Kamis, 25 April 2024 | 23:08
NEWS

Buruh Akan Demo 6 September 2022

Din Syamsuddin: Naikkan Harga BBM, Rezim Presiden Jokowi Tidak Peduli Rakyat

Din Syamsuddin: Naikkan Harga BBM, Rezim Presiden Jokowi Tidak Peduli Rakyat
Antri BBM di SPBU (int)

ASKARA - Menanggapi keputusan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis pertalite, solar, dan pertamax, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak pro terhadap rakyat.

"Menaikan harga BBM menunjukkan secara nyata bahwa pemerintahan Presiden Jokowi adalah rezim yang tidak pro rakyat, tidak peduli terhadap rakyat, dan abai terhadap amanat penderitaan rakyat," ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Partai (MPP) Partai Pelita ini dalam keterangannya, dikutip Minggu (4/9).

Din memastikan kenaikan harga BBM tersebut akan diikuti kenaikan biaya-biaya yang lain seperti transportasi dan harga bahan-bahan pokok. Dia menyarankan pemerintah agar menghentikan proyek-proyek yang memakan biaya cukup tinggi.

"Pemerintah dapat menempuh cara-cara cerdas, seperti dengan menghentikan pembangunan infrastruktur yang memakan biaya tinggi tapi akhirnya banyak yang terbengkalai," kata Din Syamsuddin.

Selain itu, Din juga menyinggung proyek proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang saat ini digencarkan pemerintah.

"Kalau presiden arif-bijaksana dia dapat menahan ambisi utopisnya untuk membangun Ibu Kota Baru yang memerlukan dana besar," ungkapnya.

Lebih lanjut, Din meminta pemerintah agar  bisa membasmi kasus korupsi secara serius di Indonesia.

"Betapa banyak uang negara/uang rakyat yang dirampas oleh para penjahat, termasuk pejabat yang banyak disebut memanfaatkan jabatannya untuk menjarah aset negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang lain, dikutip Liputan6.com, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh akan melakukan aksi puluhan ribu buruh pada tanggal 6 September 2022 mendatang.

Aksi akan dipusatkan di DPR RI untuk meminta Pimpinan DPR RI memanggil Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan para menteri yang terkait dengan kebijakan perekonomian.

"Pimpinan DPR an Komisi terkait ESDM DPR RI harus berani membentuk Pansus atau Panja BBM," ujar Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam keterangannya.

Dia mengatakan, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh menolak keras kenaikan harga BBM yang diumumkan oleh Pemerintah pada Sabtu (3/9).

Di mana harga Pertalite naik dari Rp7.650 menjadi Rp10.000/liter. Kemudian harga solar subsidi naik dari Rp5.150 jadi Rp6.800/liter. Pertamax juga ikut naik hari ini dari Rp12.500 jadi Rp14.500/liter.

Said Iqbal menyampaikan, ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan tersebut. Pertama, kenaikan BBM tersebut akan menurunkan daya beli yang sekarang ini sudah turun 30 persen. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50 persen.

"Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflasi menjadi 6,5 persen hingga 8 persen, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket," kata Said Iqbal dalam keterangan resminya, Sabtu (3/9).

Di samping itu, upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021. "Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi," tegasnya.

Harga Minyak Dunia Turun

Alasan kedua, buruh menolak kenaikan BBM karena dilakukan di tengah turunnya harga minyak dunia. Terkesan sekali, pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat.

Terkait dengan bantuan subsidi upah sebesar Rp150.00 rupiah selama 4 bulan kepada buruh, menurut Said Iqbal ini hanya "gula-gula saja" agar buruh tidak protes. Tidak mungkin uang Rp150.000 akan menutupi kenaikan harga akibat inflasi yang meroket.

"Terlebih kenaikan ini dilakukan di tengah negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah," jelasnya.

Pihak buruh juga mengkhawatirkan, dengan naiknya BBM maka ongkos energi industri akan meningkat. Hal itu bisa memicu terjadinya ledakan PHK.

Komentar