Selasa, 18 Maret 2025 | 07:31
NEWS

Pagar Laut Misterius di Tangerang Tak Memiliki AMDAL, KLH Sebut Berdampak Pada Kerusakan Ekosistem Laut Dan Pesisir

Pagar Laut Misterius di Tangerang Tak Memiliki AMDAL, KLH Sebut Berdampak Pada Kerusakan Ekosistem Laut Dan Pesisir
Penyegelan pagar laut oleh KKP (ist)

ASKARA - Pagar laut yang terpasang sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang, Banten, menimbulkan kehebohan baru-baru ini. Pengawasan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) belum menemukan adanya izin atau dokumen yang diterbitkan baik oleh kementerian maupun oleh dinas lingkungan hidup daerah terkait kegiatan tersebut.

KLH mengungkapkan bahwa pagar laut yang terbentang sepanjang 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang tidak memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), atau Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Hal ini bisa menjadi masalah serius mengingat pentingnya memastikan bahwa setiap proyek yang berpotensi mempengaruhi lingkungan harus melalui proses evaluasi lingkungan yang tepat untuk melindungi ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan.

AMDAL adalah suatu kajian yang dilakukan untuk menilai dampak lingkungan dari suatu proyek atau kegiatan besar sebelum proyek tersebut dilaksanakan. Tanpa adanya AMDAL, suatu proyek dapat menyebabkan dampak negatif yang serius terhadap ekosistem dan lingkungan sekitar, termasuk terhadap sumber daya alam, flora, dan fauna yang ada di wilayah tersebut.

Direktur Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Ardyanto Nugroho memastikan bahwa pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang tidak memiliki AMDAL. Dia mengatakan KLH juga tidak pernah keluarkan dokumen perizinan terkait pemasangan pagar laut tersebut. Pihaknya akan memverifikasi apakah prosedur yang diikuti sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk perlindungan lingkungan hidup.

"Dari hasil kegiatan pengawasan kami sementara kami tidak menemukan atau belum menemukan baik dokumen berupa amdal atau UKL-UPL lainnya yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup atau dinas lingkungan hidup di provinsi maupun kabupaten kota," kata Ardiyanto Nugroho dalam keterangannya dikutip Jum'at (17/1).

Hal ini berarti proyek tersebut tidak memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan dapat berdampak negatif pada ekosistem laut. Proyek tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan pada lingkungan, salah satunya pada ekosistem laut dan pesisir.

KLH sedang menyelidiki dampak pemasangan pagar laut terhadap lingkungan, termasuk pengaruhnya terhadap biota laut. Jika ditemukan kerusakan lingkungan yang melebihi baku mutu, pelaku pemagaran bisa diberi sanksi administratif maupun pidana.

“Kita nanti akan lihat apakah biota laut terdampak dari pemasangan pagar laut ini atau tidak. Itu yang perlu kita ketahui,” katanya.

Penyelidikan ini sangat penting untuk memastikan bahwa pembangunan pagar laut tersebut tidak menyebabkan kerusakan yang melampaui ambang batas yang telah ditentukan dalam peraturan lingkungan hidup. 

Apabila kegiatan tersebut terbukti menyalahi aturan atau menyebabkan dampak lingkungan yang negatif, pihak terkait mungkin akan dikenakan sanksi atau diminta untuk memperbaiki dampak yang ditimbulkan.

Ia mengungkapkan bahwa penyelidikan terkait pemagaran laut di perairan Tangerang akan memerlukan waktu sekitar dua minggu. Selama periode ini, KLH akan melakukan evaluasi dan memastikan apakah kegiatan pemagaran tersebut telah memenuhi ketentuan yang berlaku terkait baku mutu lingkungan.

"Penyelidikan itu butuh waktu sekitar dua minggu. KLH akan memastikan apakah pagar laut tersebut melebihi baku mutu kerusakan lingkungan atau tidak," tegasnya.

Pemerintah dan instansi terkait kini tengah memeriksa lebih lanjut mengenai proyek ini dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan, baik terhadap perikanan lokal, habitat laut, serta masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut.

Penyegelan pagar laut ini merupakan langkah awal dalam upaya pengendalian dan pengawasan proyek yang tidak memiliki izin lingkungan yang sah. Pemerintah mengingatkan bahwa semua proyek yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan wajib mengikuti prosedur yang benar, termasuk memiliki dokumen AMDAL yang disetujui oleh pihak berwenang.

Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS 

Melanggar Hukum 

Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir  Rokhmin Dahuri MS menyoroti kasus pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang yang melanggar hukum karena tidak memiliki izin. Dan, melanggar UU No.27/2007 jo. UU No.1/2014 ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau2 Kecil (Kelautan). 

"Ini adalah wake-up call, peringatan keras bagi semua pihak. Jika hukum tidak ditegakkan, negara ini tidak akan maju," ujar Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber dalam dialog live di Metro TV, Selasa (14/1) malam. Dialog bertema "Usut pagarlaut, siapa takut!" membahas masalah penyegelan pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di wilayah perairan Tangerang, Banten. 

Pagar laut illegal sepanjang 30,16 km yg meliputi wilayah 6 kecamatan, 16 desa di laut pesisir Kab. Tanggerang itu selain telah menghalangi akses sekitar 3.900 nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan ikan) dan meningkatkan biaya melaut para nelayan, juga bakal merusak ekosistem pesisir dan laut.

"DPR telah memverifikasi kasus ini ke berbagai instansi bahwa pagar laut tidak memiliki izin dan itu melanggar hukum," tegasnya.

Ke depannya, kita harus memastikan bahwa tidak akan lagi kasus ilegal semacam ini terjadi. Lebih dari itu, semua pihak—baik pemerintah maupun perusahaan dan masyarakat—didorong untuk bekerja secara profesional, berlandaskan hukum demi stabilitas sosial-politik, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan kedaulatan bangsa.

Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, Komisi IV akan memanggil pihak-pihak yang terkait atas adanya pagar melintang 30 km di laut wilayah Tangerang.

“Komisi IV akan meminta penjelasan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kelompok atau perwakilan nelayan setempat, pihak Pantai Indah Kapuk (PIK), Ombudsman dan lainnya. Kami ingin mengetahui secara jelas dan pasti bagaimana pagar melintang 30 km itu bisa ada dan dibiarkan sampai 5 bulan berjalan,” ujar Guru Besar Manajemen Pembangunan Pesisir dan Lautan-IPB University itu.

Komentar