Minggu, 05 Mei 2024 | 11:14
NEWS

Jika Terawan Dipecat soal DSA, Bagaimana Praktek Dokter Lain dengan Metode yang Sama?

Jika Terawan Dipecat soal DSA, Bagaimana Praktek Dokter Lain dengan Metode yang Sama?
Kolase (Dok Istimewa)

ASKARA - Menurut Majelis Kode Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI), salah satu penyebab dipecatnya dokter Terawan dari keanggotaan IDI adalah terkait metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau biasa dikenal dengan 'cuci otak'. 

Menurut MKEK, ada masalah besar pada metode DSA yang diperkenalkan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Rekomendasi yang dikeluarkan MKEK itu pun dibacakan dalam Muktamar ke-31 di Banda Aceh, pada Jumat (25/3) lalu. 

Perwakilan MKEK, dokter spesialis farmakologi klinik yang membidangi bidang obat, Profesor Rianto Setiabudi memaparkan, terdapat bagian-bagian tertentu dari disertasi Terawan yang mengandung kelemahan substansial.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia, Firdaus angkat bicara. Dia mengatakan, sekaliber dokter Terawan yang pernah menjadi ketua organisasi dokter militer dunia, ICMM dan memimpin Majelis Etik Kedokteran RSPAD selama dua tahun tentu telah mempersiapkan disertasi DSA dengan matang dan cermat. Terlebih distertasi diuji secara ilmiah di hadapan sejumlah guru besar Universitas Hasanuddin. 

"Saya mengenal dokter Terawan sewaktu saya pasang ring di RS Gatot Soebroto. Waktu saya mengenalnya, beliau telah riset tentang DSA bahkan telah melahirkan 12 jurnal internasional dan enam orang doktor, termasuk diri Terawan," ujar Firdaus, Selasa (5/4).

Saat menyelesaikan program doktoralnya di Unhas Makassar, Terawan menyusun disertasi berjudul "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis".

"Yang menjadi pertanyaan masyarakat, jika dokter Terawan dicabut izin prakteknya karena terkait DSA yang dianggap mengandung kelemahan substansial, bagaimana dengan praktek-praktek yang dilakukan oleh para dokter di sejumlah rumah sakit?" tanya Firdaus.

"Bahkan ada oknum dokter di salah satu rumah sakit yang mengaku-ngaku murid dokter Terawan demi menggaet pasien," ungkap Firdaus yang pernah menjadi Ketua PWI Banten dua periode itu.

Terawan, tambah Firdaus, tidak mau mempatenkan temuannya lantaran merasa temuan adalah anugerah dari Tuhan sehingga dengan senang hati akan melatih para dokter yang ingin belajar. 

"Sudah banyak dokter yang diajarkan teknik DSA secara langsung oleh dokter Terawan, apakah mereka harus dicabut juga izin prakteknya? Juga para dokter lain yang tidak berguru dengan Terawan namun beroperasi di sejumlah rumah sakit lainnya dan tidak pernah melakukan uji klinis apakah dipecat juga?" tanya Firdaus kembali.

"Terawan itu dokter yang kreatif dan inovatif serta visioner. Mengapa harus dipermasalahkan dan dipecat dari keanggotaan IDI? Bukankah bagi masyarakat yang penting dokter itu bisa memberikan manfaat kesehatan dan berguna bagi pasiennya?" tandas Firdaus. 

Firdaus yang memimpin organisasi media siber terbesar di dunia ini mengatakan, dalam IDI harusnya ada kebersamaan, ada kompetisi tanpa eliminasi. Dalam kebersamaan itu ada saling ketergantungan yang saling melengkapi bukan mengkriminalisasi.

"Dalam kebersamaan harus terwujud kesederajatan, persamaan hak dan martabat agar menjadi harmoni. Melalui relasi kasih sayang, harusnya IDI memandang sejawat dengan sikap mengasihi," imbuh Firdaus.

Ditambahkannya, ada seratus ribu lebih pasien DSA yang bersyukur karena telah diselamatkan melalui tangan dokter Terawan. Di luar sana masih banyak lagi yang menanti untuk dapat lepas dari penderitaan.

"Semestinya kita utamakan pelayanan kesehatan demi kemanusiaan, kemudian prosedur birokrasi organisasi secara komprehenship," pungkas Firdaus.

Komentar