1 miliar dolar AS per tahun akibat vaksin yang rusak karena suhu tak sesuai standar, belum termasuk beban fisik dan ekonomi dari penyakit yang dapat dicegah. Di sisi lain, setiap dolar yang diinvestasikan dalam imunisasi anak memberikan manfaat ekonomi sekitar 44 dolar bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah.

“Setiap dolar investasi dalam imunisasi anak menghasilkan manfaat ekonomi senilai 44 dolar di negara berkembang. Tapi semua itu sia-sia bila rantai dingin tak mampu menjaga suhu,” tegasnya.

Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan ketahanan pangan global, efisiensi rantai dingin menjadi kunci dalam penyimpanan vaksin, makanan, serta pengelolaan energi. 

Prof. Rokhmin Dahuri menyerukan transformasi sistem rantai dingin dengan beralih ke teknologi berbasis energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, serta penggunaan refrigeran dengan Potensi Pemanasan Global (GWP) rendah. Prinsip ekonomi sirkular juga menjadi sorotan, dengan upaya mengurangi limbah dan mendaur ulang material untuk keberlanjutan.

Ia menekankan, sistem rantai dingin adalah garda depan ketahanan pangan, kesehatan, dan iklim. Namun keberlanjutan sistem ini harus dimulai dari energi. Pendinginan adalah sektor padat energi. Maka kita wajib beralih ke energi terbarukan, efisiensi tinggi, dan refrigeran ber-GWP rendah.

"Oleh karena itu, mulai sekarang kita harus beralih ke sistem refrigerasi berbasis energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, menyetel ulang titik suhu untuk makanan beku, serta menggunakan refrigeran dengan GWP rendah untuk meminimalkan dampak iklim dari pendinginan," paparnya.

Prof. Rokhmin Dahuri mendesak pemerintah dan mitra internasional untuk memperlakukan rantai dingin sebagai infrastruktur vital seperti listrik dan air, demi pangan aman, kesehatan merata, dan masa depan berkelanjutan. Ia juga  mengajak negara-negara untuk berinvestasi dalam teknologi pendinginan yang efisien demi mengurangi kehilangan pangan, menjaga kesehatan masyarakat, dan meningkatkan pendapatan para pelaku industri pangan.

"Dengan investasi dan kebijakan yang tepat, dunia dapat menghadirkan sistem yang lebih cerdas dan berkelanjutan, mendukung kesehatan global, serta mengurangi dampak perubahan iklim," ujarnya.

Yang tak kalah penting, sistem rantai dingin yang efisien bukan hanya masalah teknis, tetapi juga keharusan moral dalam memastikan akses yang adil bagi semua, termasuk petani kecil, komunitas pesisir, komunitas adat, hingga warga miskin kota. “Keadilan iklim dan pangan tak boleh elitis. Kita butuh kolaborasi publik-swasta, dukungan global, dan pemberdayaan lokal,” ujarnya.

Prof. Rokhmin Dahuri juga menekankan penerapan prinsip ekonomi sirkular, mulai dari daur ulang alat hingga minimasi limbah. Perlunya infrastruktur tahan iklim ekstrem dan investasi dalam teknologi digital seperti IoT, AI, dan blockchain.

Dalam pidato utamanya, ia menawarkan empat strategi utama untuk membangun rantai dingin yang berkelanjutan, tangguh, dan adil:

1. Kebijakan dan Regulasi: Pemerintah harus menyediakan kerangka pendukung, termasuk insentif untuk teknologi refrigerasi ramah lingkungan, mandat untuk rantai dingin vaksin, dan subsidi untuk infrastruktur pedesaan.  

2. Investasi dan Inovasi: Menggalang pendanaan untuk teknologi rantai dingin yang bersih (ramah lingkungan), termasuk teknologi hemat energi, refrigeran alami, dan teknologi refrigerasi bebas limbah; mendukung startup serta logistik yang cerdas terhadap iklim. Mendorong penelitian & pengembangan (R&D) dalam pendinginan off-grid dan solusi berbiaya rendah, termasuk solusi pompa panas dan berbagai teknologi pendinginan bersih lainnya.  

3. Pembangunan Kapasitas: Menyediakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan bagi teknisi rantai dingin, petani, nelayan, tenaga kesehatan, dan manajer rantai pasokan. Ingatlah bahwa sumber daya manusia adalah fondasi utama dari sistem rantai dingin yang berkelanjutan, tangguh, dan adil.  

4. Kolaborasi Global: Mari kita perkuat dan tingkatkan pertukaran pengetahuan serta teknologi internasional, kerja sama Selatan-Selatan, serta keselarasan dengan SDGs, Perjanjian Paris, Amandemen Kigali terhadap Protokol Montreal, dan Agenda Keamanan Kesehatan Global.  

Rantai dingin (refrigerasi) mungkin tidak terlihat oleh banyak orang, tetapi dampaknya menyentuh kita semua—dalam makanan yang kita konsumsi, vaksin yang kita terima, serta obat-obatan yang menyelamatkan nyawa kita. 

Prof. Rokhmin Dahuri menyerukan kolaborasi global untuk membangun sistem rantai dingin berkelanjutan, tangguh, dan inklusif sebagai infrastruktur dasar seperti listrik dan internet, demi masa depan pangan dan kesehatan dunia. 

Dengan transformasi sistemik ini, dunia tak hanya bisa selamatkan miliaran dolar, tapi juga nyawa, lingkungan, dan masa depan. Memperkuat dan meningkatkan sistem rantai dingin bukan hanya upaya teknis, tetapi juga keharusan moral dalam menghadapi perubahan iklim global, ketidaksetaraan, gangguan, dan kerentanan.

"Mari kita berkomitmen hari ini, sebagai ilmuwan, insinyur, pembuat kebijakan, pemimpin sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk membangun sistem rantai dingin yang berkelanjutan bagi Bumi, tangguh dalam menghadapi krisis, dan adil bagi seluruh warga dunia," ujar Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.

Komentar