Negara vs Premanisme

Oleh: Kusai Murroh, S.Pd., S.H., M.H.
Founder Rumah Klinik Hukum dan Penasehat Hukum LPPH-BPPKB Banten
ASKARA - Belakangan ini, organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi sorotan publik karena kerap kali melakukan tindakan premanisme yang meresahkan masyarakat. Tidak sedikit pihak yang mengatasnamakan ormas melakukan pemalakan, pungutan liar, penganiayaan, hingga perusakan fasilitas umum. Tindakan-tindakan tersebut tentu sangat mengganggu ketenteraman masyarakat.
Ironisnya, beberapa waktu lalu, sebuah ormas bahkan membakar tiga mobil polisi di Depok, Jawa Barat. Tindakan semacam ini menambah daftar panjang ulah ormas yang bertindak sewenang-wenang di luar batas hukum.
Karena itu, masyarakat mulai menunjukkan penolakan terhadap keberadaan ormas-ormas yang cenderung berbuat onar. Bahkan, Pecalang di Bali secara terang-terangan menolak keberadaan ormas tertentu karena dianggap mengganggu ketenangan masyarakat setempat.
Fenomena ini menjadi sinyal bahwa praktik premanisme semakin meresahkan. Data dari Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas) Bareskrim Polri menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024 tercatat 4.207 kasus kejahatan yang berkaitan dengan senjata tajam atau tindakan premanisme. Sementara itu, hingga akhir April 2025, tercatat sudah terjadi 1.426 kasus serupa—yang berarti rata-rata terjadi sekitar 12 kasus per hari (Kompas, 2 Mei 2025).
Meski kerap bertindak semena-mena, eksistensi ormas sebenarnya dijamin oleh konstitusi. Pasal 28 UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan mengatur tentang pendirian, pendaftaran, kegiatan, serta hak dan kewajiban ormas.
Tindak Tegas
Premanisme berbaju ormas yang belakangan marak terjadi jelas merusak tatanan sosial. Keberadaan mereka yang kerap meresahkan seharusnya menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum. Polisi perlu bertindak tegas terhadap ormas yang terbukti melakukan tindakan premanisme. Penegakan hukum yang tegas menjadi kunci agar peristiwa serupa tidak terulang.
Apabila anggota ormas terbukti melakukan tindak pidana, maka mereka harus diproses secara hukum. Jika diperlukan, ormas tersebut bisa dibubarkan dan izinnya dicabut. Di sinilah pentingnya kehadiran negara untuk menunjukkan ketegasan.
Negara tidak boleh kalah, apalagi tunduk kepada ormas yang berperilaku seperti preman. Tidak boleh ada lagi ormas yang seenaknya mengancam masyarakat, menyegel bangunan, atau bertindak seolah-olah sebagai penegak hukum. Sekalipun ormas ingin berperan dalam pengamanan, hal itu hanya boleh dilakukan dalam rangka membantu aparat kepolisian, bukan mengambil alih tugas dan wewenang negara.
Komentar