Minggu, 28 April 2024 | 02:14
NEWS

Presiden Diduga Berpihak dalam Pemilu, YLBHI: Penyalahgunaan Wewenang dan Merusak Demokrasi

Presiden Diduga Berpihak dalam Pemilu, YLBHI: Penyalahgunaan Wewenang dan Merusak Demokrasi
Ketua YLBHI Muhammad Isnur

ASKARA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut seorang presiden hingga para menteri ‘boleh kampanye dan boleh berpihak selama gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024’. Menyikapi pernyataan Jokowi tersebut, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan klaim tersebut adalah sikap berbahaya dan menyesatkan yang akan merusak demokrasi dan negara hukum kita. 

"Jika dibiarkan sikap ini akan melegitimasi praktik konflik kepentingan pejabat publik, penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara yang tegas dilarang. Pasal 281 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu yang  menegaskan jika “Pejabat Negara, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional dalam Jabatan Negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat Keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”, termasuk ketentuan Pasal 283 UU aquo yang menegaskan bahwa pejabat negara serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah kampanye," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur kepada para wartawan, Rabu (24/1).

Menurut Isnur, sikap Presiden Jokowi juga bentuk pelanggaran terhadap TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. 

Isnur menegaskan, etika politik dan pemerintahan mengharuskan setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. 

"Etika ini harus diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya," ujar Isnur.

Isnur mengatakan, sikap Presiden Jokowi ini menunjukkan pengabaian Presiden terhadap aturan main demokrasi khususnya aturan di dalam UU Pemilu terkait pentingnya netralitas pejabat negara dalam penyelenggaraan pemilu yang jujur adil. 

"Sikap ini menunjukkan konflik kepentingan Presiden yang memperbolehkan dirinya, para menteri maupun pejabat publik di bawahnya melakukan pelanggaran Prinsip Pemilu dengan legitimasi praktik konflik kepentingan dirinya sendiri karena anaknya menjadi salah satu pasangan calon presiden maupun para pejabat publik lainnya yang memiliki kepentingan dalam pemilu 2024," tutur Isnur.

"Hal ini jelas bentuk penyalahgunaan wewenang oleh Presiden sebagai kepala negara maupun kepala pemerintah yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemilu yang seharusnya jujur, netral, independen dan adil," sambung Isnur.

Isnur mengingatkan, sikap yang Presiden tunjukkan tidak boleh dibiarkan dan harus segera dikoreksi, jika tidak ini akan menjadi legitimasi praktik penyalahgunaan wewenang pejabat publik, korupsi program, anggaran, fasilitas negara yang mendorong adanya kecurangan pemilu, pengabaian prinsip netralitas aparat negara dan konflik kepentingan seperti halnya yang terjadi hari ini.

Isnur menuturkan, lembaga pengawas pemilu maupun wakil-wakil partai-partai politik yang berkuasa di DPR RI yang saat ini juga berkontestasi dalam pemilu juga tidak boleh diam dan membiarkan. 

"Bawaslu maupun DPR mestinya menggunakan kewenangannya untuk mencegah dan menindak hal tersebut. Jika tidak, sebetulnya, praktik pelanggaran prinsip pemilu jujur dan adil saat ini sebetulnya terjadi saat ini salah satunya andil partai politik yang hari ini juga ikut berkontestasi dan juga mengambil keuntungan," tukas Isnur.

Berkenaan dengan hal tersebut, YLBHI mendesak:

1. Presiden Jokowi untuk berhenti melakukan praktik buruk pelanggaran konstitusi dan demokrasi serta etika kehidupan berbangsa dan bernegara;

2. DPR RI tidak diam saja dan segera menggunakan kewenangannya melakukan pengawasan melalui hak angket atau interpelasi atau menyatakan pendapat terhadap tindakan Presiden Jokowi yang semakin ngawur menyalahgunakan kewenangannya untuk berpihak pada salah satu pasangan capres cawapres yang mana hal tersebut melanggar prinsip netralitas pejabat publik dalam pemilu;

3. DPR RI untuk segera menindaklanjuti adanya laporan terkait pemakzulan Jokowi karena diduga telah melanggar konstitusi dan perbuatan tercela sebagai presiden;

4. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia untuk segera bekerja melakukan pengawasan dan menindak tegas secara independen dan bertanggung jawab terhadap tindakan Presiden maupun pejabat publik yang diduga kuat melanggar UU Pemilu;

5. Menuntut kepada Pejabat Negara untuk tunduk patuh terhadap aturan main demokrasi dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan  pemilu yang bersih, jujur, dan adil.

Komentar