Bentrokan Pekerja Lokal dan China, Mulyanto: Pemerintah Lemah Hadapi Manajemen PT GNI
ASKARA – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menganggap pemerintah lemah hadapi manajemen PT Gunbuster Nickel Industry (GNI).
"Sebagai pemegang otoritas kekuasaan harusnya Pemerintah bisa memaksa pihak GNI membuka semua data operasional perusahaan, yang diduga menjadi penyebab bentrok maut Sabtu (14/1/2023) lalu. Bukan malah sekedar meminta atau sebatas mengimbau," kata Mulyanto kepada para wartawan, Kamis (19/1).
Menurut Mulyanto, pemerintah harus hadir dalam perkara yang serius seperti ini.
Mulyanto mengimbau pemerintah untuk mengusut akar masalah bentrok ini secara objektif sehingga tidak ada satu pihak yang dirugikan.
"Pemerintah punya kewenangan memaksa PT GNI bersikap terbuka dan profesional terkait tenaga kerja mereka serta menjamin suasana yang kondusif bagi produktivitas kerja," ungkap Wakil Ketua F-PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Mulyanto menilai, dengan kewenangan yang ada, seharusnya pemerintah bisa bergerak cepat menemukan akar masalahnya.
"Bukan sekedar mengimbau. Kalau sekedar mengimbau siapapun bisa," singgung Mulyanto.
Mulyanto menyebut, sikap lemah seperti itu menunjukan pemerintah tidak punya wibawa di hadapan PT GNI.
"Padahal negara yang diwakili pemerintah memiliki kewenangan yang bersifat “mengikat” dan “memaksa” siapapun untuk mematuhi aturan yang berlaku," jelas Anggota Baleg DPR RI ini.
Melalui instrumen regulasi dan kelembagaan kementerian yang ada, Mulyanto meminta pemerintah harus dapat melakukan “pengaturan” dan “pengawasan” untuk memastikan, berbagai upaya investasi pengelolaan SDA di Indonesia sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran masyarakat.
"Pemerintah jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Terkesan lembek kepada investor Tiongkok dan keras terhadap pekerja lokal," tegas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan, akar masalah yang memicu mogok kerja yang berbuntut bentrok antar kelompok pekerja di atas adalah soal ketidakadilan upah dan K3.
"Dan ini tidak ditanggapi secara proporsional oleh PT GNI, bahkan sampai kasus terjadinya ledakan kebakaran smelter yang menewaskan dua orang pekerja. Ini kan soal serius bagi keamananan dan keselamatan kerja dan masyarakat yang menuntut peran “pengaturan” dan “pengawasan” pemerintah," papar Mulyanto.
Karena itu, Mulyanto mengimbau, negara harus hadir dan dirasakan kehadirannya oleh masyarakat melalui pemeriksaan, audit atau penilaian kelayakan teknologi, mesin, peralatan serta SOP operasi perusahaan khususnya smelter.
"Kalau melanggar, maka Pemerintah jangan sungkan-sungkan untuk mencabut izin operasional PT.GNI ini," tukas Mulyanto.
Lebih lanjut, legislator asal Dapil Banten 3 ini mendesak pemerintah mengevaluasi total program hilirisasi nikel, termasuk keberadaan TKA, baik jumlah, kualifikasi dan proses registrasinya.
"Persoalan ini menjadi perhatian publik, yang selama ini terkesan tertutup. Pemerintah harus membuka soal ini sejelas-jelasnya ke publik," tandas Mulyanto.
Untuk diketahui, pemerintah diwakili Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan sikap yang utamanya mengimbau agar PT GNI bisa bersikap lebih terbuka sehingga pemerintah dapat mempunyai data tentang semua tenaga kerja dan pelaksanaan pengamanan di dalam lingkungan perusahaan yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia.
Kemudian Menkopolhukam juga meminta agar perusahaan harus lebih profesional dalam menjamin terjadinya kerja-kerja yang kondusif agar tidak terjadi bentrok antar kelompok-kelompok pekerja.
Komentar