Rabu, 11 Desember 2024 | 16:44
NEWS

Setara Instutue Nilai Penanganan Kasus Brigadir J Sudah On the Right Track

Setara Instutue Nilai Penanganan Kasus Brigadir J Sudah On the Right Track
Hendardi (Dok Istimewa)

ASKARA - Penanganan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dinilai sudah di jalur yang benar. 

Percepatan pelimpahan dan persidangan kasus itu dapat menyudahi prahara di tubuh kepolisian.

Ketua Setara Institute Hendardi menilai, Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Kapolri telah menunjukkan soliditas Polri dan dukungan politik kuat dari parlemen untuk reformasi Polri. 

Kapolri Listyo Sigit Prabowo, kata Hendardi, menepis berbagai keraguan publik tentang soliditas Polri sebagai akibat lanjutan dari kejahatan yang dilakukan oleh Ferdi Sambo (FS), termasuk memeriksa 97 orang anggota Polri.

“Secara garis besar, paparan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam merespons berbagai pertanyaan menunjukkan bahwa penanganan kasus sudah on the right track,” kata Hendardi dalam keterangan pers, Kamis (25/8). 

Menurut Hendardi, penindakan terhadap sejumlah anggota, perwira menengah dan perwira tinggi Polri sesuai dengan tingkat keterlibatannya telah memunculkan ketegangan baru, karena aroma kontestasi dan faksionalisasi di tubuh Polri. 

Namun, hal itu justru menunjukkan efektivitas langkah dan kepemimpinan Kapolri dengan mengambil kendali penanganan kasus dan agenda pemulihan kepercayaan publik.

“Sejumlah anggota DPR juga mengingatkan pentingnya percepatan penanganan anggota Polri yang dianggap melanggar kode etik segera dilakukan, termasuk pernyataan clearance dari Kapolri atas sejumlah anggota yang sudah diperiksa, tetapi sebenarnya tidak terlibat. Dengan demikian, konsolidasi internal Polri pada jalan perbaikan baru yang holistik bisa diakselerasi,” jelas Hendardi.

“Segera setelah semua langkah presisi dilakukan Kapolri dalam merespons prahara di tubuh Polri, tugas mendesak Kapolri adalah menyusun langkah-langkah strategis lanjutan sebagai agenda reformasi Polri,” imbuhnya.

Harus diakui, kata Hendardi, agenda reformasi Polri dalam waktu yang cukup lama telah mati suri dan kehilangan arah. 

Kata dia, gerak perbaikan Polri selama ini lebih bergantung pada kepemimpinan Kapolri yang menjabat tanpa desain holistik dan berkelanjutan.

“Jika dilacak, baik pemerintah maupun DPR sebagai law makers dan juga mitra Polri, tidak ditemukan produk kebijakan yang menggambarkan desain reformasi Polri itu. Reformasi Polri semata-mata mengandalkan aturan-aturan internal Polri yang daya ikat, tingkat kepatuhan dan akuntabilitas kinerjanya sulit diukur dan sulit diakses oleh publik,” kata Hendardi.

Hendardi mengatakan sesuai dengan desain konstitusional dan legal sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Polri adalah organisasi negara di bawah Presiden dengan tugas menjaga keamanan, melindungi, mengayomi masyarakat, dan tugas penegakan hukum.

Dengan cakupan mandat yang sangat luas, Hendardi menegaskan menyusun detail agenda reformasi Polri adalah kebutuhan aktual. 

Dengan begitu, beberapa fakta dan dugaan tentang masalah-masalah di tubuh Polri, serta aspirasi publik agar Polri lebih akuntabel bisa terjawab.

Beberapa agenda yang mengemuka pascaperistiwa Duren Tiga dinilai harus dicatat dan direformulasi, seperti soal tata sekolah kedinasan, penguatan peran Kompolnas, serta kualifikasi keanggotaan di tubuh Propam. 

Kemudian, disparitas penanganan dan perlakuan kasus, ketundukan Polri pada supremasi sipil, pembangunan karakter polisi sipil, dekonstruksi kultur Polri, transparansi dan akuntabilitas penyidikan, dan lain-lain menemukan momentumnya untuk ditata.

“Reformasi Polri harus menjadi agenda publik luas, sehingga mampu menangkap sebagian besar suara rakyat, suara lirih para korban, dan mandat konstitusional legal eksistensi Polri sebagai pelindung, pengayom, dan penegak hukum,” pungkasnya.

Komentar