Kamis, 18 April 2024 | 19:13
NEWS

KLB Demokrat di Deli Serdang Sah dan Berdasar Hukum, AD/ART Demokrat Tahun 2020 Batal Demi Hukum

KLB Demokrat di Deli Serdang Sah dan Berdasar Hukum, AD/ART Demokrat Tahun 2020 Batal Demi Hukum
Partai Demokrat (Dok Gatra)

ASKARA - Sidang lanjutan Gugatan Perkara Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT di PTUN Jakarta atas penolakan Menkumham terhadap Permohonan Pengesahan Perubahan AD/ART serta Kepengurusan Partai Demokrat Hasil Kongres Luar Biasa di Deliserdang, DPP Demokrat pimpinan Moeldoko menghadirkan 3 orang ahli.

Ketiganya yakni, Ahmad Redi yang merupakan Kepala Program Studi Sarjana Hukum dan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Tarumanagara Jakarta; Suparji, Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia dan Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia dan Gatot Dwi Hendro Wibowo seorang Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram.

Sementara kubu Agus Harimurti Yudhoyono menghadirkan dua saksi, yakni Gerald Pieter Runtuthomas dan Jansen Sitindaon.

Kuasa Hukum Demokrat KLB Deli Serdang, Rusdiansyah memaparkan, ahli yang dihadirkan pertama Ahmad Redi dalam keteranganya di persidangan menyampaikan, Menkumham memiliki kewenangan atribusi untuk menyelenggarakan urusan legislasi partai politik sesuai UU parpol.

"Dalam rezim administrasi negara kalau kita tarik UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa Setiap Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam mengeluarkan keputusanya atau Tindakan harus berbasis pada dua hal," kata Rusdiansyah.

"Yaitu, Peraturan Perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik dalam hal pendaftaran partai politik harus berdasarkan UU Parpol, jadi terkait batu uji pendaftaran partai politik adalah UU parpol dan peraturan teknis yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM 34 tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik," lanjutnya. 

"Karena prodak yang di keluarkan nanti oleh kemenkumham dalam menerima atau menolak adalah surat keputusan maka tidak bisa Menkumham menjadikan batu uji pendaftaran parpol berdasarkan Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Politik karena hal tersebut didalam UU 30 tahun 2014, UU Parpol dan Permenkumham 34 tahun 2017  tidak menjadi dasar," jelas Rusdiansyah.

Faktanya, dalam surat penyampaian jawaban atas permohonan pendaftaran perubahan AD/ART dan perubahan susunan kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2021-2025 yang diterbitkan oleh Menkumham tertanggal 19 Maret 2021, meminta kepada DPP Partai Demokrat hasil KLB Sibolagit melengkapi dokumen KLB yang dilaksanakan di Kabupaten Delisedang. 

Namun, dalam surat tersebut tidak jelas item-item apa saja yang harus dilengkapi padahal seluruh syarat yang dipersyaratkan sudah pemohon ajukan sesuai yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM 34 tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.

"Hal ini menurut ahli dalam melayani warga negara Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham harus clear and clear data apa saja yang harus dilengkapi nggak bisa tidak jelas," katanya.

"Hal itu dapat membingungkan pemohon atau warga negara dan itu jelas melanggar asas kepastian serta Asas Umum Permerintahan yang baik, harusnya Ketika berkas permohonan yang diajukan sudah sesuai yang di persyaratkan permenkumham 34 tahun 2017 berkas permohonan pemohon harusnya diterima oleh kemenkumham dan ditindak lanjuti dengan surat Keputusan menerima Permohonan Pemohon," sambungnya.

"Tidak bisa kemudian Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara menguji kebenaran permohonan pemohon karena kewenangan itu tidak diberikan oleh UU parpol maupun Permenkumham 34 tahun 2017, karena kewenangan pengujian kebenaran hasil KLB deliserdang sudah di delegasikan kepada Notaris sebagai pejabat yang di berikan kewenagan oleh oleh perundan-undangan," tambahnya.

Dia mencontohkan, ketika ada warga negara telah mendapatkan izin amdal utuk mengajukan izin usaha tidak bisa kemudian pejabat atau badan tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha memeriksa lagi kebenaran apakah izin amdal sudah susuai dengan Perundang-undangan tentang baku mutu air lalu menolak permohonan warga negara. 

Hal itu, kata Rusdiansyah, jelas melampaui kewenangan yang dimiliki bahkan bisa dikategorikan menyalahgunakan jabatan yang diartikan berbeda dengan pendaftaran partai politik baru.

"Jelas dalam UU parpol diberikan kewenangan selain verifikasi berkas persyaratan diberikan juga kewenagan penelitian dan pengujian kebenaran atas syarat permohonan sementara dalam permohonan perubahan AD/ART dan Kepengurusan Partai Politik hanya diberikan kewenangan verifikasi administrasi saja, verifikasi itu bahasa ceklis kalau ada ceklisnya yang dipersyaratkan ya harusnya permohonan pemohon diterima dan ditindak lanjuti dalam surat keputusan," terangnya.

