Kamis, 18 April 2024 | 20:01
NEWS

Viral Lagi, Wanita Mengaku Diminta Tanda Tangan Surat Persetujuan Ubah Hasil Tes dari Negatif Jadi Positif Covid-19

Viral Lagi, Wanita Mengaku Diminta Tanda Tangan Surat Persetujuan Ubah Hasil Tes dari Negatif Jadi Positif Covid-19
Ilustrasi tes swab (Pekanbaru.go.id)

ASKARA - Pengakuan seorang wanita yang diminta menandatangani surat persetujuan untuk mengubah hasil tes Covid-19 dari negatif menjadi positif viral di media sosial usai diunggah akun TikTok @tirtasiregar. 

Akun tersebut menyebutkan, permintaan itu datang dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cipayung, Jakarta Timur saat sedang membawa sang ibu berobat. 

“Hati-hati nih ya, kalau sakit jangan langsung dibawa ke rumah sakit atau UGD apalagi kalau batuk, pilek, dan sebagainya," ujarnya di akun tersebut. 

"Ini baru kejadian sama kami. Saya bawa ibu saya ke RSUD Cipayung itu saya diminta tandatangan bersedia di-covid-kan. Walaupun hasilnya negatif,” sambungnya. 

Tirta mengaku, sebelum dibawa ke RSUD Cipayung, sang ibu telah melakukan tes Covid-19 dan dinyatakan negatif. Namun, oleh pihak RS dirinya diminta persetujuan untuk mengubah hasil apabila ibunya hendak dirawat.

“Karena sebelum dibawa ke situ sebelumnya dites dan hasil tesnya negatif Covid-19, nah saya tunjukkan. Tetapi dibilang di sini walaupun hasil negatif tetapi harus mau di-covid-kan. Rumah sakit umum daerah loh Cipayung, milik pemerintah,” kata dia.

Namun, pernyataan Tirta itu langsung dibantah Direktur RSUD Cipayung, dr Ekonugroho Budhi Prasetyo. Menurutnya, hal tersebut tidak benar.

Ekonugroho menjelaskan, pasien berinisial M yang sudah berusia 64 tahun berobat ke RSUD Cipayung pada 16 Februari 2022 pukul 22.15 WIB, dengan keluhan batuk dan sesak sejak satu minggu sebelumnya. 

Pasien juga membawa hasil pemeriksaan swab rapid antigen yang dilakukan 5 hari sebelumnya dengan hasil negatif. 

Pihak dokter mempertimbangkan kondisi pasien saat itu dengan perjalanan sakit yang telah satu minggu, ditambah pasien yang berusia lanjut serta mempunyai penyakit komorbid hipertensi dan asma. 

Dokter kemudian merencanakan untuk melakukan pemeriksaan dengan rapid antigen ulang sekaligus akan dilakukan pemeriksaan PCR.  

“Hal ini semata-mata agar pasien mendapat penanganan yang sesuai dengan jenis sakit dan kebutuhan pengobatannya,” ujar Ekonugroho, Minggu (20/2).

Selain itu, kata dia, pemeriksaan tersebut juga untuk memastikan agar tempat perawatan sesuai, mencegah pasien Covid-19 bercampur tempat perawatan dengan pasien bukan Covid-19. 

Pada saat penjelasan dan permintaan persetujuan tertulis tentang rencana pemeriksaan dan penempatan sementara pasien, sebelum pasti apakah pasien menderita Covid-19 atau bukan, keluarga justru menganggap bahwa prosedur tersebut sebagai ‘mengcovidkan’ pasien.  

“Keluarga menolak mengikuti rencana penanganan pasien dan selanjutnya membawa pulang pasien,” jelasnya.

Dia lalu menjelaskan, bahwa kemampuan alat tes untuk mengetahui apakah seseorang benar menderita Covid-19 atau tidak, berbeda seiring perjalanan penyakit.  

Secara umum, pemeriksaan dengan PCR mempunyai tingkat akurasi paling tinggi sehingga menjadi acuan utama untuk penegakan diagnosis Covid-19.  

“Pemeriksaan rapid antigen pada awal sakit, bisa jadi memberikan hasil ‘masih negatif’, karena jumlah virus yang masih terlalu rendah untuk bisa dideteksi oleh tes rapid antigen, namun hanya bisa terdeteksi dengan tes PCR,” tambahnya. (jpnn)  

 

Komentar