Luhut Sebut Kemungkinan Jokowi Umumkan Kenaikan Harga BBM Pekan Depan
ASKARA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan pertalite pada pekan depan.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam kuliah umum di Universitas Hasanudin, Jumat (18/7).
Luhut pun meminta masyarakat bersiap-siap jika pemerintah jadi menaikkan harga pertalite dan solar. Sebab, subsidi BBM yang mencapai Rp502 triliun telah membebani APBN.
"Mungkin minggu depan presiden akan mengumumkan mengenai apa dan bagaimana mengenai kenaikan harga ini. Jadi presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan demikian karena harga BBM kita termurah sekawasan dan itu beban untuk APBN," ungkap Luhut.
Menurut Luhut, tidak mudah memutuskan menaikkan harga BBM saat ini. Pasalnya, menaikkan harga BBM dapat menyebabkan inflasi melonjak, menekan daya beli masyarakat yang pada ujungnya bisa membuat pertumbuhan ekonomi lesu.
"Bagaimanapun tidak bisa kita pertahankan (subsidi) terus demikian. Itu kita harus siap-siap karena subsidi kita kemarin Rp502 triliun," katanya.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia juga telah meminta masyarakat bersiap-siap jika nanti pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM.
"Menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," ungkapnya, dalam konferensi pers yang secara virtual, di Jakarta, Jumat (12/8).
Dikatakan Bahlil, kondisi ekonomi global saat ini tidak menentu dan menyebabkan harga minyak dunia terus meroket rata-rata mencapai USD 105 per barel dari periode Januari-Juli 2022.
Padahal, asumsi harga minyak di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya di kisaran USD 63-70 per barel.
"Hari ini kalau (harga minyak) USD 100 per barel, subsidi kita itu bisa mencapai Rp500 triliun," ujarnya.
"Tetapi kalau harga minyak per barel di atas USD100, misal USD105, dengan asumsi kurs USD itu Rp14.500 sampai rata-rata saat ini Rp14.750 dan kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta KL, maka harus terjadi penambahan subsidi," terangnya.
Bahlil mengatakan, setidaknya harus ada Rp500 triliun hingga Rp600 triliun alokasi subsidi dari APBN untuk subsidi BBM.
"Rp500-Rp600 triliun itu sama dengan 25 persen total pendapatan APBN kita dipakai untuk subsidi. Ini menurut saya agak tidak sehat," katanya.
Komentar