Jumat, 17 Mei 2024 | 09:57
OPINI

Sosok yang Kembali Disorot: Benang Merah Keberhasilan Kepemimpinan Ala Ignasius Jonan.

Sosok yang Kembali Disorot: Benang Merah Keberhasilan Kepemimpinan Ala Ignasius Jonan.
Ignasius Jonan (Dok IG rumahpengusaha)
Oleh: Raesa Mahardika * 
 
ASKARA - Semakin mendekati Pilpres 2024, persaingan antara ketiga paslon presiden dan wakilnya semakin memanas. Hal ini terlihat dari intensitas dan besarnya skala kampanye yang dilakukan masing-masing paslon. 
 
Sorotan perhatian publik tentunya tertuju pada janji kampanye yang menarik, salah satunya yang diungkapkan oleh capres nomor urut 1, Anies Baswedan. Saat berkampanye di Kalimantan Selatan, Anies berjanji apabila terpilih, akan membangun jalur kereta api di wilayah tersebut dengan melibatkan sosok Ignasius Jonan. 
 
Janji ini lantas mencuri perhatian publik, mengingat kinerja dan jejak kepemimpinan Ignasius Jonan yang gemilang, membawa perubahan besar pada pelayanan perkeretaapian Indonesia sejak ia menjabat sebagai Direktur Utama PT. KAI pada periode 2009-2014. 
 
Berkaca dari kesuksesan tersebut, antusiasme publik dan warga lokal pun meningkat dengan harapan terhadap perubahan dan peningkatan pelayanan transportasi publik yang mungkin diwujudkan. Melihat urgensi kebutuhan akan penyelenggaraan jalur perkeretaapian yang telah direncanakan, tetapi belum juga direalisasikan. 
 
Pertanyaannya, model kepemimpinan seperti apa yang diterapkan oleh Ignasius Jonan selama menjabat sebagai Dirut PT KAI sehingga mampu menginisiasi perubahan signifikan, menyulap pelayanan kereta api Indonesia yang kini lebih modern, aman, dan nyaman? Selain itu, bagaimana proyeksi kedepannya jika gaya kepemimpinan tersebut dapat diadopsi oleh pemimpin berikutnya dalam menghadapi perubahan dan mengembangkan pelayanan publik?
 
Mengurai Model Kepemimpinan Ignasius Jonan
 
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai kepemimpinan Ignasius Jonan, terlebih dahulu kita harus memahami konsep pemimpin dan kepemimpinan. Pemimpin adalah individu yang memimpin, sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan atau seni yang dimiliki seorang pemimpin untuk memengaruhi dan menggerakkan orang lain agar berbuat sesuatu dan bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu (Sunarso, 2023). 
 
Jadi, ada 3 elemen yang saling berinteraksi dalam konsep kepemimpinan, yaitu pemimpin sebagai individu yang memengaruhi, pengikut sebagai individu atau kelompok yang dipengaruhi, dan situasi sebagai keadaan yang ingin dicapai. Pemimpin memiliki karakteristik atau gaya tertentu dalam memimpin, yang kemudian dikaji dan dikembangkan oleh ahli menjadi kerangka teoritis untuk memahami berbagai gaya kepemimpinan yang dikenal sebagai model kepemimpinan. 
 
Dalam konteks Ignasius Jonan, maka model kepemimpinan transformasional yang paling melekat. Bagaimana tidak? Pada periode pertama kepemimpinannya, ia berhasil mengembalikan keuntungan PT KAI dengan meraup pendapatan sebesar Rp. 153,8 miliar, yang pada periode sebelumnya merugi hingga Rp. 83,4 miliar. Hal ini dicapai dengan penetapan 4 pilar transformasi KAI, yaitu peningkatan kualitas pelayanan, keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu. 
 
Berdasarkan studi Wahyu Rizmi (2014) dan analisis literatur dari buku "Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia," penulis menyimpulkan bahwa transformasi ini dapat dicapai karena Jonan berhasil menerapkan dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional sebagaimana dikemukakan oleh Bass (2006), yaitu idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individualized consideration. 
 
Dalam dimensi idealize influence yang berkaitan dengan kharisma pemimpin sebagai role model pengikutnya, Jonan sukses menumbuhkan rasa respect bawahannya melalui leading by example dan penegasan sistem reward and punishment dalam membangun kultur organisasi yang disiplin dan customer-oriented. 
 
Jonan tidak gengsi untuk turun langsung memberikan pelayanan sesuai jadwal piket yang telah ditetapkan, yang mana hal ini merupakan hal baru dan belum pernah dilakukan pemimpin sebelumnya. Selanjutnya, dalam dimensi inspirational motivation yang berkaitan dengan kemampuan untuk memotivasi dan menginspirasi pengikut, Jonan aktif mengomunikasikan visinya dan senantiasa mengapresiasi kinerja bawahannya melalui media milis internal sehingga proses internalisasi visi dan kultur terjadi secara menyeluruh hingga tingkat operasional. 
 
Pada dimensi intellectual stimulation yang berkaitan dengan kemampuan pemimpin untuk memberi ruang kreativitas kepada pengikutnya agar partisipatif dalam menemukan cara yang lebih efisien dalam memecahkan masalah bersama, Jonan secara rutin berkonsultasi dengan bawahannya dalam pemecahan masalah melalui rapat ataupun milis. 
 
