Jumat, 26 April 2024 | 06:37
NEWS

Prof. Rokhmin Dahuri: Merealisasikan Cita-Cita Bung Karno Jadikan Maluku Poros Maritim Dunia

 Prof. Rokhmin Dahuri: Merealisasikan Cita-Cita Bung Karno Jadikan Maluku Poros Maritim Dunia
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA - Bung Karno pernah mengungkapkan cita-citanya untuk menjadikan kawasan timur sebagai pusat pembangunan Indonesia sebagai negeri maritim. Dalam bayangan Bung Karno, Indonesia Timur, dengan pusat “bahari”nya di Maluku, merupakan center of excellence Indoneesia sebagai Negara maritim.

Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dikutip dari bukunya Bunga Rampai Pemikiran berjudul “Menuju Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia.

“Di Maluku, kata Bung Karno, akan dibangun universitas maritim termodern di dunia. Nantinya setiap orang yang ingin belajar ilmu kelautan dari seluruh dunia, akan datang ke Maluku. Untuk mengintegrasikan dunia pendidikan kelautan dan industri, maka di Maluku juga akan dibangun industri perkapalan, perikanan, dan industri lain yang terkait dengan kelautan!” ujarnya.

Demi mendukung semua itu, lanjutnya, ibu kota Indonesia pun akan dipindah ke bagian timur. Bung Karno memilih Palangkaraya di Kalimantan sebagai ibu kota Indonesia yang baru. “Pilihan ibu kota baru ini, tentu saja setelah melalui pertimbangan matang dari aspek. Pertama, Kalimantan lebih dekat dengan wilayah Indonesia Timur, tapi juga tidak jauh dari Indonesia bagian barat,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Kedua, tambahnya, Kalimantan tidak berada di jalur ring of fire (cincin gunung api) sehingga aman dari gempa bumi. Ketiga, Kalimantan luas sekali, empat kali Pulau Jawa sehingga pengembangan wilayahnya memungkinkan. Keempat, jika ibu kota berada di Kalimantan, pembangunan kawasan timur umumnya, dan pembangunan pulau-pulau kecil di timur akan lebih meningkat.

Bila Bung Karno memilih Maluku sebagai pusat industry kelautan, pilihan itu mempunyai pertimbangan yang sangat perspektif. Tak hanya berdasarkan pertimbangan fisik, tapi juga historis dan sosiologis. Jauh sebelum Indonesia Merdeka, orang-orang Maluku dengan berbagai kerajaannya yang tua, telah terbiasa berlayar dan berbisnis dengan dunia luar.

“Rempah-rempah Maluku yang di zaman dahulu harganya lebih mahal dari emas, menjadikan rakyat dan kerajaan Maluku sering melakukan transaksi bisnis dengan orang-orang Eropa dan Cina,” ungkap Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Dengan demikian, jelasnya, bila Maluku dijadikan sebagai pusat industri kelautan, secara historis dan sosiologis, sebetulnya hanya meneruskan tradisi nenek moyangnya. Sedankan secara fisik, Maluku dikelilingi 805 pulau, dari yang besar seperti Pulau Halmahera, yang kecil Pulau Gorom, sampai pulau sangat kecil yang berlum bernama. Jika kita membuka peta, akan terlihat ‘zamrud khatulistiwa’ yang sebenarnya memang berada di Maluku. Lalu secara ilmiah, Maluku juga sangat terkenal karena ada jejak Wallace, ilmuwan besar sekaliber Darwin, penemu teori evolusi makhluk hidup.

“Di dunia seniman, khususnya tarik suara, Maluku adalah gudangnya. Saya pernah mendengar bisik-bisik seniman asal Ambon, katanya, jika saja orang-orang Maluku ikut Indonesian Idol dan X-Factor di RCTI, niscaya suara peserta lain akan tak terdegradasi, yang akan masuk final bisa-bisa orang Maluku semua. Kenapa? Orang Maluku, katanya, sejak jabang bayi sudah bisa menyanyi,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.

Cerita imi menggambarkan bahwa di dunia seni, potensi orang-orang Maluku memang luar biasa. Dalam urusan menyanyi dan menari, misalnya, kepiawaian orang-orang  Amerika Latin pun kalah dari orang-orang Ambon. “Hal ini adalah potensi pasar pariwisata yang luar beasiswa untuk Maluku. Jika “kisah” tersebut terdengar sampai Tokyo, London dan New York,” sebut Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) ini.