Fakta lainnya, dalam surat penolakan permohan pemohon oleh Menkumham tertanggal 31 maret 2021 yang menjadi obyek sengketa sekarang di PTUN Jakarta, dalam poin pertamanya Kementerian Menteri Hukum dan HAM telah melakukan pemeriksaan dan atau verifikasi tentang seluruh dokumen yang disampaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan AD/ART Partai Demokrat.

"Ahli menerangkan bahwa badan atau pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham telah keliru mengunakan AD/ART Partai Demokrat sebagai batu uji dalam menolak permohonan Pengesahan Kepengurusan partai Demokrat Hasil KLB Deli Serdang, hal ini telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang baik serta melampaui kewenangan yang dimiliki, yang diberikan oleh UU Parpol dan Permenkumham 34 tahun 2017," tuturnya.

Selanjutnya, terkait mahkamah partai yang memiliki kewenangan menerbitkan bebas sengketa, kata Rusdiansyah, ahli menerangkan mahkamah yang berwenang menerbitkan surat bebas sengketa adalah mahkamah hasil kongres terakhir bukan mahkamah yang terdaftar di kemenkumham.

Hal itu karena kepengurusan serta mahkamah partai yang terdaftar di Kemenkumham sudah didemisionerkan dalam forum tertinggi partai yaitu kongres atau KLB karena bebas sengketa yang dimaksud adalah surat bebas sengketa apakah ada peserta pemilik suara sah dalam kongres itu yang keberatan atas hasil KLB, dan jelas di dalam permenkumham 34 tahun 2017 tidak disebutkan bahwa Mahkamah pertai yang berwenang menerbitkan surat keterangan bebas sengketa adalah mahkamah partai yang terdaftar di menkumham.

"Jadi, nggak boleh ada penafsiran lain selain apa yang dimaksud," ujarnya.

Sementara, Rusdiansyah melanjutkan ahli Suparji menerangkan, AD/ART partai merupakan hasil kesepakatan maka harus memenuhi syarat sah sebuah kesepakatan sebagai mana diatur Pasal 1320 KUH Perdata yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian sebab yang halal, dalam hal sebuah kesepakatan tidak memenuhi syarat sah yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian maka kesepakatan dapat diajukan pembatalan di pengadilan. 

Sementara jika tidak memenuhi sebab yang halal maka kesepakatan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan.

"Jadi Ketika AD/ART partai Demokrat 2020 isinya bertentangan dengan undang-undang maka dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan," jelasnya.

Menurut keterangan ahli, AD/ART 2020 dianggap dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan. Maka upaya koreksi atau perbaikan AD/ART partai Demokrat di KLB sangat berdasar hukum, dengan demikian pelaksanaan KLB sudah sesuai ketentuan yang berlaku.

"Bahwa ahli juga menerangkan mahkamah partai yang berwenang menerbitkan surat bebas sengkata adalah mahkamah partai yang dilahirkan oleh KLB terakhir bukan mahkamah partai yang terdaftar di kemenkumham karena mahkamah yang terdaftar sudah didemisionerkan dalam Forum KLB, karena bagaimana mungkin seseorang yang sudah didemisionerkan diberikan kewenangan melakukan tindakan hukum," ujarnya.

Terkait legal standing pengugat, menurut keterangan ahli pengugat masih memiliki legal standing karena pengugat masih menjabat sebagai anggota DPR RI perwakilan Partai Demokrat.

"Kalaulah yang bersangkutan bukan kader Partai Demokrat bagaimana mungkin yang bersangkutan masih menjadi anggota DPR RI, apalagi secara hukum pemecatan yang bersangkutan belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), bahkan faktanya atas pemecatan yang dilakukan terhadap yang bersangkutan sudah dikembalikan hak-haknya sebagai anggota Partai Demokrat di dalam KLB Deli Serdang. Jadi secara fakta hukum pengugat masih memiliki legal standing," jelas Rusdiansyah menyampaikan keterangan ahli.

Sebagai informasi, ahli Gatot Dwi Hendro Wibowo, Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram belum bisa diambil keterangannya secara virtual (Online) karena jaringan internet di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengalami kendala teknis, sidang pengambilan keterangan ahli ditunda selasa pekan depan 19 Oktober 2021.

Terkait dua saksi yang dihadirkan kubu AHY yakni Gerald Pieter Runtuthomas dan Jansen Sitindaon, menurut Rusdiansyah hanya kubu kuasa hukum Kubu AHY sendiri yang mengajukan pertanyaan.

"Sementara baik Tergugat Kemenkumham, majelis hakim dan Kuasa Hukum Pengugat tidak mengajukan pertanyaan karena kesaksian yang diberikan oleh kedua saksi yang dihadirkan kami nilai tidak membicarakan issue hukum yang sedang dibicarakan terkait obyek sengketa di PTUN Jakarta, itu artinya kesaksian yang dihadirkan kubu AHY dihadirkan sendiri, di tanya sendiri dan disimpulkan sendiri, dari mereka oleh mereka dan untuk mereka," tandas Rusdiansyah.

Komentar