Selasa, 13 Mei 2025 | 17:08
NEWS

Perang Tarif Dagang Trump, Partai Gelora: Momentum Perkuat Diplomasi Perdagangan

Perang Tarif Dagang Trump, Partai Gelora: Momentum Perkuat Diplomasi Perdagangan
Bramastyo B Prastowo

ASKARA – Dalam perdagangan internasional dan geoekonomi, setiap negara biasanya fokus pada kepentingan nasionalnya sendiri. Hal inilah yang menjadi alasan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor secara signifikan yang dideklarasikan sebagai 'Liberation Day' pada April 2025.

Trump menetapkan tarif universal 10 persen terhadap semua produk impor dan tarif lebih tinggi ke negara-negara tertentu. Indonesia sendiri terkena tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 32 persen.

Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk bernegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat ihwal tarif impor 32 persen

Menanggapi hal ini, Ketua Bidang (Kabid) Ekonomi dan Pembangunan, Koordinator Bidang Kebijakan Publik DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Bramastyo B Prastowo mengatakan, kebijakan tarif Trump mengundang sejumlah reaksi dari negara lain.

Ada yang langsung membalas tarif tersebut seperti Tiongkok dan adapula yang bernegosiasi seperti negara-negara di ASEAN, antara lain Indonesia.

"Indonesia yang terkena dampak tarif cukup signifikan dari Amerika bisa mengambil langkah-langkah strategis. Diantaranya negosiasi tawaran tarif, instrumen perdagangan di luar negeri, relaksasi hambatan perdagangan di luar tarif hingga proposal investasi," ujar Bramastyo, Jumat (18/4/2025).

Menurut Bramastyo, Partai Gelora mendorong pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk berinvestasi di AS maupun menarik investasi dari negeri Paman Sam itu. 

"Kami menilai posisi Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) menjadi strategis untuk mengelola investasi di dalam dan di luar negeri," ujar Bramastyo.

Menurut Bramastyo, stabilitas politik yang dimiliki Indonesia saat ini menjadi peluang besar bagi Pemerintah Indonesia untuk memperkuat iklim investasi di dalam dan luar negeri.

Sebab, jelas Bramastyo, di tengah ketidakpastian global, para investor asing akan mencari negara yang dinilai memiliki situasi politik dan kebijakan yang relatif baik, untuk berinvestasi.

"Pemerintah perlu melakukan deregulasi dalam paket-paket kebijakan ekonomi guna memudahkan masuknya investasi serta melindungi kepentingan dalam negeri, baik bagi pengusaha lokal maupun konsumen," imbau Bramastyo.

Deregulasi yang diterapkan secara konsisten, ulas Bramastyo, dapat memangkas berbagai hambatan birokrasi dan regulasi yang selama ini memperlambat proses perizinan dan menambah beban biaya bagi pelaku usaha, khususnya investor asing maupun domestik.

"Dengan penyederhanaan aturan, penghapusan regulasi yang tumpang tindih, serta debirokratisasi layanan perizinan, iklim usaha di Indonesia menjadi lebih kompetitif dan terbuka," ujar Bramastyo.

Hal ini, lanjut Dosen Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun itu, dapat mendorong peningkatan investasi di berbagai sektor strategis.

"Penting untuk dicatat bahwa deregulasi yang dilakukan pemerintah tetap harus memperhatikan prinsip perlindungan terhadap industri lokal dan kepentingan masyarakat luas," terang Bramastyo.
 
Selanjutnya, imbau Bramastyo, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terkait potensi pasar ekspor alternatif selain AS. 

"Manfaatkan peran atase ekonomi di berbagai negara untuk mengidentifikasi peluang ekspor produk unggulan Indonesia yang selama ini banyak di eskpor ke Amerika," tutur Bramastyo.

Selain itu, ujar Bramastyo, pemerintah juga dapat memperkuat kerja sama dagang dengan negara-negara mitra potensial melalui perjanjian perdagangan bebas, promosi dagang, serta partisipasi aktif dalam pameran internasional guna memperluas akses pasar bagi produk Indonesia.

"Sebab, diversifikasi pasar ekspor ini, menjadi semakin penting di tengah dinamika kebijakan proteksionis global, seperti kenaikan tarif impor dari AS yang dapat mengancam daya saing produk nasional di pasar tradisional. Dengan melakukan pemetaan pasar secara komprehensif dan menyesuaikan standar, serta preferensi konsumen di negara tujuan baru, maka Indonesia dapat memperkuat ketahanan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada satu pasar utama," papar Bramastyo.

"Langkah ini juga diharapkan mampu mendorong inovasi produk, meningkatkan nilai tambah, dan membuka peluang kerja baru di sektor industri dalam negeri, dan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," sambung Bramastyo.
 
Bramastyo berpandangan, program hilirisasi Presiden Prabowo juga akan menjadi harapan yang besar bagi national income Indonesia di tengah ketidakpastian situasi perdagangan global.
 
"Dalam situasi ini, hilirisasi menjadi semakin penting sebagai strategi untuk meningkatkan nilai tambah produk domestik dan memperluas pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika," ucap Bramastyo.

Kabid Ekonomi dan Pembangunan DPP Partai Gelora ini berharap Indonesia memperkuat diplomasi perdagangan, mempercepat diversifikasi pasar, serta mendorong inovasi dan efisiensi industri agar produk Indonesia tetap kompetitif di tengah tekanan tarif tinggi dan dinamika global yang tidak menentu.

"Partai Gelora mengajak produsen dan konsumen Indonesia untuk mendukung program hilirisasi, memilih produk buatan dalam negeri untuk memperkuat ekonomi hingga menghindari pengangguran," pungkas Bramastyo Prastowo.

Komentar