Kamis, 25 April 2024 | 18:07
NEWS

Ingin Dapat Vaksin Nusantara tapi Sudah Suntik yang Konvensional, Ini Kata Tim Terawan

Ingin Dapat Vaksin Nusantara tapi Sudah Suntik yang Konvensional, Ini Kata Tim Terawan
Dahlan Iskan disuntik vaksin Nusantara (Dok Instagram)

ASKARA - Peneliti Utama Tim Vaksin Nusantara, dr Jonny Sp. PD, K.GH menjelaskan, bahwa seseorang yang sudah menjalani vaksinasi menggunakan vaksin konvensional diperbolehkan mendapat Vaksin Nusantara.

Menurut dr Jonny, vaksin besutan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto itu tidak akan saling mengganggu.
 
"Itu jauh lebih bagus karena vaksin yang diberikan oleh vaksin konvensional itu untuk menimbulkan imunitas antibodi. Tapi vaksin yang kita berikan (Vaksin Nusantara,red) untuk menimbulkan imunitas seluler," kata dr Jonny saat berbincang dengan tim Askara, Selasa (9/11).

Dengan demikian, jelas dr Jonny, untuk mengecek antibodi tidak akan didapatkan di Vaksin Nusantara. 

"Karena dendritik vaksin ini merupakan imunitas seluler, tubuh kita ini punya imunitas. Ada yang disebut imunitas bawaan dan imunitas spesifik. Imunitas bawaan itu biasanya pada tubuh kita itu kebanyakan ada di sel darah putih, ada leukosit, neutrofil dan monosit," jelasnya.

dr Jonny menjelaskan, pada waktu tubuh seseorang terinfeksi maka virus ini akan dikenali oleh tubuh kita dengan mengubah monosit menjadi sel dendritik.

"Sel dendritik ini tugasnya bukan mengeluarkan antibodi tapi mengkomunikasikan bentuk kuman Covid-19. Nanti, sel dendritik ini setelah mempunyai memori terhadap Covid-19 dia akan ngasih tahu ke sel yang lain," terangnya.

Jika hal itu terjadi di dalam tubuh, diperlukan waktu agar imunitas seluler seseorang mempunyai memori terhadap Covid-19 dan bisa melawannya. 

"Perlu proses dan waktu kurang lebih 7 hari. Dalam 7 hari, kalau imunitas kita menang dan bagus maka tidak akan timbul gejala Covid-19. Tapi kalau kita kalah maka akan timbul gejala covid, sakit orangnya," katanya.

Namun demikian, menang atau kalahnya tergantung pada imunitas seseorang tersebut. Kemudian, tergantung dari sel dalam tubuh tersebut. 

"Kalau virusnya masuk maka virus ini bisa menyerang untuk mempertahankan sel induknya. Dia menyerang sel imun kita termasuk menyerang dendritik dan sel T. Jadi sel dendritik bisa dikalahkan sama virusnya, bisa diserang balik virus kalau itu terjadi di dalam tubuh kita," tutur dr Jonny.

Untuk itulah, Vaksin Nusantara dibuat di luar tubuh pasien agar didapatkan sel dendritik yang berkualitas baik. 

"Yang dapat memberikan sinyal atau memori kepada sel T ini. Jadi kita itu bukan mempersiapkan amunisi tapi tentaranya. Kalau dicek antibodinya tidak ada, kecuali kalau sudah datang yang baru, masuk ke dalam tubuh dan melawan baru muncul. 

"Tapi kita (Vaksin Nusantara) tidak perlu waktu karena sel T sudah kenal. Sifatnya kita mempersiapkan tubuh menghadapi Covid-19," sambungnya

Uniknya, kata dr Jonny, sel pertahanan tubuh seseorang yang mendapatkan Vaksin Nusantara akan berkembang berbeda dengan vaksin konvensional yang semakin lama akan menurun daya tahannya.

"Imunitas seluler ini bisa lebih panjang (bertahan,red) di dalam tubuh kita. Ini dibuktikan kita masih bisa mendeteksi Flu Spanyol yang terjadi 2012 lalu yang sampai sekarang masih ada imunitasnya. Jadi, kalau darahnya kita ambil dan ditaruh di media kemudian kita ambil virus Flu Spanyol itu, imunitas selular masih bisa menghambat pertumbuhan virus itu," jelasnya.

Hal itu, kata dr Jonny, disebut dengan Plaque Reduction Neutralization Test yang menunjukkan seberapa mampunya darah seseorang mengambat pertumbuhan virus. 

Di sisi lain, kepada tim Askara, dr Jonny belum dapat mengungkapkan kapan perkiraan uji klinis Vaksin Nusantara tahap III dilauncing. Hal itu, kata dia, tergantung kebijakan pemerintah. 

"Sekarang kita terhambat karena ada MoU tiga pejabat yang menyatakan uji klinis itu harus dihentikan, yang boleh adalah penelitian berbasis pelayanan," ujarnya.

Namun demikian, lanjut dr Jonny, jika pelayanan yang dimaksudkan tersebut dilakukan kepada manusia alangkah lebih baiknya dilakukan uji klinis terlebih dahulu. 

"Kalau tidak diuji klinis, langsung kita layani ke publik mana bisa dan kalau kita mau jual ke luar akan nanya dulu, mana uji klinisnya. Kalau hanya dibatasi di RSPAD saja tidak ada berkembang dan negara lain nggak akan bisa beli atau tidak akan mau beli. Berarti kita tidak menghasilkan devisa buat negara," terangnya.

Terakhir, dr Jonny mengatakan, pada fase III nanti pihaknya akan melibatkan sebanyak 1.600 relawan uji klinis. 

"Relawan yang mendaftar sudah ratusan ribu. Tapi banyak yang berguguran karena tidak tahan menunggu. Animo masyarakat tinggi banget tapi dikalahkan dengan berbagai hambatan," pungkasnya.

Komentar