OPINI
Kewenangan Organisasi Profesi
Oleh: dr. Erfen G. Suwangto, Sp.KKLP, SH, MH (Kes.), FISCM
Kisruh seorang profesional yang dipecat oleh organisasi profesi, telah menjadi isu hangat dalam minggu-minggu ini. Terlepas dari ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan ini karena masih banyak pelaku lain yang tidak diberikan sanksi seberat itu, tulisan ini menyoroti implementasi dari organisasi profesi itu secara global.
Organisasi Profesi sebenarnya adalah istilah lama yang sudah jarang dipakai secara global. Khusus untuk bidang kedokteran di banyak negara, istilah yang dikenal sekarang adalah kolegium dan asosiasi.
Kolegium diurus oleh para pendidik yang langsung berada di bawah koordinasi konsil kedokteran (yang di beberapa negara memang di bawah koordinasi negara). Tugas kolegium ini adalah menyaring anggota yang masuk dengan uji kompetensi, mempertahankan kompetensi anggotanya dengan pendidikan profesi berkelanjutan, serta melakukan sertifikasi. Dengan kata lain, kolegium ini fokus pada urusan pendidikan dan selaiknya diletakkan dalam pengawasan pemerintah. Biasanya kolegium ini dapat berbentuk yayasan nonprofit dengan pengawasan langsung konsil kedokteran.
Sedangkan asosiasi memang mengurus kesejahteraan anggota dan perlindungan hukum anggota. Fungsi asosiasi ini murni mengurus kepentingan politik anggota sehingga tidak tercampur dengan urusan pendidikan dan sertifikasi. Dengan kata lain, asosiasi ini adalah serikat pekerja sehingga berbentuk organisasi kemasyarakatan (ormas). Oleh sebab itu, tidak ada kewajiban menjadi anggota asosiasi seperti yang terjadi dalam British Medical Association dan American Medical Association. Hal ini menimbulkan konsekuensi logis untuk diizinkannya pihak lain untuk membentuk asosiasi lain walau dalam profesi sejenis.
Di Indonesia, fungsi kolegium dan asosiasi ini dicampur menjadi satu sehingga membuat blunder berkali-kali. Hal ini juga terjadi di profesi lain dengan isu serupa, yaitu pecah akibat berkompetisi mengurus persoalan pendidikan, pelatihan, sertifikasi, dan rekomendasi praktik. Padahal mereka mengumpulkan dana anggota yang notabene dana publik sehingga harusnya diaudit lebih ketat oleh negara, terutama jika ada yang mengklaim diberikan wewenang peraturan perundangan sebagai organisasi profesi tunggal.
Perizinan praktik profesi di Indonesia memang sudah diurus pemerintah, namun tetap memerlukan rekomendasi dari organisasi profesi berbadan hukum ormas karena diberikan amanah oleh Undang-Undang. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya momen ini dipakai untuk mereformasi ini semua, entah dengan membuat omnibus law atau merevisi Undang-Undang yang masih berlaku. Hal ini bukan untuk melemahkan asosiasi yang berbentuk ormas tadi, tetapi justru memperkuat asosiasi profesi supaya fokus ke ranah kesejahteraan anggota dan perlindungan hukum anggota. Semoga asosiasi profesi berbentuk ormas tetap konsisten di jalur perjuangan politis. Untuk hal lain di luar hal politis, mari kita perkuat fungsi kolegium dan konsil kedokteran.
Komentar