Terakhir, dalam dimensi individualized consideration yang berkaitan dengan human skill pemimpin dalam memperhatikan dan mengembangkan potensi bawahannya sebagai mentor, Jonan kerap mengirimkan bawahannya untuk mengikuti seminar pelatihan, internal maupun eksternal, dan studi banding ke negara yang sistem perkeretaapian sudah maju, seperti China, Prancis, dan Jepang. Dengan pemenuhan dimensi ini, Ignasius Jonan resmi mengkhatamkan kepemimpinan transformasional dan membawa perubahan besar pada PT KAI.
 
Selain itu, Ignasius Jonan juga dapat dikatakan mempraktekkan model kepemimpinan inovatif. Mengapa demikian? Menurut Afsar & Umrani (2020) kepemimpinan inovatif melibatkan penciptaan lingkungan organisasi yang mendukung dan mendorong pembelajaran dan komunikasi terbuka melalui pengaturan visi strategis serta menyediakan sumber daya yang dibutuhkan dalam proses berinovasi. Ada 4 komponen peran kepemimpinan inovatif, yaitu strategist, matchmaker, catalyst, dan integrator (Alblooshi et al., 2021). 
 
Sebagai “strategis,” pemimpin merupakan visioner yang mengomunikasikan visinya, menginspirasi pengikutnya untuk mencapai tujuan secara kolektif serta membangun kapasitas untuk berinovasi dengan menyelenggarakan transfer knowledge dan organizational learning. 
 
Lalu, sebagai “matchmaker”, pemimpin peka terhadap dinamika lingkungan dengan mengidentifikasi peluang yang tersedia. Sedangkan, sebagai “catalyst”, pemimpin diharapkan dapat mendorong pengikut untuk berkinerja tinggi dan berani mengambil resiko terukur agar ruang inovasi tercipta.
 
Terakhir, sebagai “integrator”, pemimpin mengintegrasi peran-peran sebelumnya dengan membangun kolaborasi dan budaya inovasi. 
 
Pemenuhan keempat komponen peran kepemimpinan inovatif ini teridentifikasi pada sosok Ignasius Jonan ketika ia juga memenuhi dimensi kepemimpinan transformatif. Hal ini tercermin dari kegigihan Jonan dalam mengomunikasikan visi peningkatan hospitality-nya yang berhasil mengubah kultur pelayanan yang KAI yang dulunya USA (Untuk Saya Apa?) dan product-oriented menjadi customer-oriented. 
 
Selain itu, sebagai sosok yang lead by example, Jonan juga memberikan ruang diskusi yang memfasilitasi inovasi bawahannya dengan mengadakan rapat rutin dan anjuran untuk melakukan perbaikan kecil setiap harinya (UI). 
 
Jonan juga merupakan sosok yang berani mengambil risiko, menentang status quo dengan mengubah struktur organisasi PT KAI, serta memberikan insentif dan pelatihan untuk bawahannya guna meningkatkan kinerja. 
 
Dengan adanya perubahan kultur dan transfer knowledge yang dilakukan, PT KAI berhasil membawa inovasi, baik inovasi inkremental maupun drastis, seperti pembersihan toilet, penertiban pedagang kaki lima, pemberantasan calo, pemberlakuan area bebas rokok di seluruh peron, pengadaan gerbong khusus wanita, penghapusan KRL ekonomi non AC dan pergantian sistem pembayaran tiket melalui e-ticket. 
 
Menarik Benang Merah Kesuksesan Kepemimpinan Ignasius Jonan
 
Berangkat dari hal ini, dapat ditarik benang merah kesuksesan kepemimpinan Ignasius Jonan sebagai pemimpin transformasional dan inovatif yang berhasil membawa kemajuan pada PT KAI dan membuahkan keuntungan 1 triliun pada 2014 dan sejumlah penghargaan, seperti The Most Innovative Companies pada 2014 dan Best Team Work. 
 
Hal ini sejalan dengan perkataan Jonan saat mengisi kuliah tamu di Universitas Airlangga (2/4/2022), “Kalau transformasi, harus ada inovasi dan eksekusi untuk melakukan hal baru”. Sehingga dapat disimpulkan ada kaitan erat antara kepemimpinan transformasional dan inovatif dalam mendukung perubahan dan perbaikan layanan PT KAI. 
 
Berkaca dari cerita sukses kepemimpinan Ignasius Jonan ini, dapat diproyeksikan besarnya peran kepemimpinan dalam melakukan perubahan dan perbaikan layanan publik. Tidak hanya sebagai manajer yang hanya melakukan day-to-day management, tetapi ia sangat layak disebut leader yang visioner, inovatif, motivatif dan transformatif. 
 
Namun, perlu diperhatikan bahwa kesuksesan yang dilakukannya tidak serta merta dilakukan sendiri, ada faktor dukungan pengikut dan organisasi yang “ready to change” untuk mencapai perbaikan dan menghadapi perubahan. Mentalitas “ready to change” inilah yang sejatinya sangat diperlukan oleh pemimpin maupun pengikut, terutama dalam penyediaan layanan publik (Saragih, 2015). 
 
Kencangnya arus disrupsi teknologi saat ini, menyebabkan mau tidak mau, pemimpin, pengikut, dan organisasi publik secara keseluruhan harus siap untuk berubah demi beradaptasi dan senantiasa melayani publik. Indikator-indikator inilah yang tercermin dari kepemimpinan transformasional dan inovatif sehingga patut dicontoh dan dilaksanakan dalam penyelenggaraan model kepemimpinan yang cocok untuk menghadapi perubahan dan pengembangan pelayanan publik ke arah yang lebih baik.  
 
 
* Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia. 
 

Komentar