Terkait Pagar Laut Misterius di Tangerang, Prof. Rokhmin Dahuri: Segera Bongkar, Karena Melanggar Hukum

ASKARA - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menegaskan, perlu adanya tindakan tegas dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa pagar laut di perairan Tangerang Banten ini yang melanggar hukum tersebut segera dibongkar dan dikembalikan fungsinya sesuai dengan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
"DPR sudah kroscek bahwa pagar laut tidak memiliki izin dan itu melanggar hukum," ujar Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber dalam dialog live di Metro TV, Selasa (14/1) malam. Dialog bertema "Usut pagarlaut, siapa takut!" membahas masalah penyegelan pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di wilayah perairan Tangerang, Banten.
Diskusi menghadirkan pembicara lain yakni anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, ekonom senior, Dradjat Wibowo dan kuasa hukum PIK 2, Muannas Al Aidid.
"Ini adalah wake-up call, peringatan keras bagi semua pihak. Jika hukum tidak ditegakkan, negara ini tidak akan maju," tegasnya
Prof. Rokhmin menyoroti kasus pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang yang melanggar hukum karena tidak memiliki izin. Dan, melanggar UU No.27/2007 jo. UU No.1/2014 ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau2 Kecil (Kelautan).
Pagar laut illegal sepanjang 30,16 km yg meliputi wilayah 6 kecamatan, 16 desa di laut pesisir Kab. Tanggerang itu selain telah menghalangi akses sekitar 3.900 nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan ikan) dan meningkatkan biaya.melaut para nelayan, juĝa bakal merusak ekosistem pesisir dan laut.
DPR telah memverifikasi kasus ini ke berbagai instansi. Ke depannya, kita harus memastikan bhw tidak akan lagi kasus ilegal semacam ini terjadi
Lebih dari itu, semua pihak—baik pemerintah maupun perusahaan dan masyarakat—didorong untuk bekerja secara profesional, berlandaskan hukum demi stabilitas sosial-politikl, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan kedaulatan bangsa.
Panggil Pihak Terkait
Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, Komisi IV akan memanggil pihak-pihak yang terkait atas adanya pagar melintang 30 km di laut wilayah Tangerang.
“Komisi IV akan meminta penjelasan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kelompok atau perwakilan nelayan setempat, pihak Pantai Indah Kapuk (PIK), Ombudsman dan lainnya. Kami ingin mengetahui secara jelas dan pasti bagaimana pagar melintang 30 km itu bisa ada dan dibiarkan sampai 5 bulan berjalan,” ujarnya.
Selain itu, Guru Besar Manajemen Pembangunan Pesisir dan Lautan-IPB University itu menekankan, pihak instansi terkait harus bekerja secara profesional dan gerak cepat. Karena, pagar laut yang tidak memiliki izin ini bisa merusak habitat alami biota laut dan berpotensi mengganggu jalur migrasi ikan dan biota laut lainnya, serta merusak terumbu karang dan ekosistem pesisir yang sangat penting untuk keseimbangan ekologis.
"Sekarang seolah-olah seperti pemadam kebakaran kalau ada peristiwa baru bergerak lalu diliput media masa, selanjutnya tidak bekerja. Semestinya sekarang tidak dilakukan lagi," katanya.
Dalam kesempatan itu, Prof Rokhmin Dahuri mengusulkan agar penegakan hukum yang lebih baik dapat dilakukan untuk melindungi ruang laut Indonesia dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Beliau menegaskan bahwa pagar laut ilegal ini adalah pelanggaran yang merugikan banyak pihak, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan.
Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi masalah ini harus dilakukan secara holistik, dengan melibatkan pihak berwenang, masyarakat pesisir, dan pemangku kepentingan lainnya.
Prof. Rokhmin Dahuri menyoroti pentingnya pengawasan dan penegakan hukum dalam pengelolaan ruang laut di Indonesia. Keberadaan pagar laut yang tidak sah ini menunjukkan adanya kekurangan pengawasan dari pihak berwenang terkait penggunaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut.
"Pihak terkait harus segera mengusut tuntas kasus ini dan memastikan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan," tegas Ketum GNTI (Gerakan Nelayan Tani Indonesia) itu
Beliau mengungkapkan bahwa pagar laut yang dibangun secara ilegal dan tidak sah di perairan Tangerang Banten ini telah menimbulkan kerugian besar. "Pagar tersebut tidak hanya menghalangi akses nelayan yang biasa melintasi perairan tersebut, tetapi juga berdampak pada kelangsungan ekosistem laut," tegasnya.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001 - 2004 itu, kerugian yang ditimbulkan akibat pagar laut yang memblokir jalur-jalur nelayan dapat menyebabkan nelayan kehilangan akses ke wilayah tangkap ikan mereka, yang sangat vital untuk mata pencaharian mereka. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan dan mengurangi pendapatan nelayan. "Selain itu, kerugian juga terjadi pada industri perikanan, karena penurunan pasokan ikan dari daerah tersebut.
Ketua Dewan Pakar MAPORINA (Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia) itu mengingatkan bahwa konservasi laut dan pesisir sangat penting untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada. Pagar laut ilegal ini menunjukkan bahwa perencanaan ruang laut harus lebih mengutamakan kepentingan bersama, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. "Konsultasi dengan masyarakat pesisir dan nelayan lokal juga menjadi langkah penting untuk mencegah konflik dan kerusakan lebih lanjut," tuturnya.
Penting untuk memastikan bahwa pengelolaan sumber daya laut di Indonesia dilakukan dengan lebih bijaksana dan berkelanjutan, agar tidak hanya memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi yang akan datang.
Harapan ke Depan
Ke depannya, Prof Rokhmin Dahuri berharap agar kasus pagar laut ini menjadi pelajaran berharga bagi pengelolaan ruang laut Indonesia, dan dapat mendorong adanya reformasi dalam kebijakan kelautan yang lebih memperhatikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan konservasi alam.
"Dengan demikian, Indonesia dapat memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan tanpa merusak ekosistem laut yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya," sebut Ketua Umum MAI (Masyarakat Akuakultur Indonesia) itu.
Komentar