Senin, 07 Oktober 2024 | 11:16
OPINI

Perintah Mencari Rezeki dan Membangun Keadilan Ekonomi

Perintah Mencari Rezeki dan Membangun Keadilan Ekonomi
Oleh: KH R Abdullah bin Nuh
 
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
 
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS : Al Mulk 15)
 
Ayat di atas merupakan perintah bagi manusia untuk mencari rezeki sebagai upaya hidup mandiri, memenuhi kehidupannya. Ayat suci ini bahkan mengarahkan manusia untuk mencari rezeki di berbagai penjuru dunia, bahkan dengan melakukan perjalanan yang jauh jika diperlukan. Dengan demikian, agama menjadi praktis dan logis, sesuai dengan tata cara hidup berdasarkan kebajikan dimana setiap orang merdeka dan tidak bergantung dari belas kasihan orang lain. Agama yang berasal dari Allah SWT tidak mungkin mengharapkan manusia untuk tidak melakukan usaha mencari rezeki.
 
Oleh karena itu, Rasulullah saw menganjurkan setiap orang untuk bekerja. Beberapa hadist Nabi saw berkenaan dengan mencari rezeki diantaranya : 
1. "Sangat baik sekali makan dari hasil kerja tangan sendiri. Bahkan Nabi Daud as (seorang raja) juga makan dari hasil kerja tangannya sendiri." (HR Bukhari 1930)
2. "Mata pencarian yang paling baik adalah pekerjaan tukang yang jujur." (HR. Ahmad: 8060, 8337)
3. "Jika seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih di tanah sehingga menghasilkan makanan bagi manusia atau burung, maka hal ini akan menjadi pahala sedekah baginya." (HR. Bukhari: 2125, Muslim: 2900, Ahmad: 12038)
4. "Barangsiapa menanam pohon dan merawatnya dengan baik hingga berbuah, maka setiap buah akan menjadi pahala baginya di sisi Allah SWT." (HR. Ahmad: 15991)
                                                                                                                                              Setelah membangun Masjid Nabawi, Rasulullah saw yang baru saja hijrah dari Mekah ke Madinah (yang saat itu masih bernama Yastrib), memberikan perhatian utama pada masalah ekonomi dan mendirikan pasar yang bebas dari dominasi kaum Yahudi. Sebelumnya, pasar di Kota Madinah berada di wilayah Bani Kainuka yang merupakan pemukiman Yahudi dengan pemberlakuan sistem pajak/retribusi yang memberatkan bagi pedagang, sewa lapak, dan monopoli komoditi oleh kaum Yahudi yang menguasai ekonomi setempat. 
 
Menghadapi tantangan ini, Rasulullah saw menyadari pentingnya mendirikan sebuah pasar yang baru agar masyarakat dapat berdagang secara adil. Hal ini menimbulkan kemarahan Ka'ab bin Asyraf, seorang tokoh Yahudi. Meski tidak berada di pemukiman Yahudi, ternyata lokasi pasar yang baru itu ada di bawah pengaruh mereka. Pemimpin Yahudi tersebut datang dan meruntuhkan rumah-rumah tenda yang menjadi pasar baru tersebut. 
 
Namun, Rasulullah saw tidak patah semangat, bahkan Beliau bersabda, "Akan saya bangun sebuah pasar yang akan lebih membuatnya marah." Lalu, Beliau menginjakkan kakinya sambil berkata, "Inilah pasar kalian, yang luas dan tanpa biaya." Akhirnya, pasar ini didirikan dengan kokoh dan tertata dengan baik: setiap jenis barang dagangan memiliki tempatnya sendiri. Pasar ini bebas dari penindasan dan sangat diperhatikan oleh Rasulullah saw. Beliau tidak mengizinkan siapa pun untuk memonopoli sesuatu, dan Beliau bersabda, "Inilah pasar kalian semua, jangan ada yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri." 
 
Rasulullah saw pernah melihat sebuah rumah tenda milik seorang pedagang yang menjalankan praktek monopoli korma. Maka Beliau marah dan memerintahkan untuk membakar rumah tenda tersebut. Rasulullah saw selalu memberikan perhatian terhadap pasar, mengunjunginya untuk memeriksa dan memberikan nasihat. Beliau pernah melihat seorang pedagang menumpuk makanan yang masih baik di atas yang rusak dengan maksud menutupi barang yang rusak tersebut, lalu Rasulullah saw menjelaskan bahwa tindakan tersebut tidak jujur. Kemudian, Beliau mengumumkan tiga kali sabda, "Barangsiapa melakukan pemalsuan, maka keluarlah ia dari golongan kita."  (*Lihat Catatan Editor*)
 
Beliau juga mendorong para pedagang untuk menjadi murah hati dalam menimbang dan mengukur. Pada suatu peristiwa, Beliau melihat seorang pedagang menjual barang dengan kualitas baik namun di bawah harga pasar. Dan setelah mengetahui niat baiknya, Beliau mengumumkan sabda "Bergembiralah, orang-orang yang membawa barang-barang (baik dan murah) ke pasar ini seperti orang yang berjuang fisabilillah." Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah saw dalam bidang perdagangan merupakan dasar bagi perundang-undangan ekonomi berdasarkan prinsip keadilan dan kesempatan yang sama. Petunjuk-petunjuk ini tetap berlaku setelah wafatnya Rasulullah saw dan seharusnya tetap menjadi pedoman kita selama-lamanya.
 
_Catatan Editor : Praktek tersebut kemudian dideskripsikan dalam Fikih Ekonomi Islam sebagai institusi Hisbah. Untuk  lebih menjamin  berjalannya  mekanisme  pasar    secara  sempurna  peran pemerintah  sangat  penting.  Rasulullah  SAW  sendiri  telah  menjalankan  fungsi  sebagi market  supervisor atau  hisbah,  yang  kemudian  dijadikan  sebagai  peran  negara terhadap  pasar.  Rasulullah  SAW  sering  melakukan  inspeksi  ke  pasar  untuk  mengecek  harga dan mekanisme pasar, seringkali dalam inspeksinya beliau menemukan praktik bisnis yang tidak jujur sehingga menegurnya. Dalam perekonomian modern, anti monopoli dan anti trust menjadi fondasi bagi berjalannya persaingan usaha yang sehat_ 
_Diriwayatkan dari Abu Hurairah, pada suatu hari Rasul berjalan ke pasar dan menghampiri penjual makanan dan memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut. Beliau terkejut mendapati tangannya basah. Rasul berkata,” Wahai penjual makanan apa ini? Ia menjawab,”Makanan ini kena hujan wahai Rasulullah,” Nabi berkata:.”kenapa tidak engkau letakkan makanan yang basah diatas sehingga orang  dapat  melihatnya,  siapa  yang  melakukan  penipuan  bukan  termasuk  golonganku.  (Shahih Muslim Juz I Hadist ke 102)_
 
Sumber : Tafsir Tematik Cahaya Al Qur’an karya KHR Abdullah bin Nuh (2023 – forthcoming). Terbit pertama kali di Majalah PEMBINA. NO. 31 Tahun II (8 Juli 1964)
 
Editor : Dr Rahmat Mulyana

Komentar