Senin, 21 April 2025 | 11:50
OPINI

Tuhan Bersifat Tidak Terbatas

Tuhan Bersifat Tidak Terbatas
Bung Karno (Dok Buku Progresif)

Oleh: Budi Kastowo

Tulisan ini merupakan semacam resensi atas Amanat Presiden RI Ir. Sukarno saat memperingati Hari Raya Idul Fitri pada 15 Februari 1964 atau 1 Syawal 1383 Hijriyah di Masjid Baiturrahim, Istana Kepresidenan Jakarta. Referensi tulisan ini diambil dari buku kumpulan pidato dan artikel Bung Karno dan Islam.

Tuhan dikatakan memiliki 20 sifat. Namun, menurut Ir. Sukarno, pembatasan jumlah sifat ini justru membatasi kekuasaan Tuhan. Bung Karno lebih setuju dengan pemikiran bahwa Tuhan bersifat tidak terbatas (unlimitless). Karena Tuhan Maha Kuasa, maka sifat-Nya pun tidak terbatas.

Dari sifat-sifat Tuhan yang tidak terbatas itu, terdapat satu sifat yang paling istimewa dan bersifat prerogatif, yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Sifat Rahmaniah Tuhan diberikan kepada manusia tanpa tebusan amal. Manusia dilahirkan dalam kesempurnaan—memiliki jasad, jiwa, dan spirit yang sempurna. Artinya, bahkan tanpa amaliyah sekalipun, Tuhan telah menganugerahkan nikmat-Nya.

Sedangkan Ar-Rahim adalah ketika nikmat Tuhan harus diperjuangkan. Manusia yang menginginkan keadilan dan kemakmuran tidak bisa mendapatkannya secara instan—semua itu harus diperjuangkan.

Keadilan dan kemakmuran harus diselenggarakan melalui alat yang bernama Negara. Negara didirikan oleh bangsa Indonesia yang merdeka. Kemerdekaan itu hanya bisa dicapai bila memiliki kekuatan atau kedaulatan politik. Kekuatan politik tidak muncul dengan sendirinya, melainkan dibangun secara sadar melalui persatuan dan kesatuan.

Persatuan ini didasarkan pada konsep kebangsaan Indonesia sebagai pemersatu. Konsep ini disusun dengan literasi merdeka, berangkat dari jiwa merdeka dan bertujuan membentuk bangsa yang merdeka. Konsep kebangsaan disusun dengan memperhatikan karakter asli bangsa Indonesia sekaligus memperhatikan dinamika sejarah susunan politik dan ekonomi dunia.

Manusia dilahirkan untuk menjalankan misi amar ma’ruf nahi munkar—menegakkan kebaikan dan kebenaran serta menjauhi kemungkaran. Misi ini berlaku dalam segala aspek kehidupan, termasuk terhadap negara, bangsa, dan tanah air. Tanah air adalah amanah Tuhan yang wajib dijaga dari segala bentuk ancaman.

Salah satu ancaman yang disebut dalam amanat Bung Karno adalah Nekolim—singkatan dari neo-kolonialisme dan imperialisme. Saat itu, nekolim diwujudkan dalam bentuk berdirinya negara Malaysia, yang menurut Bung Karno adalah ciptaan negara Inggris. Penolakan Indonesia terhadap Malaysia bukan karena penduduknya yang serumpun dengan bangsa Indonesia, tetapi karena sistem kolonialisme dan imperialisme yang menjadi "roh" di balik negara tersebut.

Bangsa Indonesia hari ini telah memiliki kemerdekaan dan negara. Maka, semua warga negara berkewajiban melakukan bela negara. Republik Indonesia didirikan untuk menjadi alat dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Karena itu, negara tidak boleh bersifat kolonial dan imperialis. Negara juga harus dijauhkan dari menjadi sasaran imperialisme.

Nekolim merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru. Intinya tetap sama: penjajahan, penindasan, dan penghisapan. Nekolim bisa dilakukan oleh bangsa asing terhadap bangsa lain, atau bahkan oleh sebagian bangsa terhadap bangsanya sendiri. Imperialisme dapat tumbuh dari dalam negeri. Inti dari imperialisme adalah nafsu keserakahan yang bersarang dalam diri manusia.

Perang melawan hawa nafsu selama bulan Ramadhan, yang berpuncak pada Idul Fitri, seharusnya menjadi suluh bagi perjuangan kebangsaan Indonesia. Perjuangan itu tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah berakhir.

 

Blitar, Kamis Kliwon, 3 April 2025


Penulis adalah Pustakawan/Subkoordinator Kerjasama dan Promosi, Perpustakaan Proklamator Bung Karno.
Pegiat Literasi Bung Karno.

 

Komentar