Jumat, 26 April 2024 | 04:28
OPINI

4 Hal yang Bisa Ditiru dari Duryudana

4 Hal yang Bisa Ditiru dari Duryudana
Ilustrasi (Dok Istimewa) 2

Dalam semesta Mahabharata, ada dua Klan yang sangat berpengaruh dalam jalannya cerita tersebut. Tidak lain adalah, kubu Pandawa dan Kurawa. Konon kabarnya, kedua kubu tersebut tidak akur dalam segala hal, yang pada puncaknya terjadi Gégér Gedén yang terkenal yaitu Perang Bharatayuda di Kurusetra, di mana Pandawa dan Kurawa saling beradu fisik, mental dan spiritual memperebutkan tahta Hastinapura.

Pada kisah Mahabharata karangan Resi Vyasa, Pandawa ditasbihkan menjadi peran Protagonis dan Kurawa yang Antagonis. Oh iya, bagi yang belum tahu, Pandawa itu terdiri dari lima bersaudara, di mana yang tertua adalah Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Jikalau Kurawa, terdiri dari seratus bersaudara, yang digawangi oleh Duryudana sebagai saudara tertua.

Meski Duryudana dalam kisah tersebut digambarkan sebagai Raja yang lalim lagi durjana, setidaknya ada empat hal yang bisa kita tiru dari beliau untuk menjadikan kita lebih baik dalam keseharian.

1. Kakak Yang Ideal.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Duryudana adalah seorang kakak yang baik dan menjadi panutan bagi ke 99 adiknya. Saat ayahnya, Prabu Destarastra yang galau sepanjang hari dengan kelemahan fisiknya (Maaf, Buta) dan ibunya, Dewi Gandari yang sesalnya bertumpuk-tumpuk karena menikahi laki-laki yang tidak dicintainya, Duryudana tampil menjadi pamomong bagi saudara-saudara nya. 

Dengan segenap jiwa dan raganya, dia berani pasang badan apabila ke 99 saudaranya disakiti atau diganggu orang lain.

Terkadang di keseharian, kita disuruh mengurus adik yang jumlahnya tidak lebih dari 5 saja pusingnya minta ampun, lha ini ada 99!! Njajal bayangke.  

2. Suami Yang Setia.

Dalam epos Mahabharata versi Pewayangan Jawa, menceritakan bahwa Duryudana memiliki istri yang bernama Dewi Banowati. Umumnya berumah tangga , adalah hal yang biasa jika terjadi problematika. Dua insan yang berbeda pemikiran lalu disatukan menjadi satu atap, tak akan bisa lepas dari konflik-konflik yang kelak akan mendewasakan mahligai rumah tangga.

Tak terkecuali, Duryudana. Kehidupan rumah tangganya yang dibangun bersama Dewi Banowati tak luput dari percik-percik konflik. Konon kabarnya, ketika Dewi Banowati sudah sah menjadi istri Duryudana, dia menjalin affair dengan salah satu anggota Pandawa, Arjuna. Bahkan, sesaat sebelum melangsungkan pernikahan, syarat pertama dari Banowati yang harus dipenuhi oleh Duryudana ialah  mengikhlaskan si calon istri dimandikan oleh lelaki lain yang tak lain adalah Arjuna, anggota dari Pandawa yang konon tampannya sundul langit.

Apakah Duryudana marah? Tentu. Apakah Duryudana tahu Banowati selingkuh? Pasti. Apakah Duryudana bisa membalas perbuatan si istri? Sangat bisa, secara dia kan Raja. Tapi demi janji suci pernikahan dan utuhnya mahligai rumah tangga, kesetiaan adalah jalan yang dipilihnya. Bucin? Bisa jadi. Namun, memilih untuk "tidak" ditengah banyaknya kesempatan untuk "iya" adalah suatu kekuatan yang jarang dimiliki laki-laki pada umumnya. Salute!

3. Selalu Bersyukur atas Segala Keadaan.

Pernikahannya dengan Dewi Banowati dikaruniai dua orang anak. Salah satu anaknya yang bernama Lesmana Mandrakumara. Mohon maaf, dia merupakan anak yang dengan berkebutuhan khusus. Banyak khalayak yang bergunjing tentang Pangeran Muda tersebut sebagai salah satu aib kerajaan Hastina. Terlebih lagi, ia kelak akan menjadi pewaris tahta Hastinapura.

Melihat hal tersebut, apakah Duryudana bersedih? Pada awalnya, tentu saja. Manusiawi. Tapi kemudian, kesedihannya diubah menjadi wujud syukur kepada Tuhan. Dengan besar hati Duryudana menerima keadaan yang sudah terjadi dengan legowo.

"Bagaimanapun dirimu, kau tetaplah anakku. Kasih sayangku padamu tak akan pernah terganti. Apapun keadaanmu, kau adalah anugerah dari Tuhan yang wajib aku syukuri."  Kata Duryudana.

4. Berani Berbuat, Berani Bertanggung jawab.

Keputusannya untuk tidak berbagi wilayah kepada Pandawa meskipun hanya segenggam tanah bukanlah tanpa resiko. Perang dengan saudara sendiri adalah suatu keniscayaan. Apakah Duryudana gentar dan menyesal dengan keputusannya? Tidak sama sekali. Duryudana paham betul resiko dari apa yang diperbuatnya.

Alasan Duryudana pun sebenarnya sangatlah masuk akal. Pertama; Apakah bisa menjamin bila Pandawa kelak nantinya tidak akan menginvasi Hastinapura jika sudah dituruti kemauannya?

Kedua; bagaimana kelak nasib kesejahteraan dan keselamatan orang tua dan para saudaranya apabila pembagian itu terjadi? Sudah barang tentu penghasilan dari pajak akan berkurang karena wilayah kekuasaannya terbagi.

Ketiga; bagaimana nantinya gunjingan rakyatnya dan pemimpin para negara sahabat tentang kedaulatan Hastinapura yang gampang sekali diobok-obok oleh orang lain? Dan lain sebagainya.

Sebagai pucuk pimpinan dari sebuah kerajaan besar, maka sudah sepatutnya keputusan itu harus diambil demi utuhnya kedaulatan. Kepentingan bersama menjadi prioritas utama bagi Duryudana. Meski resiko dari keputusannya itu adalah sebuah perang yang kemungkinan besar akan merenggut nyawanya di kemudian hari.

Memang terdengar subyektif. Tapi, empat hal tersebut bisa menjadi acuan untuk kita bisa menjadi lebih baik lagi di masa yang penuh ke-embuh-an ini.

Hal lain yang bisa kita ambil di sini ialah, saat melihat karakter suatu tokoh siapapun itu, tidak bisa kita serta merta asumsikan dualisme antara hitam atau putih. Mereka bisa keduanya, bahkan bercampur.

Alangkah bijaknya, sifat yang baik bisa kita ambil, yang kurang baik ditanggalkan. Tak terkecuali pada tokoh Duryudana. 

 


Rahadian Asparagus
Ketua Pegiat Literasi Blitar (PLB)

Komentar