Dalam penjelajahan di bumi nusantara, Alfred Russel Walace (1823-1913), lagi-lagi menemukan keistimewaan Maluku. Walace menemukan sebuah garis imajiner di Maluku yang membagi flora dan fauna di nusantara menjadi dua bagian besar. Temuan yang kemudian terkenal dengan nama Garis Wallace itu menyatakan bahwa bentuk flora dan fauna di sebagian wilayah Maluku mempunyai hubungan erat dan punya ciri yang mirip dengan flora dan fauna dari Australia. Sedangkan di bagian lainnya, sangat mirip dengan flora dan fauna dari Asia.

Wallace juga terkenal dengan surat yang dikirimkannya untuk Charles Darwin yang menceritakan temuannya di Ternate. Letter from Ternate-nya Wallace yang berbentuk makalah ilmiah ini berjudul: On the Tendency of Varieties to Depart Indefiniteity from the Original Type – mengungkapkan pemikirannya mengenai proses seleksi alam.  Dalam Letter from Ternate itu, Wallace mengungkapkan bahwa spesies yang mampu bertahan atau memiliki kemampuan untuk bertahan di habitatnya akan tetap hidup dan tidak akan punah.

“Apa yang ditulis Wallace ini merupakan landasan teori survival of the fittest atau seleksi alamnya Darwin. Banyak ilmuwan menduga, Letter from Ternate inilah yang menjadi dasar teori evolusinya Charles Darwin (1809-1882) yang ditulis dalam bukunya yang monumental The Origin of Species tahun 1859), satu tahun setelah surat Wallace tadi,” jelas Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu.

Jadi, kata Prof. Rokhmin Dahuri, lengkap sudah Maluku sebagai center of excellence-nya Indonesia Timur. Persoalannya: sejauh mana pemerintah pusat fokus membangun Indonesia Timur? Inilah yang harus diperhatikan. Maluku, misalnya, alih-alih akan menjadi center of excellence, yang terjadi sekarang pulau-pulau di sekitar Maluku kondisinya makin kritis. Perubahan iklim global yang makin panas (global warming) dan abrasi akibat rusaknya hutan mangrove menyebabkan sebagian pulau-pulau kecil nyaris tenggelam.

Manuel Kaya, dosen Konservasi Sumberdaya Hutan Universitas Pattimura menyatakan empat masalah yang menghadang Maluku. Pertama, tingginya laju abrasi pantai dalam beberapa tahun terakhir telah menimpa hampir merata di semua pulau-pulau kecil sekitar Maluku. Kedua, intesitas banjir terus meningkat tiap tahun sebab air dari daratan tidak dapat mengalir ke laut karena permukaan air laut makin tinggi. Ketiga, kecepatan intrusi air laut makin meningkat karena berkurangnya air tanah dan tekanan muka air laut.

Keempat, banyaknya vila dan rumah tinggal di daerah perbukitan sehingga air hujan tidak terserap tanah dan sering terjadi longsor. Kondisi ini, jika tidak segera diperbaiki, akan menjadikan Maluku yang indah dengan untaian pulau-pulau kecilnya, hanya akan jadi kenangan. Untuk mencegahnya, Manuel Kaya mengusulkan agar hutan mangrove di sepanjang pulau dilestarikan, penebangan hutan dilarang, pembukaan lahan perkebunan skala besar dihentikan, dan kehadiran industry ekstraktif (pertambangan) di pulau-pulau kecil ditinjau ulang.

“Namun demikian, hal itu tidak berarti menutup kemungkinan investasi di pulau-pulau kecil. Masih banyak investasi yang bisa ditanam di pulau-pulau kecil seperti industry perikanan, pariwisata, perkebunan, peternakan terpadu. Tentu saja semuanya harus dilakukan dengan memperhatikan dampak lingkungannya,” sebutnya.

Menurutnya, itulah kondisi Maluku yang pernah dibayangkan Bung Karno sebagai pusat ilmu, teknologi dan industri kelautan. Jika kondisinya sekarang merang, sering dilanda banjir, hal itu tidak berarti menutup peluang untuk merealisasikan gagasan Bung Karno tadi. Untuk itulah pemerintah pusat harus memfokuskan pembangunan di Maluku dengan konsenstrasi pendidikan, industry, dan pariwisata berbasis kelautan. “Jika Maluku maju seperti yang digambarkan Bung Karno, maka Indonesia Timur pun akan maju. Tanpa itu semua, ribuan pulau yang membantuk jamrud khatulistiwa di timur akan pudar,” tutup Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.

Komentar