Kamis, 18 April 2024 | 22:45
NEWS

Menyusul Rencana IPO PGE , Mukhtasor: KPK Harus Usut Dugaan Kerugian Negara

Menyusul Rencana IPO PGE , Mukhtasor: KPK Harus Usut Dugaan Kerugian Negara
Logo Pertamina

ASKARA – Beberapa hari ini  masyarakat menyoroti rencana penjualan saham Pertamina Geothermal (PGE) melalui skema penawaran umum perdana (IPO). Pro kontra dari berbagai sisi mewarnai diskusi publik di media sosial dan forum-forum Diskusi.

Menanggapi hal ini, Pengamat Energi Profesor Mukhtasor meminta KPK segera turun tangan mengusut dugaan kerugian negara secara melawan hukum. 

"Ada bau menyengat dugaan kerugian negara yang harus diusut, karena aset negara dari BUMN berubah menjadi aset anak usaha atau cucu usaha BUMN dalam skema holding-subholding. Sementara status cucu BUMN dianggap bukan lagi tergolong BUMN, maka penjualan sahamnya menjadi dimuluskan," kata Mukhtasor, Senin (13/2).

Sebagai perusahaan milik negara, lanjut Mukhtasor, Pertamina memiliki aset-aset yang dikelola oleh perusahaan dengan tata kelola yang diatur oleh negara. 

Di dalam tata kelola tersebut, jelas Mukhtasor, hak pengawasannya bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh BPK ataupun DPR sebagai wakil rakyat.

"Ketika status suatu aset berpindah dari milik Pertamina menjadi milik entitas baru, yaitu cucu Pertamina seperti PGE, maka aset tersebut berubah menjadi bukan milik BUMN, bukan milik negara," jelas Guru Besar ITS ini.

Maka kemudian, tutur Mukhtasor, BPK dan DPR RI pun kehilangan jangkauan pengawasan, rakyat tidak bisa lagi mendapat perwakilan dalam urusan itu, asing menjadi diperbolehkan membeli saham perusahaan tersebut tanpa sersetujuan lembaga nergara yang tadinya berwenang. 

"Proses seperti itu merugikan negara. Merugikan rakyat. Itu harus dicegah terjadi. KPK harus turun tangan," imbau Anggota Dewan Energi Nasional 2009-2014 ini.

Oleh karena itu, Mukhtasor menyerukan kepada KPK, agar tidak hanya mencermati proses IPO PGE dan anak-anak usaha BUMN lainnya, tetapi KPK justru harus mencermati proses pemindahan aset-aset negara di dalam BUMN yang berubah menjadi aset-aset anak atau cucu BUMN yang dikategorikan bukan lagi BUMN dalam skema holding-subholding. 

"Jangan sampai terjadi proses ilegal, jangan sampai terjadi kerugian negara karena berpindahnya aset tanpa proses hukum yang benar, dan janganlah menghilangkan hak-hak lembaga negara dan perwakilan rakyat," imbau Mukhtasor.

"KPK juga harus turut mengawasi OJK jika ternyata OJK gegabah menyetujui penjualan saham perusahaan yang didalamnya ada aset ilegal jika proses perolehannya melawan hukum," sambung Mukhtasor.

Lebih lanjut, Mukhtasor mengingatkan secara paralel agar Presiden memerintahkan Menteri BUMN, untuk menghentikan proses yang janggal dan berpotensi merugikan negara tersebut. 

"Janganlah rakyat dipermainkan, cegahlah jangan sampai karena ingin menjual aset Pertamina ke fihak asing melalui IPO, lalu aset Pertamina tersebut diputar-putar statusnya, melalui rekayasa holding-subholding. Aset yang tadinya milik negara lalu tiba-tiba berubah menjadi bukan milik negara," tegas Mukhtasor.

Dengan demikian, tambah Mukhtasor, aset tersebut menjadi bisa dilepas pengawasannya  oleh lembaga-lembaga negara, dan bebas sebagian sahamnya dijual kepada asing. 

"Kita tidak ingin jika negara hukum berubah menjadi negara hukum rimba, yang menonjolkan adu kekuatan dan adu kepintaran merugikan rakyat. Kita ingin BUMN dikelola dengan benar dan baik," pungkas Mukhtasor.

Komentar