Kamis, 25 April 2024 | 11:40
NEWS

Apresiasi Terbitnya Permendikbudristek 30/2021, SETARA Institute Berharap Jadi Pelecut DPR Sahkan RUU PKS

Apresiasi Terbitnya Permendikbudristek 30/2021, SETARA Institute Berharap Jadi Pelecut DPR Sahkan RUU PKS
Ilustrasi kekerasan seksual (Mediaindonesia.com)

ASKARA - Terbitnya Permendikbudristek No 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS) mendapat apresiasi dari SETARA Institute.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani dalam keterangan persnya menyambut baik langkah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menegaskan dukungan terhadap kebijakan tersebut dan berencana segera mengeluarkan Surat Edaran guna mendukung pemberlakuan Permendikbud PPKS di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).

"SETARA Institute mengapresiasi langkah Menteri Nadiem yang secara tegas menunjukkan kepeduliannya pada upaya penghapusan kekerasan seksual yang sangat memprihatinkan di lingkungan pendidikan," ujar Ismail Hasani, Kamis (11/11). 

Menurut Ismail Hasani, kebijakan pemerintah melalui dua menteri tersebut merupakan langkah signifikan yang strategis bagi upaya penghapusan kekerasan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan tinggi.

Terbitnya Permendikbudristek 30/2021 menurut Ismail, harus menjadi pemecut bagi DPR RI segera memproses pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi undang-undang.

Menurut Ismail Hasani, publik dapat melihat bahwa draft UU PKS masih stagnan di DPR.

"Mestinya DPR memiliki keberpihakan politik yang progresif terhadap perempuan dan korban kekerasan seksual sebagaimana ditunjukkan dalam Permen PPKS," ujarnya.

"Permen PPKS seharusnya melecut DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS menjadi undang-undang," tambahnya.

Pihaknya, kata Ismail Hasani, mendesak pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara lebih luas kepada masyarakat untuk mencegah disinformasi yang dikampanyekan kelompok-kelompok konservatif dengan narasi misleading bahwa Permen PPKS adalah legalisasi zinah.

"Selain itu, pemerintah mesti melakukan dialog yang lebih ekstensif dengan organisasi-organisasi keagamaan mengenai substansi hukum Permen PPKS yang secara ideal melindungi perempuan dan korban kekerasan seksual di perguruan tinggi," kata Ismail Hasani. 

Pihaknya, lanjut Ismail Hasani, berpendapat Permen PPKS merupakan payung hukum yang dibutuhkan dalam upaya penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, terutama melalui jaminan perlindungan terhadap korban dan saksi, sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c Permen PPKS.

"Secara faktual, ketiadaan jaminan atas perlindungan terhadap korban dan saksi menjadi penghambat utama dalam pelaporan kasus kekerasan seksual," terang Ismail Hasani.

Pihaknya, tambah Ismail Hasani, mendorong seluruh elemen dan stakeholder di lingkungan perguruan tinggi segera mengimplementasikan langkah-langkah dalam upaya pencegahan sekaligus penghapusan kekerasan seksual.

"Misalnya, melalui sosialisasi dan diseminasi materi tentang isu-isu pencegahan kekerasan seksual, pembuatan Peraturan Rektor tentang pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual, pengembangan mekanisme layanan pelaporan, dan upaya-upaya implementatif lainnya," pungkasnya.

Komentar