Minggu, 15 Juni 2025 | 15:27
COMMUNITY

Fenomena Gerakan #KaburAjaDulu: Ketika Cinta Tanah Air Kalah oleh Harga Cabai dan Tiket Pesawat

Fenomena Gerakan #KaburAjaDulu: Ketika Cinta Tanah Air Kalah oleh Harga Cabai dan Tiket Pesawat
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS

ASKARA - Fenomena gerakan #KaburAjaDulu masih ramai diperbincangkan di media sosial, sebagai mencerminkan keresahan generasi muda terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Tagar ini bukan sekadar kelakar dunia maya, tapi menjadi simbol perlawanan pasif, sindiran keras terhadap elite yang gagal memberi harapan.

Tagar ini awalnya digunakan untuk berbagi informasi mengenai peluang kerja dan pendidikan di luar negeri, namun seiring waktu berubah menjadi ekspresi kekecewaan kolektif terhadap berbagai permasalahan domestik. 

Berdasarkan hasil survei terbaru dari lembaga survei Median, sebanyak 85,7 persen netizen mengetahui gerakan #KaburAjaDulu, dan 53,7 persen diantaranya menyatakan setuju dengan dorongan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.

Alasan mereka bekerja di luar negeri karena lapangan kerja yang sulit di dalam negeri (18,3 persen), kepercayaan yang rendah terhadap perhatian pemerintah terhadap rakyat (,16,9 persen), serta keinginan hidup layak di negara lain (10,8 persen).

Atas dasar permasalahan tersebut, anggota DPR RI periode 2024–2029, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS,  menanggapi fenomena ini sebagai panggilan untuk bertindak. Menurutnya, #KaburAjaDulu bukan sekadar ekspresi frustrasi, tetapi juga sinyal bagi pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi dalam negeri dan meningkatkan daya saing Indonesia.

"Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi negara maju, sejahtera, dan berdaulat jika mampu mengelola sumber daya alam dan bonus demografi dengan baik," ujar Rektor Universitas UMMI Bogor itu, dikutip Sabtu (17/5).

Sebagai solusi, Prof. Rokhmin Dahuri mengusulkan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan swasta, koperasi, UMKM, perguruan tinggi, BRIN, LSM, civil society, dan media massa untuk menciptakan lapangan kerja yang layak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam pandangannya, keberhasilan pembangunan Indonesia Emas 2045 tidak hanya bergantung pada kebijakan yang bijaksana, tetapi juga pada kepemimpinan yang kompeten dan visioner. 

Pendidikan berkualitas yang dapat menghasilkan sumber daya manusia unggul—kompeten, kreatif, inovatif, dengan etos kerja tinggi dan akhlak mulia, menjadi kunci untuk menghadapi tantangan global dan mewujudkan kesejahteraan yang merata.

Fenomena #KaburAjaDulu seharusnya menjadi refleksi bagi semua pihak untuk bersama-sama membangun Indonesia yang lebih baik, agar generasi muda tidak lagi merasa perlu "kabur" untuk mencari masa depan yang lebih cerah.

Bagi sebagian generasi muda, “kabur” bukan bentuk lari dari tanggung jawab, melainkan strategi bertahan hidup. Mereka ingin mencari peluang di tempat yang dinilai lebih adil, meritokratis, dan memberi ruang berkembang. 

Negara seperti Jepang, Jerman, Australia, dan Kanada menjadi tujuan favorit karena menawarkan peluang kerja, pendidikan, dan kualitas hidup yang lebih baik.

Menteri Kelautan dan Perikanan 2001 - 2004  itu menjabarkan sejumlah langkah dalam kolaborasi pemerintah tersebut antara lain, pertama menjaga dan merevitalisasi sektor-sektor ekonomi yang ada saat ini (existing) seperti pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan industri manufaktur (tekstil, elektronik, otomotif, makanan dan minuman dan lain-lain).

Kedua, menciptakan lapangan kerja dg meningkatkan investasi, bisnis, dan perdagangan di berbagai sektor including Agro Maritim, Industri Manufaktur, Pariwisata, dan Digitlal Technology (AI, IoT, Blockchain, Big Data, and Robotics).

"Ketiga, yang perlu dilakukan adalah dengan mendorong peningkatan sumber daya manusia melalui DIKLAT (upskilling dan reskilling) untuk angkatan kerja yg ada saat ini,” tutur Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.

Keempat, lanjut Prof Rokhmin pemerintah juga harus melakukan reformasi sistem pendidikan dari jenjang PAUD, SD, Poltek (VOKASI) hingga Universitas.

“Hal ini penting untuk menyiapkan dan menghasilakn SDM yang benar-benar unggul, kompeten, kreatif, inovatif, agile, adaptif, berdaya saing global, berakhlak mulia, dan memiliki IMTAQ kokoh sesuai agama masing-masing,” jelasnya.

Kelima menurut Prof Rokhmin yang juga merupakan Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan DPP PDI Perjuangan itu adalah pemerintah harus menghadirkan Iklim Investasi dan Kemudahan Berbisnis (Ease of Doing Business) yang kondusif dan atraktif.

Komentar