Kamis, 23 Mei 2024 | 23:04
NEWS

Elemen Mahasiswa hingga Aktivis 98 Gelar Konsolidasi di Cibubur, Tiba-tiba Tak Boleh Pakai Gedung yang Sudah Dibayar Lunas

Elemen Mahasiswa hingga Aktivis 98 Gelar Konsolidasi di Cibubur, Tiba-tiba Tak Boleh Pakai Gedung yang Sudah Dibayar Lunas
Demonstrasi BEM SI (Dok Republika.co.id)

ASKARA - Konsolidasi Nasional Rakyat Indonesia digelar sejumlah elemen mahasiswa bersama petani, nelayan, buruh, akademisi hingga aktivis 98 di Gedung Pandansari, Cibubur, Jakarta Timur, Selasa kemarin (10/5). 

Ketua panitia acara, Febriditya Ramdhan Dwi Rahyanto mengatakan, acara yang berlangsung selama 3 hari hingga 12 Mei itu dihadiri sekitar 300 peserta yang datang dari 34 provinsi.

Dikatakan, agenda pembacaan dan penyampaian hasil konsolidasi nasional akan disampaikan kepada publik di hari terakhir, yakni Kamis (12/5).

Febriditya Ramdhan Dwi Rahyanto mengaku, pihaknya mendapat tekanan. Pasalnya, mereka tiba-tiba tidak dibolehkan menggunakan gedung, padahal sudah dibayar lunas.

"Kami sudah mengikuti prosedur untuk menyampaikan pemberitahuan ke aparat baik polsek, polres, bahkan sampai ke polda, sudah oke semua, tetapi di hari pelaksanaan saat peserta dari berbagai daerah sudah datang dan mau menggunakan gedung tiba-tiba dilarang," ungkap Febriditya, dalam keterangan tertulis, Rabu (11/5).

Akhirnya, konsolidasi digelar di lapangan dan di lorong-lorong penginapan peserta. Agenda tetap berjalan meski tidak di dalam ruangan seperti yang direncanakan.

Pengamat politik Ubedilah Badrun yang hadir dalam acara menyebut ada tekanan dari orang penting yang enggan disebutkan namanya. Karena itu, sampai saat ini kegiatan belum bisa digelar di dalam gedung.

"Selalu alasannya perizinannya dipertanyakan. Jika sampai jam 11 belum mau dibuka juga maka sidang pleno setelah zuhur akan dilaksanakan di pelataran," ujar Ubed.

Acara tersebut turut dihadiri sejumlah akademisi, Di antaranya pengamat politik Ubedilah Badrun, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, hingga ahli hukum tata negara Bivitri Susanti.

Bivitri membahas persoalan tata kelola negara Indonesia. Di antaranya terkait penyusunan undang-undang yang mengabaikan aspirasi.

Sementara, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan memaparkan ekonomi Indonesia dalam kondisi yang mengkhawatirkan dan menyebut APBN Indonesia defisit hingga Rp1.000 triliun.

Ubedilah Badrun menyebut reformasi telah dikhianati. Menurutnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme saat ini kembali merajalela di berbagai aspek.

"Penguasa yang dikendalikan oligarki adalah fakta yang tidak bisa dibantah bahwa negara ini telah dikhianati, rakyat telah dikhianati, reformasi telah dikhianati," kata Ubed.

Komentar