SETARA Institute Dukung Penyederhanaan Izin Pendirian Rumah Ibadah oleh Menag Yaqut
ASKARA - Selama tiga setengah tahun terakhir, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas telah menunjukkan komitmen untuk menyederhanakan prosedur pengajuan izin pendirian rumah ibadah. Dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Kerukunan Umat Beragama (Raperpres PKUB), Menag mengusulkan penghapusan syarat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sehingga rekomendasi hanya diperlukan dari Kementerian Agama (Kemenag) melalui Kantor Wilayahnya. Usulan ini berbeda dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 9 dan 8 tahun 2006 (PBM 2006), yang mengharuskan rekomendasi dari FKUB dan Kemenag.
Usulan tersebut didukung oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) serta Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Namun, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menentang usulan ini, menyatakan bahwa rekomendasi FKUB sebaiknya tetap dipertahankan karena dianggap penting sebagai persetujuan dari pemuka agama.
Menanggapi hal ini, SETARA Institute menyampaikan beberapa pandangan:
Pertama, SETARA Institute mengapresiasi langkah penghapusan syarat rekomendasi FKUB. Langkah ini lebih sesuai dengan keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia. SETARA Institute juga mendorong pemerintah untuk menghilangkan ketentuan diskriminatif lainnya dalam PBM 2006.
Kedua, hambatan dalam perizinan rumah ibadah tidak hanya berasal dari syarat rekomendasi FKUB. Syarat administratif seperti dukungan 90 orang jemaat dan 60 orang non-jemaat juga menghambat hak konstitusional beribadah. Formula 90/60 ini perlu ditinjau ulang untuk menjamin hak beribadah setiap warga negara.
Ketiga, peran FKUB perlu dioptimalkan dalam membangun dan memelihara kerukunan umat beragama. FKUB harus memperluas edukasi dan kampanye toleransi, memperbanyak ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik. Hal ini harus ditegaskan dalam Raperpres PKUB.
Keempat, dalam heterogenitas Indonesia, FKUB belum optimal dalam mencegah dan menangani pelanggaran kebebasan beragama. Sepanjang 2023, terdapat 65 gangguan terhadap tempat ibadah, meningkat dari 50 kasus pada 2022. Sejak 2007 hingga 2023, tercatat 636 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah. Transformasi peran FKUB diperlukan, termasuk pergeseran asas keanggotaan, rekrutmen yang lebih terbuka, dan peningkatan peran tokoh agama perempuan.
Kelima, percepatan kebijakan progresif dalam Raperpres PKUB sangat diperlukan. Janji pemerintah untuk mempermudah pendirian rumah ibadah kelompok minoritas harus segera diwujudkan dengan kebijakan yang lebih komprehensif. Pernyataan Wakil Presiden yang menentang usulan ini cenderung berpihak kepada kelompok mayoritas, menunjukkan ketidaksolidan perspektif kebinekaan dalam pemerintah. Pandangan ini menghambat progresivitas kebijakan kebebasan beragama di Indonesia.
SETARA Institute berharap pemerintah dapat segera mengakselerasi kebijakan yang menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi.
Komentar